Mojokerto-(satujurnal.com)
Komisi II DPRD Kota Mojokerto mendesak Pemkot Mojokerto bersikap tegas terhadap eks pedagang kaki lima (PKL) Alon-alon di area relokasi jalan Benteng Pancasila (Benpas) . Menyusul temuan sewa-menyewa bedak yang dilakukan sejumlah PKL.
Komisi II DPRD Kota Mojokerto mendesak Pemkot Mojokerto bersikap tegas terhadap eks pedagang kaki lima (PKL) Alon-alon di area relokasi jalan Benteng Pancasila (Benpas) . Menyusul temuan sewa-menyewa bedak yang dilakukan sejumlah PKL.
“Fasilitas berdagang yang diberikan PKL ini secara cuma-cuma, tapi faktanya ada yang dikomersilkan. Sejumlah PKL malah memindahtangankan dengan cara disewakan,” kata anggota Komisi II, Achmad Rusyad Manfaluti saat sidak di area relokasi Benpas, Jum’at (15/03/2013).
Yang paling disayangkan, ujar Falut, sapaan akrab Achmad Rusyad Manfaluti, hasil hearing antara Komisi II dengan tim relokasi dan perwakilan eks PKL Alon-alon yang tergabung dalam Hipam (himpunan pedagang alon-alon) tidak diindahkan Pemkot maupun PKL. “Kalau kesepakatan hearing dijalankan, ya tidak mungkin ada kasus-kasus begini," ucapnya.
Pengalihan pemakaian bedak, lanjut Falut, terjadi karena Pemkot Mojokerto tidak tegas menerapkan Perwali 19/2012 tentang Pusat Perdagangan PKL Kota Mojokerto. “Kalau semua pihak mematuhi perwali, tidak sampai terjadi pengalihan bedak dibawah tangan begini,” cetus politisi PKB tersebut.
Dalam sidak sawak Komisi yang membidangi perekonomian dan pembangunan didampingi Kasatpol PP Soemaryono dan Kepala UPT Pasar Sodikin, terungkap satu bedak terbuka berukuran 2 x 3 meter disewakan Rp 250 ribu per bulan.
“Rata-rata disewakan Rp 250 ribu setiap bulannya,” ujar Yasin, salah satu PKL dihadapan anggota Komisi II seraya menunjuk beberapa bedak yang sudah dialihtangankan.
Tak hanya pengalihan bedak, namun beberapa bedak diketahui ditinggalkan PKL. “Ya, sebagian ada yang ditinggalkan PKL. Alasannya, ukuran bedak sempit dan harus berhimpitan,” ungkap Yasin.
PKL yang memilih membiarkan bedak kosong dari beberapa PKL yang berdesakan tiga bedak dalam satu blok. Kondisi ini terjadi karena jumlah blok yang disediakan tak sebanding dengan jumlah PKL yang terhimpun dalam Hipam. Blok yang idealnya untuk 220 PKL, harus ditempati 238 PKL.
Ketua Hipam, Fredi tak menampik soal sewa-menyewa bedak dan penelantaran bedak. Namun ia berkilah kasus itu ekses dari relokasi yang dipaksakan. “Pemkot memaksakan relokasi dengan jumlah PKL hasil pendataan tahun 2009, sebanyak 210 PKL. Padahal, jumlah terakhir PKL sebelum relokasi sekitar 230 PKL.
Komisi II saat sidak PKL Benpas, Jum'at (15/03/2013) |
“Ya begini akibatnya kalau relokasi dipaksakan. Sebenarnya Hipam tidak mau direlokasi. Tapi bagaimana lagi, melawan pemerintah tidak mungkin menang,” lontar Fredi dihadapan awak Komisi II.
Lontaran Fredi menyulut amarah Komisi II. Disebut, Fredi berkilah dan cuci tangan. “Jangan set back begitu. Relokasi terjadi karena sudah ada titik temu dan sepakati semua PKL. Hipam yang diberi kelonggaran mengatur PKL, tapi yang diutamakan kepentingan pengurusnya. Buktinya pengurus mendapat bedak yang longgar, sementara banyak anggota Hipam yang berdesak-desakan. Kalau kemudian ada yang meninggalkan bedak, bahkan menyewakan, ini tak lepas dari peran Hipam,” kecam Sekretaris Komisi II, Sonny Basuki Raharjo.
Sonny meminta, PKL yang meninggalkan bedak dipanggil kembali. Sementara bedak yang disewakan harus dibatalkan. “Kita tata ulang,” tandas politisi Partai Golkar tersebut. (one)
Social