Surabaya-(satujurnal.com)
Gubernur Jawa Timur Soekarwo berpesan kepada Walikota dan Wakil Walikota
Mojokerto, Ika Puspitasari dan Ahmad Rizal Zakaria agar menerapkan leadership
kolaboratif.
Pesan orang nomor wahid di Jawa Timur itu disampaikan usai mengambil
sumpah jabatan dan melantik pasangan kepala daerah hasil Pilwali Mojokerto
tersebut di Ruang Wilwatikta, Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin
(10/12/2018).
“Sistem pemerintahan sekarang ini namanya kolaburasi. Jangan ada pikiran
pro dan kontra setelah pilkada. Ini grup yang dukung saya, boleh menghadap
seminggu tujuh kali, ini grup abu-abu, boleh menghadap tiga kali seminggu. Yang
kontra cukup sekali seminggu. Semua selesai di pelantikan. Kalau ada yang masih
pro kontra itu namanya tidak setuju dengan takdir. Menang tidak diambil
semuanya. Menang diberikan semuanya kepada yang lain. Itu yang harus dilakukan.
Namanya leadership kolaboratif,” kata Pakde Karwo, sapaan populer Gubernur
Soekarwo.
Pakde Karwo juga menyarankan agar kepala daerah melakukan jemput bola. “Saya
sarankan, datangi unsur Forkompimda, pimpinan Dewan. Karena sebaik-baik umaroh
itu mendatangi. Lebih baik mengorbankan waktu dan kemudian mendatangi,”
cetusnya.
Ia pun menyinggung penyakit kekuasaan. “Jangan berperilaku sombong.
Dulu waktu nyaloke (mencalonkan, sebagai kepala daerah) orang orah noleh (tidak
menoleh) ditepuk-tepuk, tapi setelah jadi tidak mau menoleh,” ujarnya.
Setengah berkelakar, ia menyebut penyakit penguasa yang sombong itu
seperti Pil KB. “Kalau lupa...jadi,” lontarnya.
Diingatkan pula, pemerintahan daerah bukan hanya urusan struktural
formal. Karena kekuatan masyarakat ada di tokoh agama dan tokoh masyarakat.
“Rangkul semua pihak. Ini bagian dari kinerja yang baik,” imbuhnya.
Ditandaskan, ada empat urusan wajib yang harus dijalakan kepala daerah,
yakni urusan pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban dan permasalahan
sosial.
“Di Jawa Timur ada istilah kesalehan sosial. Ini tidak ada
parameternya. Tapi bisa dirasakan. Bar dadi (setelah jadi) walikota nyopoan
(suka menyapa). Ini bisa dirasakan bahwa ternyata (sikap itu) tidak berubah
mulai kampanye,” tukasnya.
Di ranah pemerintahan daerah, Pakde mengatakan, setelah pelantikan
walikota dan wakil walikota harus sudah memikirkan visi dan misi. “Ikuti visi
misi nasional dan propinsi, agar visi misinya urut. Itu yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,” katanya.
Undang-undang itu, ujar Pakde Karwo, mengatur kewenangan secara
hirarkis.
“Gubernur punya kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala
daerah. Ini struktural,” tekannya.
Undang-Undang 22 Tahun 1999, lanjutnya, yang lahir pasca reformasi
menentukan bahwa kabupaten kota bukan hirarki terhadap propinsi. “Ini konsep negara
bagian yang salah. Bahwa kabupaten kota bukan hirarkir terhadap propinsi,”
ucapnya.
Sekarang, katanya lebih lanjut, persoalan ini sudah selesai dengan
terbitnya Undang-Undang 23 Tahun 2014. (one)
Social