Mojokerto-(satujurnal.com)
Dua orang pegawai negeri sipil (PNS)
Pemkot Mojokerto, Hadi Wiyono dan Nurhayati yang terjerat kasus korupsi alat
peraga dan lab SMKN 2 kota Mojokerto perkaranya telah berkekuatan hukum tetap
(inkracht).
Sanksi berlapis pun menunggu kedua
abdi negara tersebut. Status kepegawaian mereka dipastikan tercoret. Hak
pensiun pun terhapus. Yang masih bisa dinikmati yakni Taspen.
"Sesuai aturan, PNS yang bersangkutan
yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan perkaranya sudah
inkracht, maka akan diberhentikan dengan tidak hormat," kata Kepala BKD
Kota Mojokerto, Endri Agus Subiakto, Kamis (31/1/2019).
Tak hanya itu, ujar Agus, mereka juga
tidak akan mendapatkan uang pensiun. Sebab PP 11/2017 tentang Manajemen PNS
mengatur, bahwa hak pensiun hanya diberikan kepada para
PNS yang diberhentikan dengan hormat.
Ditandaskan, jikapun yang bersangkutan
meninggal sebelum di berhentikan, tetap keluarganya tidak berhak atas pensiun.
Pasalnya, status perkaranya sudah inkracht sehingga harus diberhentikan tidak
dengan hormat.
"Tapi THT (tabungan hari tua)
dari Taspen bisa diklaimkan dengan dasar SK pemberhentian tidak hormat , "
tukasnya.
Ditambahkan, dana
Taspen adalah simpanan atau tabungan dari masing-masing PNS yang bersangkutan. Urusannya
murni antara PNS dengan Taspen. Sedangkan dana
pensiun bersumber
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Hanya saja, meski perkara keduanya
sudah inkracht namun sampai saat ini Pemkot Mojokerto belum menerima salinan
amar putusan Mahkamah Agung. Sehingga
sampai saat ini keduanya masih berstatus sebagai PNS yang diberhentikan
sementara karena tersangkut tindak pidana korupsi. Mereka pun masih berhak
mendapatkan separoh dari gaji pokok.
"Salinan (amar putusan MA) jadi
dasar walikota selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk menerbitkan SK
pemberhentian dengan tidak dengan hormat. Dan selama SK pemberhentian belum
diteken Walikota, maka mereka masih berhak menerima lima puluh persen dari gaji
pokok," imbuhnya.
Seperti diberitakan, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Hadi
Wiyono dan Nurhayati telah berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi Mahkamah
Agung. Putusan terhadap Hadi Wiyono 21 Nopember 2018, sedang Nurhayati, 15
Januari 2019.
Majelis hakim
agung MA mengganjar Hadi Wiyono, ketua panitia lelang pengadaan alat peraga dan
alat laboratorium SMKN 2 ini hukuman pidana 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta
subsider 4 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 5 juta subsider 6 bulan.
Sedangkan
Nurhayati divonis hukuman penjara 3 tahun, denda Rp 100
juta, subsider 4 bulan kurungan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek itu.
Diketahui,
Kejari Kota Mojokerto mengusut dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat
laboratorium dan alat peraga SMKN 2 Kota Mojokerto tahun anggaran 2013. Lima
orang, 2 PNS dan 3 pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka dan langsung
dijebloskan ke penjara, bulan Juli 2017 lalu.
Data yang
dihimpun satujurnal.com menyebutkan, pengadaan alat peraga di SMKN 2 Kota
Mojokerto dilakukan tahun 2013 silam. Dibiayai APBD sebesar Rp 3,3 miliar, dana
tersebut untuk memenuhi kebutuhan alat-alat laboratorium, alat peraga, alat
praktik sekolah SMKN 2 Kota Mojokerto.
Dari 21
peserta lelang, hanya tiga yang lolos verifikasi panitia. Yakni PT Integritas
Pilar Utama dengan nilai penawaran senilai Rp 3.285.940.000, CV Bintang Peraga
Nusantara dengan nilai Rp 3.302.705.000
dan CV Hadisty Cemerlang dengan penawaran Rp 3.317.314.500. Panitia akhirnya
memenangkan PT Integritas Utama dalam proyek tersebut.
Rupanya,
kemenangan itu direkayasa oleh panitia pengadaan. Dan, Harga Perkiraan Satuan
(HPS) di-mark up oleh CV Global yang berafiliasi dengan perusahaan pemenang
tender, PT Integritas Pilar Utama. Akibatnya negara dirugikan hingga Rp 1,2
miliar.(one)
Social