Tak Ada Pengetatan BOS Madin - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Tak Ada Pengetatan BOS Madin

Jombang-(satujurnal.com)
Wagub Jatim Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa pemberian bantuan operasional madrasah diniyah (BOS Madin) tetap menjadi program unggulannya bersama Gubernur  Soekarwo. Makanya tak ada upaya untuk semakin mengetati pemberian BOS Madin tersebut agar kian tahun jumlah penerimanya terus berkurang. Walaupun nyatanya, mulai tahun ini batas usia maksimal santri penerima BOS Madin itu dikurangi tiga tahun.

’’Semangat menurunkan batas maksimal usia santri Madin itu semata-mata agar santri lebih pintar dan administrasi di Madin lebih tertib. Jadi tidak benar kalau itu dikatakan upaya untuk mengurangi jumlah penerima BOS Madin,’’ kata Gus Ipul usai menghadiri doa bersama jelang unas yang digelar di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, kemarin. Sejak diluncurkan tiga tahun lalu, program BOS Madin menurutnya terus menerus melakukan  penyempurnaan administrasi. Sebab selain program anyar, program itu baru ada di Jatim. Tapi disisi yang lain, penyempurnaan itu berakibat pada pengetatan aturan Madin penerima. Sehingga akhirnya, Madin yang berhak menerima disyaratkan sudah mendapat pengakuan Kemenag setempat minimal tiga tahun. Lalu jumlah santri minimal 30 per kelas. Mulai tahun ini, usia santri juga diketati.

Untuk Madin Ula, batas usia maksimal santri yang sebelumnya 15 tahun dikurangi menjadi  12 tahun. Sedangkan batas usia santri Madin Wustho yang sebelumnya 18 tahun dikurangi menjadi 15 tahun. Sehingga kedua lembaga menjadi setara SD/MI dan SMP/MTs. Itu berarti, maksimal usia santri yang bisa memperoleh BOS Madin adalah 15 tahun. Kondisi itu tentu bertentangan dengan kondisi riil dilapangan. Sebab di pesantren salaf, rata-rata usai santri Madin berusia lebih dari 15 tahun. Sebab banyak santri yang baru masuk pesantren salaf pasca lulus SD/MI. Sehingga besar kemungkinan Madin yang tahun lalu memperoleh BOS tahun ini terancam tak lagi dapat karena usia santrinya sudah melebihi ketentuan.

 ’’Pengurangan usia itu agar santri lebih tertib. Kalau belajar dipesantren dan Madin harus sungguh-sungguh agar lulus tepat waktu. Ula setara SD dan Wusto setara SMP. Setelah itu harus sekolah lagi. Sebab santri itu harus pintar,’’ bebernya. Meski demikian, Gus Ipul menegaskan bahwa pengurangan usia dalam juklak dan juknis BOS Madin yang dikeluarkan Pemprov Jatim itu bukanlah harga mati. ’’Tujuan pengurangan usia santri penerima BOS Madin itu bagus. Tapi kalau memang tidak sesuai dengan kondisi riil dilapangan ya nanti bisa kita tinjau ulang. Karena semangat kita meluncurkan program BOS Madin ini adalah semangat APBD untuk rakyat.

Jadi semua pihak termasuk santri yang sebelumnya tak dapat jatah APBD melalui program itu sekarang bisa dapat,’’ tegasnya. Sampai sekarang, nominal BOS Madin sendiri tetap. Untuk tiap santri Madin Ula per bulan sebesar Rp 15 ribu sedangkan Madin Wustho Rp 25 ribu. Gurunya sendiri mendapat alokasi Rp 300 ribu per bulan. Agar bisa mendapatkannya, Madin yang sudah mendapat pengakuan Kemenag tiga tahun bisa mengirimkan proposal ke Dinas Pendidikan setempat agar tahun berikutnya mulai dapat. Anggaran dana BOS Madin itu sendiri merupakan sharing antara Pemprov Jatim dengan Pemkab/Pemkot setempat. (rg)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional