Foto ilustrasi (doc.istimewa) |
- Mengaku Bisa Belah Raga
Jombang-(satujurnal.com)
Sugondo, 35, mantan guru MTs pelaku pencabulan benar-benar pandai bersilat lidah. Kepada korbannya, dia mengaku sebagai titisan nabi dan si korban adalah titisan salah satu istrinya. Sementara dihadapan majelis hakim PN Jombang, dia mengaku punya ilmu bisa membelah raga jadi tujuh sehingga yang melakukan bukan dirinya yang sekarang dimejahijaukan.
Untungnya, majelis hakim bukanlah korban yang gampang diperdaya omongan pelaku. Majelis yang diketuai Toetik Ernawati dan beranggotakan Wiryatmo Lukito dan Vika Natalia justru melihat hal itu sebagai hal yang memberatkanya. Terdakwa yang tak mengakui perbuatannya dianggap tak punya itikad baik untuk bertobat, menyadari kesalahannya dan tak mengulangi kembali kejahatannya.
Atas sikukuh pelaku, majelis lantas menjatuhkan vonis persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Endang SH dan Galuh Mardiana SH. ’’Menghukum terdakwa 12 tahun penjara dan denda Rp 60 juta subsider kurungan 6 bulan,’’ kata Toetik yang memimpin persidangan, Kamis (25/04/2014).
Mendengar putusan tersebut, terdakwa langsung menyatakan banding.
Alasan lain yang memberatkan terdakwa adalah lantaran dia merupakan tokoh yang mestinya menjadi teladan. Namun nyatanya, dia justru melahap muridnya sendiri. Padahal dia sendiri sudah punya anak istri.
Sugondo yang merupakan warga Desa Tondowulan Kecamatan Plandaan ini merupakan mantan guru Fisika MTs di Kecamatan Plandaan. Dia juga aktivis PNPM dan tokoh masyarakat.
Tindakan bejat pelaku dimulai pada 2009 lalu. Saat itu, korban sebut saja Mekar,17, duduk di kelas VIII. Selain mengajar di kelas, pelaku juga memberikan pelajaran tambahan kepada korban dan teman-teman. Namun begitu usai les, korban diminta pulang belakangan. Saat itulah, korban dibujuk dan disetubuhi di kelas. Kepada korban, pelaku mengatakan bahwa dia titisan nabi dan korban adalah titisan salah satu istrinya. Makanya diharuskan menurut.
Usai kejadian pertama, pelaku meminta korban agar tak bercerita kepada siapapun. Dia juga mengancam akan mengguna-guna dan membuat hidupnya sengsara jika nekat cerita pada orang lain. Korban takut karena selama ini pelaku dikenal sebagai paranormal. Saat ada siswa yang sakit atau kesurupan, pelaku selalu ditunjuk untuk mengobati.
Mulus pada aksi pertama, pelaku lantas meneruskan kebiadabannya hingga berjalan empat tahun. Meski sudah lulus MTs dan melanjutkan studi ke madrasah aliyah dan tinggal di pesantren, pelaku masih kerap minta jatah. Modusnya, dia kerap menjemput korban di sekolah untuk disetubuhi di suatu tempat. ’’Saya pernah menolak tapi malah dipukuli,’’ aku korban.
Perbuatan pelaku baru terbongkar ketika korban duduk di kelas XI dan hamil. Keluarga yang baru mengetahui perbuatan pelaku tak terima dan langsung melaporkannya ke Polres November tahun lalu. Saat itu, korban hamil lima bulan.
’’Sekarang korban sudah melahirkan bayi perempuan. Penderitaan korban bisa terus dirasakan seumur hidup. Ini tak sebanding dengan hukuman yang dijatuhkan pada pelaku,’’ kata Solahudin, ketua Lembaga Perlindungan dan Pendampingan Anak (LP2A) yang mendampingi korban.
Meski demikian pihaknya mengaku menghormati putusan majelis hakim. ’’Secara hukum kita cukup puas dan berharap putusan tersebut menjadi pedoman para hakim lain dalam memutus perkara perkosaan maupun pencabulan anak,’’ bebernya.
Putusan itu menurutnya akan menjadi presedent baik bagi penindakan hukum pelaku-pelaku perkosaan dan pencabulan terhadap anak. ’’Karena pelaku mengajukan banding, LP2A akan terus melakukan advokasi hingga proses hukum terakhir sebab pelaku bisa saja kasasi bahkan PK jika tetap tidak menerimakan putusan tersebut,’’ paparnya.
LP2A sendiri akan selalu berusaha agar dalam putusan pengadilan yang lebih tinggi hukumannya bisa dinaikkan. ’’Kalau perlu 15 tahun sebagaimana hukuman maksimal seperti diatur pada pasal 81 UU Perlindungan Anak,’’ tegasnya. (rg)
Jombang-(satujurnal.com)
Sugondo, 35, mantan guru MTs pelaku pencabulan benar-benar pandai bersilat lidah. Kepada korbannya, dia mengaku sebagai titisan nabi dan si korban adalah titisan salah satu istrinya. Sementara dihadapan majelis hakim PN Jombang, dia mengaku punya ilmu bisa membelah raga jadi tujuh sehingga yang melakukan bukan dirinya yang sekarang dimejahijaukan.
Untungnya, majelis hakim bukanlah korban yang gampang diperdaya omongan pelaku. Majelis yang diketuai Toetik Ernawati dan beranggotakan Wiryatmo Lukito dan Vika Natalia justru melihat hal itu sebagai hal yang memberatkanya. Terdakwa yang tak mengakui perbuatannya dianggap tak punya itikad baik untuk bertobat, menyadari kesalahannya dan tak mengulangi kembali kejahatannya.
Atas sikukuh pelaku, majelis lantas menjatuhkan vonis persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Endang SH dan Galuh Mardiana SH. ’’Menghukum terdakwa 12 tahun penjara dan denda Rp 60 juta subsider kurungan 6 bulan,’’ kata Toetik yang memimpin persidangan, Kamis (25/04/2014).
Mendengar putusan tersebut, terdakwa langsung menyatakan banding.
Alasan lain yang memberatkan terdakwa adalah lantaran dia merupakan tokoh yang mestinya menjadi teladan. Namun nyatanya, dia justru melahap muridnya sendiri. Padahal dia sendiri sudah punya anak istri.
Sugondo yang merupakan warga Desa Tondowulan Kecamatan Plandaan ini merupakan mantan guru Fisika MTs di Kecamatan Plandaan. Dia juga aktivis PNPM dan tokoh masyarakat.
Tindakan bejat pelaku dimulai pada 2009 lalu. Saat itu, korban sebut saja Mekar,17, duduk di kelas VIII. Selain mengajar di kelas, pelaku juga memberikan pelajaran tambahan kepada korban dan teman-teman. Namun begitu usai les, korban diminta pulang belakangan. Saat itulah, korban dibujuk dan disetubuhi di kelas. Kepada korban, pelaku mengatakan bahwa dia titisan nabi dan korban adalah titisan salah satu istrinya. Makanya diharuskan menurut.
Usai kejadian pertama, pelaku meminta korban agar tak bercerita kepada siapapun. Dia juga mengancam akan mengguna-guna dan membuat hidupnya sengsara jika nekat cerita pada orang lain. Korban takut karena selama ini pelaku dikenal sebagai paranormal. Saat ada siswa yang sakit atau kesurupan, pelaku selalu ditunjuk untuk mengobati.
Mulus pada aksi pertama, pelaku lantas meneruskan kebiadabannya hingga berjalan empat tahun. Meski sudah lulus MTs dan melanjutkan studi ke madrasah aliyah dan tinggal di pesantren, pelaku masih kerap minta jatah. Modusnya, dia kerap menjemput korban di sekolah untuk disetubuhi di suatu tempat. ’’Saya pernah menolak tapi malah dipukuli,’’ aku korban.
Perbuatan pelaku baru terbongkar ketika korban duduk di kelas XI dan hamil. Keluarga yang baru mengetahui perbuatan pelaku tak terima dan langsung melaporkannya ke Polres November tahun lalu. Saat itu, korban hamil lima bulan.
’’Sekarang korban sudah melahirkan bayi perempuan. Penderitaan korban bisa terus dirasakan seumur hidup. Ini tak sebanding dengan hukuman yang dijatuhkan pada pelaku,’’ kata Solahudin, ketua Lembaga Perlindungan dan Pendampingan Anak (LP2A) yang mendampingi korban.
Meski demikian pihaknya mengaku menghormati putusan majelis hakim. ’’Secara hukum kita cukup puas dan berharap putusan tersebut menjadi pedoman para hakim lain dalam memutus perkara perkosaan maupun pencabulan anak,’’ bebernya.
Putusan itu menurutnya akan menjadi presedent baik bagi penindakan hukum pelaku-pelaku perkosaan dan pencabulan terhadap anak. ’’Karena pelaku mengajukan banding, LP2A akan terus melakukan advokasi hingga proses hukum terakhir sebab pelaku bisa saja kasasi bahkan PK jika tetap tidak menerimakan putusan tersebut,’’ paparnya.
LP2A sendiri akan selalu berusaha agar dalam putusan pengadilan yang lebih tinggi hukumannya bisa dinaikkan. ’’Kalau perlu 15 tahun sebagaimana hukuman maksimal seperti diatur pada pasal 81 UU Perlindungan Anak,’’ tegasnya. (rg)
Social