Busyro Muqqodas- Wakil Ketua KPK |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang masih sarat politik uang dimata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk penghinaan, tidak mendidik dan membodohi rakyat. Bangsa yang seharusnya mampu berkompetisi dengan bangsa lain, akhirnya lemah karena pembodohan dalam berdemokrasi. Lembaga super body ini menengara kuat, ada cukong dibalik pilkada.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang masih sarat politik uang dimata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk penghinaan, tidak mendidik dan membodohi rakyat. Bangsa yang seharusnya mampu berkompetisi dengan bangsa lain, akhirnya lemah karena pembodohan dalam berdemokrasi. Lembaga super body ini menengara kuat, ada cukong dibalik pilkada.
“Pilkada itu kan selalu pakai money politics. Pertama menghina rakyat. Kedua tidak mendidik dan membodohi rakyat,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas, usai menyampaikan ceramah ilmiah berjudul ‘Tanggung Jawab Perguruan Tinggi Dalam Pemberantasan Korupsi” dalam rangkaian wisuda sarjana Universitas Islam Mojopahit (UNIM) Mojokerto, di Jalan Raya Jabon, Mojokerto, Minggu (02/12/2012).
Akibat lebih jauh, lanjut Busyro, saat ini terjadi krisis moral di tengah penegakan demokrasi. Benar-benar terjadi cacat moral yang sangat serius. Moralitas demokrasi rusak,” lontar peraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) tahun 2008 tersebut.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini pun mensinyalir kuat adanya peran cukong dibalik ajang demokrasi di tingkat daerah tersebut. “Ada cukong-cukong dibalik itu (pilkada). Yang menang kebanyakan yang didanai cukong,” singgungnya.
Sehingga, lanjut ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010 ini, kebijakan-kebijakan kepala daerah yang menang karena modal cukong selalu disetir oleh cukong. “Kepentingan cukong dominan daripada kepentingan rakyat. Padahal, kepala daerah itu pemimpin rakyat, bukan mewakili kepentingan cukong,” tandas Busyro.
Namun, soal pengawasan KPK di daerah terkait praktek-praktek haram money politics dan lingkaran korupsi di tubuh birokrasi daerah, Busyro mengakui tidak mampu meng-cover semuanya. Ini lantaran personil KPK yang berada di gawang penyidik jumlahnya semakin terbatas.
“Penyidik KPK, baik dari unsur Polri maupun PNS seperti dari BPKP dan sebagainya makin terbatas jumlahnya. Makanya kami (KPK) tengah mengajukan revisi terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia di KPK.Masa kerja penyidik KPK yang diatur dalam PP selama 8 tahun. Dalam rapat gabungan di DPR RI kami usulkan menjadi 12 tahun. Dan sekarang usulan revisi itu ada di meja Presiden SBY,” ungkap dia.
Jika Presiden menyetujui, kata Busyro, KPK tidak akan goncang. “Tapi kalau tidak disetujui, maka kekuatan KPK akan rontok,” cetusnya.
Meski menyatakan tidak mampu menangani seluruh kasus korupsi di daerah, namun Busyro yang pernah menjabat ketua KPK Menggantikan Antasari Azhar ini menepis jika KPK disebut membiarkan korupsi di daerah mengakar.
“Tren korupsi di daerah semakin menguat. KPK Tidak membiarkan kondisi ini. Kalau membiarkan, tidak mungkin saya hadir disini (kampus UNIM). Satu-satunya cara, KPK membentuk jejaring yang bekerja secara fungsional. Diantaranya, dengan merevitalisasi kampus. Yuk kita bareng-bareng berantas korupsi,” sergah Busyro. (one)
Social