4 Anggota Dewan Jadi Saksi Sidang Kasus OTT, Begini Pesan Moral JPU KPK - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

4 Anggota Dewan Jadi Saksi Sidang Kasus OTT, Begini Pesan Moral JPU KPK

Surabaya-(satujurnal.com)
Jaksa Penuntut Umum (JPK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menebarkan pesan moral kepada para saksi dari kalangan DPRD Kota Mojokerto yang dihadirkan dalam persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (3/10/2017), dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, agar mereka berkerja lurus-lurus saja, menolak semua godaan dan suap dana haram korupsi.

“Saudara sebagai anggota DPRD kerja lurus-lurus saja. Tolak kalau ada pemberian terkait jabatan yang jelas-jelas dilarang. Karena praktik (suap) itu sangat menyakiti hati masyarakat,” cetus Arin K, JPU KPK diujung persidangan.

Arin melontarkan pesan agar para anggota legislatif itu melawan praktik korupsi usai mencecar pertanyaan kepada keempat anggota Dewan, yakni Sonny Basuki Raharjo dan Anang Wahyudi dari Fraksi Golkar dan Junaidi Malik dan Choiroyaroh dari Fraksi PKB terkait dugaan praktik suap yang menjerat tiga pimpinan Dewan dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK, 16 Juni 2017.

Selama persidangan berlangsung, JPU KPK mempertanyakan keterlibatan para saksi terkait penentuan komitmen fee proyek jasmas maupun jatah triwulan yang disorong ke eksekutif. Keempat saksi kompak menyatakan tidak tahu-menahu soal komitmen fee yang dicetuskan tiga pimpinan Dewan.

Sementara, dalam persidangan sebelumnya, tiga pimpinan Dewan menyatakan seluruh anggota Dewan mengetahui soal komitmen fee maupun jatah triwulan. Bahkan, disebut jika para anggota Dewan mendesak agar pimpinan Dewan segera menagih komitmen fee dan jatah triwulan ke walikota.

JPU KPK yang mempertanyakan peran ketua fraksi dalam pertemuan dengan tiga pimpinan Dewan di dua kesempatan di dua hotel berbeda di Jakarta yang disebut-sebut membahas komitmen fee dan jatah triwulan, dijawab datar oleh keempat saksi.

“Ada pertemuan itu, di hotel Santika dan Grand Mercure. Tapi bukan membahas besaran komitmen fee maupun jatah triwulan, melain ajakan pimpinan Dewan untuk klarifikasi terkait kabar miring yang menyebut  kalau (pimpinan Dewan) sudah menerima uang dari eksekutif. Pimpinan Dewan mengajak semua ketua fraksi menemui walikota untuk klarifikasi terkait kabar itu,” ucap Junaidi Malik.

Namun, kendati keempat saksi mengelak mengetahui komitmen fee dan jatah triwulan, soal aliran uang haram Rp 5 juta yang mereka terima, kesemuanya tak menampik.

“Kata pimpinan itu uang rejeki, tapi tidak menjelaskan kalau uang itu berasal dari terdakwa terkait jasmas atau jatah triwulan,” kata Junaidi Malik.

Jawaban serupa juga diutarakan Sonny Basuki Raharjo, Anang Wahyudi maupun Choiroyaroh.

Yang juga diakui keempat saksi, yakni soal jatah proyek Jasmas senilai Rp 1 miliar setiap anggota Dewan. “Nilai itu yang disampaikan pimpinan Dewan. Hitungannya hingga ketemu Rp 1 miliar saya tidak tahu. Saya hanya diminta menyetorkan titik-titik sasaran proyek Jasmas saja,” terang Junaidi Malik, seperti juga dikemukakan tiga saksi lainnya.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, HR Unggul Warso Mukti dan JPU KPK, Iskandar Mawarto dan Arin K tersebut, juga dihadirkan Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus dan Puguh, staf Sekretaris DPRD Kota Mojokerto.

Seperti diketahui, Wiwiet Febriyanto, Kepala Dinas PUPR dan ketua dan dua wakil ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, 17 Juni 2017 lalu.

KPK mengamankan uang tunai Rp 450 juta dari tangan Wiwiet Febriyanto dan tiga pimpinan Dewan. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan KPK. Wiwiet Febriyanto menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Uang yang diamankan diduga berasal dari Ipang dan Dody Setiawan.

Atas perbuatan terdakwa, ucap JPU KPK dalam surat dakwaannya, merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (one)




Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional