Tidak kurang dari 500 orang warga Desa Lakar Dowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, ngluruk manajemen pabrik pengolah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), PT Putera Restu Ibu Abadi (PRIA) yang berada di lingkungan mereka, Rabu (3/10/2013).
Meski kemudian ketahui pemerintah sudah menutup pabrik , namun warga menuntut agar limbah yang terlanjur dipendam dan ditutup plat beton di-clean up. Pasalnya, akibat penimbunan limbah, air sumur resapan milik warga berpotensi menjadi biang berbagai penyakit. Warna air sumur mereka menjadi keruh dan hitam.
"Warna air sumur berubah jadi kehitaman. Anak-anak juga banyak yang gatal-gatal," teriak salah seorang ibu dengan kepala bertopi panci, di tengah-tengah aksi.
Sebagian besar kaum ibu-ibu yang ikut demo mengusung alat-alat dapur untuk beraksi. Tidak hanya panci, mereka juga membawa wajan, dandang, hingga timba dan peralatan rumah tangga lainnya. Mereka bergabung bersama suaminya, berjuang mendesak penutupan pabrik pengolah limbah yang berdiri sejak 2011 tersebut.
"Pabrik harus ditutup secara permanen," teriak Sumaji, koordinator warga.
Warga terus berorasi dan ibu-ibu terus menggelar aksi sambil memukul-mukul alat dapur. Apalagi ditengarai, sejak beroperasi, pabrik ini tak mengolah limbah sesuai standar.
Mereka menuntut manajemen pabrik bertanggung jawab atas kondisi dan dampak yang timbul yang dirasakan ratusan tiga dusun, yakni Dusun Kedung Palang, Sambi Gembol, dan Sumber Wuluh.
Sumur mereka yang diklaim warga kehitaman juga harus pabrik yang bertanggung jawab. "Kembalikan lahan kami seperti semula," tegas Sumaji.
Setelah menggelar aksi, Perwakilan PT Putra Restu Ibu Abadi, Nur Sholikudin, menemui warga. Dia menjelaskan bahwa saat ini sudah tak ada lagi aktivitas pabrik mengolah limbah. "Kami sudah menerima surat dari pemerintah (pusat) bahwa untuk menutup aktivitas pabrik. Kami sudah lakukan," kata Nur.
Mendengar penjelasan ini, warga makin kecewa. Ternyata pabrik itu berdiri tanpa mendapat ijin pemerintah. Sebab, penutupan aktivitas pabrik itu terkait ijin pabrik pabrik berskala nasional yang menempati lahan belasan hektar di tengah pemukiman tersebut.
Sebelumnya, Senin (19/08/2013) warga ngluruk kantor kecamatan, kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH), hingga kantor Satpol PP,
Desakan warga terhadap pemerintah itu bukan tanpa alasan yang jelas. Perusahaan yang berdiri sejak dua tahun terakhir ini dinilai tak memperhatikan dampak lingkungan yang terjadi di kemudian hari. Pasalnya, limbah yang masuk ke dalam pabrik, tak pernah dilakukan pengolahan. Namun terjadi penimbunan dan pembakaran.
Menurut warga, agar tak terlalu mencolok proses penimbunan itu, perusahaan tersebut mengeruk tanah hingga kedalaman puluhan meter. Kemudian limbah yang datang langsung dimasukkan ke dalam lubang besar lalu dipadatkan dengan alat berat.
Sekretaris BLH Sindung Haribowo ini juga menuturkan, pengolahan limbah yang tak sesuai dengan aturan dikhawatirkan membahayakan sumber air di sekitarnya. ’’Tentunya, kita hanya ingin tindakan tegas dari pemerintah untuk segera menutup area pabrik,’’ pungkas warga. (one)
Social