Sidang Kasus OTT Kota Mojokerto, Usai Pleidoi Jaksa Langsung Ajukan Replik - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Sidang Kasus OTT Kota Mojokerto, Usai Pleidoi Jaksa Langsung Ajukan Replik

Surabaya-(satujurnal.com)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan replik terhadap pleidoi tiga terdakwa mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto  dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (28/11/2017).

Namun, tidak semua materi dalam nota pembelaan yang disampaikan tiga terdakwa maupun penasehat hukum mereka ditanggapi. Hanya yang dinilai diluar materi tuntutan.

“Replik kami sangat singkat, (hanya) untuk meluruskan beberapa hal yang diluar materi tuntutan,” kata Heradian Salipin, JPU KPK.

Terhadap pleidoi Purnomo yang menyatakan hanya menerima dan menikmati Rp 15 juta, ujar Salipin,hal itu tidak perlu kami buktikan lagi, karena sudah diterangkan lengkap dalam materi tuntutan.

Sedangkan penyadapan yang dipertanyakan keabsahannya oleh Imam Subaweh, penasehat hukum Purnomo, Heradian mengatakan penyadakan (KPK) harus dikesampingkan dari UU IT.

“Meski ada undang-undang baru menyangkut intersepsi, namun tidak untuk  menghentikan proses penyadapan (KPK). Jadi harus dikesampingkan. Ini untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat  terhadap tindak pidana korupsi yang merupakan ekstra ordinary crime,” katanya.

Sementara menanggapi pledoi Umar Faruq, Salipin menyebut ada perbedaan pemahaman pembuktian, “Hal itu tidak kami tanggapi, karena sudah kami terangkan dalam uraian tuntutan,” tukasnya.

Tentang tangkap tangan, menurutnya tidak harus disertai barang bukti. “Tangkap tangan  dilakukan karena diketahui jika seseorang baru saja melakukan tindak pidana korupsi atau diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Untuk suatu tindakan, tidak ada syarat harus ada barang bukti dalam proses tersebut,” pungkasnya.

Menanggapi pledoi Abdullah Fanani, JPU KPK Budi Nugraha mengatakan, unsur dalam Pasal 55 ayat 1 KUHPidana harus dinyatakan terbukti, karena pemberi dan penerima suap sama-sama diketahui. “Sedang hal lainnya, tidak perlu kami tanggapi karena sudah kami uraikan dalam materi tuntutan,” katanya.

Ketiga penasehat hukum terdakwa dalam pledoinya menilai materi tuntutan JPU KPK banyak yang tidak sesuai dengan fakta persidangan. Diantaranya, pasal 12 huruf a UU Nomor 20/201 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor yang diterapkan dalam tuntutan JPU KPK.

Nasib ketiga terdakwa akan ditentukan Selasa 5 Desember 2017 pekan depan, seperti agenda pembacaan putusan yang disampaikan HR Unggul Warso Mukti hakim ketua sebelum ketuk palu menutup persidangan.

Seperti diketahui, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada pertengahan Juni 2017 KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto. 4 orang di antaranya berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Purnomo, ketua Dewan Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah Fanani, masing-masing waki ketua Dewan dan Wiwiet Febriyatno. Saat itu KPK juga mengamankan sejumlah uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.


Keempatnya menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto dijatuhi vonis sesuai tuntutan JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Saat ini baik Wiwiet Febriyanto maupun KPK mengajukan banding. Sedangkan, 3 tersangka lainnya yang diduga sebagai penerima suap menjalani proses tuntutan. Mereka dituntut pidana 5 tahun, denda 200 juta subsider 6 bulan dan 3 bulan. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional