I
Muhammad Effendi |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Muhammad Effendi, Sekretaris DPRD Kota Mojokerto menjadi
saksi yang diperiksa tim penyidik KPK yang terakhir turun dari lantai 2 ruang
Wira Pratama gedung Mapolresta Mojokerto, Jum’at (114/7/2017) sekitar pukul
16:45 WIB.
Usai pemeriksaan, Effendi menjawab pertanyaan wartawan
terkait materi yang ditanyakan tim penyidik lembaga antirasuah tersebut.
“Jumlah pertanyaannya tidak banyak, kaitannya masalah
PENS saja,” katanya.
Ia mengaku diminta penyidik menyerahkan rekaman hearing
antara Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dengan DPRD Kota Mojokerto, hari Jum’at
(16/7/2017) malam, terkait pembahasan program pembangunan kampus PENS.
Selain itu, ia diminta melengkapi bukti visual CCTV serta
SK pengangkatan pimpinan dan anggota Dewan. “Juga daftar gaji 3 pimpinan Dewan
serta seluruh anggota Dewan,” imbuhnya.
Soal rencana pengalihan anggaran hibah Rp 13 miliar dari
dana untuk pembangunan kampus PENS ke proyek jasmas untuk penataan lingkungan, kata
Effendi, juga jadi salah satu materi pertanyaan penyidik.
“Soal pengalihan anggaran hibah Rp 13 miliar itu sama
sekali saya tidak tahu, karena memang tidak ada dalam materi hearing,”
terangnya.
Effendi menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK bareng dua
staf Sekretariat Dewan. Keduanya, Haris Wahyudi, ajudan ketua dewan dan Pugoh,
staf pramu yang melayani segala keperluan ketua dewan.
Pugoh yang selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul
15:00 WIB mengaku diminta penyidik menyerahkan bukti-bukti rencana proyek
jasmas untuk penataan lingkungan. “Semua data itu ada di ruang pimpinan Dewan
dan sudah saya diserahkan tim penyidik KPK,” akunya.
Selain Effendi dan dua staf Sekretariat Dewan, pejabat Pemkot yang
diperiksa hari ini, yakni Kepala BPPKA, Agung Mulyono, mantan Kepala Dinas P
dan K yang saat ini menjabat Kepala Dinas Koperasi UKM dan Transmigrasi,
Harianto, dan Inspektor Inspektorat, Achnan. Selain itu, tim penyidik juga memeriksa Urip Supangat,
aktivis LSM dan Taufiq, kontraktor.
Pemeriksaan tim penyidik KPK hari ini merupakan
pemeriksaan hari keempat atau pemeriksaan hari
terakhir di Kota Mojokerto setelah sebelumnya, Selasa hingga Kamis dan
memeriksa 22 saksi dari kalangan Dewan, 5 saksi dari unsur PNS Pemkot Mojokerto
dan Wakil Walikota Mojokerto, Suyitno.
Tim penyidik KPK turun ke
Mojokerto terkait pengembangan operasi tangkap tangan (OTT), 17 Juni 2017, yang
menyasar Ketua Dewan, Purnomo (PDI Perjuangan) dan dua wakil
ketua, Umar Faruq (PAN) dan Abdullah Fanani (PKB) ditetapkan KPK sebagai
tersangka dugaan penerimaan suap dan saat ini tengah ditahan KPK di Jakarta.
Ketiganya diduga menerima suap dari Kepala Dinas
PUPR Wiwiet Febrianto untuk memuluskan rencana pengalihan dana hibah Rp 13
miliar dari pembangunan Kampus PENS menjadi pekerjaan.
Dari OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai
sebesar Rp 470 juta. Dari
jumlah itu Rp 300 juta merupakan bagian dari Rp 500 juta sebagai komitmen untuk
pengalihan anggaran.
Sedangkan sisanya, Rp 170 juta diduga sebagai
setoran triwulan. Jumlah itu didapatkan dari Rp 140 juta dari mobil Wiwiet
Febrianto saat OTT dan Rp 30 juta mobil seseorang berinisial T yang merupakan
kurir Wiwiet Febrianto.
Sebelumnya tiga pimpinan Dewan diduga menerima uang
Rp 150 juta dari Wiwiet Febrianto yang dibayarkan pada 10 Juni 2017.
Diduga, uang Rp 150 juta yang diterima tiga
pimpinan Dewan itu diterbar
untuk 22 anggota Dewan. Masing-masing anggota Dewan menerima Rp 5 juta. 22
orang anggota Dewan yang diperiksa tim penyidik KPK mengakui menerima uang itu
dan menyatakan kesanggupannya untuk mengembalikan. (one)
Social