Dewan Desak Dispenduk Patuhi Putusan MK - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Dewan Desak Dispenduk Patuhi Putusan MK

Jombang-(satujurnal.com)  
Kalangan anggota DPRD Kabupaten Jombang meminta Dispenduk setempat tak lagi memungut denda keterlambatan pengurusan akta kelahiran dan meniadakan persyaratan penetapan pengadilan. Sebab ketentuan Perda terkait hal tersebut menurut mereka otomatis gugur setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XI/2013 tertanggal 30 April 2013 tentang Pengujian UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

’’Dispenduk harus segera mengambl kebijkan sesuai putusan MK tanpa harus menunggu petunjuk bupati maupun perubahan Perda. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat, untuk itu semua pihak harus taat,’’ kata Solikhin Ruslie, anggota Komisi A DPRD Jombang yang membidangi hukum, Kamis (02/05/2013).

Apalagi menurutnya, untuk menindaklnjuti putusan MK itu tidak perlu ada regulasi. ’’Tak perlu nunggu regulasi karena sifatnya pembebasan yang sangat berbeda dengan putusan yang bersifat pembebanan yang tentu memerlukan regulasi khusus,’’ paparnya.

Selanjutnya, dia meminta bupati segera mengajukan perubahan Perda pasca putusan MK tersebut kepada DPRD. Di Jombang ada Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 93 Perda itu menyebutkan bahwa laporan kelahiran harus dilakukan paling lambat 60 hari setelah kelahiran. Jika lebih maka akan ada denda Rp 100 ribu rupiah. Jika lebih dari setahun, selain denda itu juga diharuskan memperoleh penetapan pengadilan dengan membayar sebesar Rp 250 ribu.

Perda itu dibuat dengan mengacu pada UU Administrasi Kependudukan utamanya pasal 32 yang digugat ke MK. Gugatan dilakukan khususnya pada ayat 1 yang berbunyi bahwa pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 hari sampai satu tahunsejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.

MK menyatakan kata persetujuan dalam pasal 32 ayat (1) UU Nomor 23/2006 bertentangan dengan UUD 1945.Putusan selanjutnya menyatakan bahwa frasa
“sampai dengan satu tahun”dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 23/2006 tidak mempunya kekuatan hukum mengikat.MK menilai frasa “persetujuan” yang termuat dalam Pasal 32 ayat (1) UU 23/2006 dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dalam proses pencatatan dan penerbitan akta kelahiran karena persetujuan bersifat internal di Instansi Pelaksana.

’’Oleh karena itu, menurut MK, untuk menentukan kepastian hukum yang adil, dicatat atau tidak dicatatnya kelahiran yang terlambat dilaporkan perlu keputusan dari Kepala Instansi Pelaksana yang didasarkan pada penilaian mengenai kebenaran tentang data yang diajukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,’’ tutur aktivis berkacamata minus ini.

Keputusan MK juga merubah pasal 32 Ayat (2) UU 23/2006 yang menyatakan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu satu tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan penetapan PN. Untuk ayat itu MK memutuskan bahwa ayat di atas bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunya kekuatan hukum mengikat. (rg)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional