LIinK Desak Kejaksaan Usut Pungli Prona - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

LIinK Desak Kejaksaan Usut Pungli Prona

Foto ilustrasi (doc.istimewa)
Jombang-(satujurnal.com) 
Banyaknya kepala desa yang masuk penjara gara-gara kasus ajudikasi tampaknya belum menimbulkan efek jera. Kini kembali banyak aduan terkait maraknya pungutan liar (pungli) dalam program sertifikasi tanah gratis melalui Program Nasional Agraria (Prona).

Salah satunya sebagaimana terjadi di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang.’’Kita menerima aduan terkait adanya pungutan Rp 300 ribu untuk warga yang ingin mengikuti Prona di salah satu desa di Kecamatan Ngoro. Kita berharap kejaksaan mengusut kasus ini agar tidak semakin banyak menimbulkan kerugian pada warga,’’ kata Aan Anshori, direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK).

Kepada Aan, warga itu mengaku diminta membayar Rp 300 dimuka. Yakni sebelum menyerahkan syarat-syarat untuk mengikuti Prona. Serta sebelum dilakukan pengukuran terhadap bidang yang hendak disertifikatkan.

’’Kalau tidak mau membayar warga ini diancam tak akan diikutkan Prona,’’ tegasnya.
Nah, karena memang benar-benar miskin, warga ini pun tak punya uang untuk membayar Rp 300 ribu. Sehingga akhirnya dia benar-benar dicoret dari data penerima Prona.

’’Ini jelas penyimpangan yang mencederai azaz keadilan, karena sebenarnya Prona telah didanai APBN,’’ tegasnya.

Prona sendiri diluncurkan agar bidang-bidang yang belum tersertifikatkan segera bersertifikat. Ini terutama ditujukan kepada warga tak mampu yang ingin menyertifikatkan tanahnya. Makanya selama beberapa tahun, Bank Dunia sampai tergerak untuk memberikan pinjaman guna mendanai program tersebut.

Sejatinya, semua biaya Prona yang meliputi biaya pendaftaran,biaya pengukuran dan biaya pemeriksaan tanah hingga penerbitan sertifikatnya adalah gratis. ’’Tapi nyatanya ini per bidang dimintai Rp 300 ribu,’’ tegasnya.

Sejak 2005, jumlah kepala desa yang terseret kasus sertifikasi tanah semacam Prona itu cukup banyak. Sebagian besar diantara mereka malah sampai mendekam bertahun-tahun di penjara. Saat itu, program sertifikasi tanahnya masih bernama ajudikasi. Persis dengan Prona. Program itu gratis tapi dilapangan banyak terjadi pungutan.

Pasca terseretnya sejumlah kepala desa itu, beberapa kades akhirnya enggan menerima program semacamnya. Sehingga pada 2010, ribuan jatah Prona tak terpakai dan harus dikembalikan. Dua tahun terakhir, Prona mulai kembali diterima tanpa ada suara sumbang. Tapi tahun ini, tiba-tiba kembali muncul keluhan pungutan. (rg)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional