Gagal Ginjal Bukan Dominasi Usia Dewasa - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Gagal Ginjal Bukan Dominasi Usia Dewasa

foto ilustrasi (doc.istimewa)
KESIBUKAN tenaga medis dan paramedis di unit Hemodialisa (HD) atau cuci darah RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto melayani pasien gagal ginjal seolah tanpa jedah. Silih berganti pasien yang divonis ginjalnya tak lagi berfungsi sempurna dan harus menjalani cuci darah bergelut dengan mesin pencuci darah di rumah sakit bertipe B ini. 

Empat unit alat pencuci darah di rumah sakit ini pun seolah tak pernah berhenti dioperasikan. Dalam sehari, setidaknya mesin ini difungsikan untuk empat pasien. Satu kali proses pencucian darah memakan waktu sekitar empat jam. Deret hitung daftar tunggu untuk berakrab dengan mesin ini pun terus memanjang. Setidaknya, saat ini sudah tercatat 17 pasien yang antri untuk dilayani cuci darah.


Wakil Direktur RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo, Sugeng Mulyadi mengatakan, sebenarnya pasien gagal ginjal tidak dinominasi usia dewasa atau lanjut usia saja. Anak kecil dan usia produktif pun rentan terhadap penyakit yang disebabkan menurunnya fungsi ginjal ini. Jika fungsi ginjal terus menurun, maka peran vital untuk menyaring membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta menjaga tekanan darah, tidak bisa diandalkan lagi.

Maka cuci darah mau tak mau harus dilakukan untuk mengganti tugas ginjal yang sehat. Prosedur cuci darah ini ditempuh saat kerusakan ginjal telah mencapai 85-90 persen atau gagal ginjal terminal. “Pada pasien gagal ginjal terminal, ginjal tidak dapat lagi berfungsi seperti sediakala,” kata dokter spesialis urologi ini.

Pada proses dialisis, ujar Sugeng, darah akan dialirkan ke luar tubuh dan disaring. Lalu darah yang telah disaring dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui mesin dialisis. “Biasanya dialisis dilakukan 2 kali seminggu, setiap proses memakan waktu sekitar empat jam,” katanya.

Ditekankan Sugeng, cuci darah harus dilakukan secara teratur untuk menghindari efek yang tidak diinginkan akibat penumpukan sisa metabolime maupun cairan dalam tubuh. “Karena hanya bersifat menggantikan fungsi ginjal, bukan menyembuhkannya, tindakan dialisis harus dilakukan selama seumur hidup, kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal," katanya.

Biang gagal ginjal, ujar Sugeng, diantaranya hipertensi, diabetes dan ketidakteraturan pola makan dan minum. “Minuman suplemen, zat pewarna makanan menjadi kontributor yang cukup tinggi bagi terjadinya gagal ginjal, selain juga obat analgesik yang dikonsumsi diluar anjuran dokter,” ingat dia.

Momok bernama cuci darah atau hemodialisis ini pula yang kini dihadapi Sus, salah satu pasien gagal ginjal di RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo. Ia sudah menjalani 84 kali cuci darah diusianya yang relatif muda, 32 tahun.

Jika sebelumnya Ibu rumah tangga dua anak warga Lingkungan Kuwung, Kelurahan Meri, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto ini menjalani cuci darah di RSU Dr Soetomo, Surabaya, kini ia cukup menjalani proses itu di rumah sakit plat merah milik Pemkot Mojokerto ini.

“Sebelumnya saya menjalani cuci darah di RSU Dr Soetomo. Memang dari segi biaya gratis. Tapi dari segi waktu dan biaya untuk transportasi, tentunya tidak gratis. Adanya cuci darah disini (RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo) sangat mengurangi beban saya,” ujar nya seraya mengatakan, selain teringankan soal transportasi, menjalani proses cuci darah tak harus merepotkan keluarganya, karena dengan berkendara sepeda motor, ia sudah menjangkau unit HD di rumah sakit ini. (one)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional