- Tuntut 22 Bedak di Area Relokasi PKL Alon-alon
“Kami menolak pembersihan lapak milik warga. Tanah yang kami tempati juga dulunya tanah cawisan yang sampai sekarang juga tidak dimanfaatkan. Makanya kami akan berupaya semaksimal mungkin agar lapak-lapak tetap berdiri,” kata Budi, warga Tropodo, Sabtu (22.12.2012).
Sikap penolakan, menurut Budi, juga buntut pembagian bedak di area relokasi PKL Alon-alon di kawasan Benpas yang diresmikan penggunaannya oleh Walikota Abdul Gani Suhartono, Jum’at kemarin.
Warga lingkungan Tropodo mendapatkan 11 bedak. Sementara yang dikehendaki sebanyak 22 bedak. “Pemkot hanya memberikan 11 bedak dari 22 bedak yang diusulkan warga. Diantara usulan itu termasuk 5 lapak liar yang sekarang jadi target Satpol PP,” ungkap Budi.
Sejak Jum’at malam, lanjut Budi, puluhan warga berkumpul di balai RW dan sudah bulat kata menggelar demo ke kantor Pemkot, jalan Gajahmada. Rencana itu dimatangkan, menyusul informasi yang didapat jika lima lapak warga bakal dilibas aparat gabungan Satpol PP dan Kepolisian setempat.
Berbagai alat peraga demo pun disiapkan. Seluruh warga lingkungan Tropodo bakal digerakkan. Namun rencana itu akhirnya diurungkan, setelah salah satu pejabat Pemkot datang dan memberi garansi jika tidak akan ada pembongkaran 5 lapak.
“Karena ada jaminan tidak akan ada pembongkaran, ya akhirnya demo yang sedianya ke kantor Pemkot dan rumah pribadi Walikota kita batalkan,” ungkap Budi.
Namun, sekitar pukul 9.00 WIB tadi pagi puluhan aparat Satpol PP didrop di salah satu lapak. Meski tidak melakukan pembongkaran, namun kehadiran puluhan aparat berseragam coklat itu pun menimbulkan tanda tanya besar. “Saya kaget juga, tiba-tiba aparat Satpol PP mendatangi salah satu lapak. Tentu saja pemilik lapak panik. Lalu pembongkaran lapak dilakukan sendiri oleh pemilik lapak,” kata Budi.
Yang dipertanyakan saat ini yakni garansi tidak ada pembersihan lapak. “Warga jangan hanya diredam saja. Tapi beri kepastian. Termasuk tuntutan 22 lapak. Kalau terus tidak ada kepastian, aksi demo pasti kami gelar,” ancam Budi.
Lurah Meri, Suharno mengatakan, tanah aset Pemkot yang semula tanah cawisan sebelum peralihan status desa Meri menjadi kelurahan Meri yang kini berdiri 5 lapak memang harus steril dari PKL.
Sementara soal aspirasi warga lingkungan Tropodo, menurut Suharno, sebenarnya sudah diakomodir Pemkot. Namun karena jumlah bedak yang diajukan lebih besar, Pemkot kembali melakukan penataan khusus. “Realisasinya ya 11 bedak di area relokasi PKL Alon-alon itu. Karena tidak mencakup semua usulan (22 bedak), sekarang sedang dicarikan solusi. Kita tata lagi,” katanya. (one)
Mojokerto-(satujurnal.com)
Langkah Pemkot Mojokerto membersihkan lima lapak milik warga lingkungan Tropodo, Kelurahan Meri, Kecamatan Magersari yang berdiri diatas tanah eks bengkok di kawasan jalan Benteng Pancasila (Benpas) menuai tentangan keras warga setempat. Selain mengklaim memiliki hak menempati tanah yang berada tepat di bawah rel kereta api itu, warga menilai Pemkot Mojokerto setengah hati mengakomodir kepentingan warga.
Langkah Pemkot Mojokerto membersihkan lima lapak milik warga lingkungan Tropodo, Kelurahan Meri, Kecamatan Magersari yang berdiri diatas tanah eks bengkok di kawasan jalan Benteng Pancasila (Benpas) menuai tentangan keras warga setempat. Selain mengklaim memiliki hak menempati tanah yang berada tepat di bawah rel kereta api itu, warga menilai Pemkot Mojokerto setengah hati mengakomodir kepentingan warga.
“Kami menolak pembersihan lapak milik warga. Tanah yang kami tempati juga dulunya tanah cawisan yang sampai sekarang juga tidak dimanfaatkan. Makanya kami akan berupaya semaksimal mungkin agar lapak-lapak tetap berdiri,” kata Budi, warga Tropodo, Sabtu (22.12.2012).
Sikap penolakan, menurut Budi, juga buntut pembagian bedak di area relokasi PKL Alon-alon di kawasan Benpas yang diresmikan penggunaannya oleh Walikota Abdul Gani Suhartono, Jum’at kemarin.
Warga lingkungan Tropodo mendapatkan 11 bedak. Sementara yang dikehendaki sebanyak 22 bedak. “Pemkot hanya memberikan 11 bedak dari 22 bedak yang diusulkan warga. Diantara usulan itu termasuk 5 lapak liar yang sekarang jadi target Satpol PP,” ungkap Budi.
Sejak Jum’at malam, lanjut Budi, puluhan warga berkumpul di balai RW dan sudah bulat kata menggelar demo ke kantor Pemkot, jalan Gajahmada. Rencana itu dimatangkan, menyusul informasi yang didapat jika lima lapak warga bakal dilibas aparat gabungan Satpol PP dan Kepolisian setempat.
Berbagai alat peraga demo pun disiapkan. Seluruh warga lingkungan Tropodo bakal digerakkan. Namun rencana itu akhirnya diurungkan, setelah salah satu pejabat Pemkot datang dan memberi garansi jika tidak akan ada pembongkaran 5 lapak.
“Karena ada jaminan tidak akan ada pembongkaran, ya akhirnya demo yang sedianya ke kantor Pemkot dan rumah pribadi Walikota kita batalkan,” ungkap Budi.
Namun, sekitar pukul 9.00 WIB tadi pagi puluhan aparat Satpol PP didrop di salah satu lapak. Meski tidak melakukan pembongkaran, namun kehadiran puluhan aparat berseragam coklat itu pun menimbulkan tanda tanya besar. “Saya kaget juga, tiba-tiba aparat Satpol PP mendatangi salah satu lapak. Tentu saja pemilik lapak panik. Lalu pembongkaran lapak dilakukan sendiri oleh pemilik lapak,” kata Budi.
Yang dipertanyakan saat ini yakni garansi tidak ada pembersihan lapak. “Warga jangan hanya diredam saja. Tapi beri kepastian. Termasuk tuntutan 22 lapak. Kalau terus tidak ada kepastian, aksi demo pasti kami gelar,” ancam Budi.
Lurah Meri, Suharno mengatakan, tanah aset Pemkot yang semula tanah cawisan sebelum peralihan status desa Meri menjadi kelurahan Meri yang kini berdiri 5 lapak memang harus steril dari PKL.
Sementara soal aspirasi warga lingkungan Tropodo, menurut Suharno, sebenarnya sudah diakomodir Pemkot. Namun karena jumlah bedak yang diajukan lebih besar, Pemkot kembali melakukan penataan khusus. “Realisasinya ya 11 bedak di area relokasi PKL Alon-alon itu. Karena tidak mencakup semua usulan (22 bedak), sekarang sedang dicarikan solusi. Kita tata lagi,” katanya. (one)
Social