Jakarta-(satujurnal.com)
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan pasangan calon gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Herman Sumawiredja (Berkah) terhadap KPU Jawa Timur dan pasangan Petahanah Soekarwo-Syaifullah Yusuf (KarSa) dalam sidang sengketa Pilkada Jatim di ruang sidang Pleno MK, Senin (7/10/2013).
Termaktub dalam amar putusan perkara Nomor 117/PHPU.D-XI/2013, menolak permohonan pasangan Berkah untuk seluruhnya. Putusan ditetapkan dalam dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Muhammad Alim, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai anggota, pada hari Kamis, 3 Oktober 2013, dan diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Senin, 7 Oktober 2013, selesai diucapkan pukul 16.43 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu, Hamdan Zoelva, selaku Ketua merangkap Anggota, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Muhammad Alim, Arief Hidayat, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Patrialis Akbar, masing-masing sebagai anggota, dengan didampingi oleh Ida Ria Tambunan dan Achmad Edi Subiyanto sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh pasangan Berkah dan kuasanya, KPU Jatim dan kuasanya, dan Pihak Terkait, KarSa dan kuasanya
Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelvah menggantikan posisi yang sebelumnya dipegang Akil Mochtar yang kini menjadi tahanan KPK atas dugaan kasus suap pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Dalam amar putusannya, dinyatakan semua dalil Berkah terkait pemilukada Jatim yang disebut berlangsung secara sistematis, terstruktur dan masif hingga menguntungkan incumbent pasangan KarSa tidak terbukti.
Begitu sidang dinyatakan selesai, pasangan KarSa yang hadir dalam sidang langsung berpelukan. Tak berselang lama, Soekarwo dan Syaifullah Yusuf pun mendekat Khofifah Indar Parawansa. Dua rival ketat dalam dua kali pemilukada langsung di Jawa Timur ini pun bersalaman. Sejenak kemudian Khofifah beringsut meninggalkan ruang sidang.
Sebelumnya, dalam upaya menguatkan argumentasinya, Pasangan Berkah dan Karsa masing-masing menghadirkan ahli dalam sidang lanjutan sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur, Rabu (2/10.2013) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
Pada persidangan saat itu, Pasangan Berkah selaku Pemohon menghadirkan empat ahli, sedangkan Pasangan Karsa sebagai Pihak Terkait menghadirkan dua ahli. Dari Pemohon, hadir ahli Tjipta Lesmana, Rizal Ramli, Maruarar Siahaan, dan Irmanputra Sidin. Adapun ahli dari Pihak Terkait, hadir Candra Fajri Ananda dan Zudan Arif Fakrullah.
Dalam keterangan ahlinya, Tjipta Lesmana mengungkapkan, Pasangan Karsa sangat diuntungkan sebagai pasangan kepala daerah incumbent. Menurutnya, pasangan ini dapat dengan mudah membonceng program-program pemerintah daerah untuk meningkatkan elektabiltasnya. Salah satunya adalah melalui Program Jalin Kesra yang menyasar masyarakat miskin dengan jargon bantuan sosial dari Gubernur Soekarwo atau Pakde Karwo.
“Mendadak saat mau Pemilukada Gubernur, petahana menjadi murah hati, menjadi sinterklas membagi-bagikan uang,” ujarnya.
Sebaliknya, ujar Tjipta, bagi Pasangan Berkah yang tidak memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan hanya mempunyai modal sedikit, tidak dapat berbuat apa-apa terhadap hal itu.
“Pasangan peserta pilkada dengan nomor urut empat (Berkah), sama sekali tidak mempunyai peluang seperti yang dimiliki oleh peserta dengan nomor urut satu (Karsa) untuk membagi-bagikan uang. Jelas sekali ini amat sangat tidak adil dan menciderai salah satu prinsip utama demokrasi yaitu equals oportunity,” ucapnya.
Sanksi berupa Pemilu Ulang, menurut Tjipta, tidaklah sepadan dengan kecurangan membagi-bagi uang kepada masyarakat dalam Pemilukada sebagaimana dilakukan oleh Pasangan Karsa.
“Politisi yang melakukan itu sesungguhnya bisa dikualifikasikan cacat moral,” tegasnya.
Paling tidak, dia berpandangan, kepala daerah yang membagi-bagikan uang demi meraih kemenangan, telah menerapkan prinsip Machiavelli, yaitu politik menghalalkan segala cara. Oleh karenanya, sudah sepantasnya Pasangan Karsa didiskualifikasi dalam Pemilukada Jatim 2013. “Sekali kita mentolerir praktik curang dan ketidakadilan di suatu daerah maka ketidakadilan akan menyebar ke mana-mana,” ia mengingatkan.
Senada dengan pandangan Tjipta, Pakar Hukum Irman Putra Sidin juga mengungkapkan bahwa pada umumnya dalam penyelenggaraan Pemilukada, calon petahana sangat diuntungkan dengan posisinya sebagai pemegang kuasa dan pengambil kebijakan. Kecenderungannya, para petahana secara pelan-pelan meninggalkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dalam menjalankan kekuasaanya dan semakin gencar melakukan upaya agar terpilih kembali pada pemilukada berikutnya. “Demi tujuan elektoral,” katanya.
Dia menyatakan, ada kecenderungan baru pada pola pelanggaran dalam proses Pemilu, yakni pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terjadi jauh sebelum digelarnya Pemilu. Di mana calon petahana menjadikan program-program pemerintahannya untuk kepentingan elektoral pada masa berikutnya.
“Proses metamorfosa konstitusional pelanggaran hasil pemilu mungkin bisa jadi akan bergerak ke arah sana. Bahwa yang namanya terstruktur, sistematis, dan masif itu bukan saja dimulai dari tahapan proses pemilu hingga hasil, tapi bisa jadi adalah terstruktur, sistematis, dan masif itu terancang sejak kekuasaan itu dipegang oleh yang berkuasa.”
Menurut Rizal Ramli, adanya politik anggaran yang dilakukan oleh Pasangan Karsa, dapat dikategorikan sebagai praktik korupsi dalam skala yang besar.
“Dengan sengaja pasangan nomor urut satu melakukan politik kartel, yaitu dengan mencegah lawannya yang potensial untuk menang,” tambahnya. Menurutnya, politik kartel ini membunuh demokrasi, khususnya pada bagian hulu.
Selain itu, Rizal juga mengomentari terkait penolakan Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (Termohon) saat diminta mencetak ulang formulir untuk memasukkan nama Pasangan Berkah yang pada akhirnya berujung pada keputusan untuk melakukan stikerisasi. Menurutnya, stikerisasi dalam praktiknya tidak berjalan dengan baik serta alasan waktu dan anggaran yang dilontarkan Termohon, sebenarnya tidak dapat dibenarkan.
“Permainan waktu itu biasanya jadi mainan birokrat,” ujarnya meragukan.
Oleh karena itu, dia juga berpendapat, jika nanti diputuskan untuk mengabulkan permohonann Pemohon, maka MK sebaiknya mendiskualifikasi Pasangan Karsa agar tidak terjadi lagi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. “Kami sedih sekali karena para pelaku kecurangan tidak pernah menyesal. Tidak merasa bersalah. Tidak kapok. Dan kalau ada kesempatan, akan mengulangi pola yang sama. Sesungguhnya kecurangan ini sudah pernah terjadi pada tahun 2008. Nggak kapok-kapok diulangi lagi pada tahun 2013 ini,” ungkapnya.
Sementara Maruarar Siahaan menjelaskan tentang posisi data kuantitatif yang berupa statistik dan hitung-hitungan anggaran dalam pembuktian di pengadilan. Hal ini berkaitan dengan data statistik terkait postur APBD Jawa Timur dari tahun ke tahun yang menunjukkan adanya lonjakan ketika semakin dekat dengan pelaksanaan Pemilukada.
“Kalau di dalam hukum acara pembuktian, orang tidak menggunakan statistik sebagai alat bukti tetapi juga di dalam hukum pembuktian modern itu digunakan sebagai suatu petunjuk yang sangat-sangat kokoh dalam melihat hubungan kausalitas antara suatu sebab dengan akibat,” urainya.
Menurut Maruarar, dalam perkara ini beban pembuktian seharusnya ada pada KPU Jatim dan Pasangan Karsa, bukan pada Pasangan Berkah. “Di dalam suatu kondisi dimana penguasaan data, penguasaan kebijakan itu ada pada salah satu pihak, (sebagaimana) di dalam sengketa ini, maka kita harus membalikkan beban membuktikan itu. Jadi sekarang tidak lagi Pemohon, tapi Termohon dan Pihak Terkait yang harus membuktikan bahwa semua dalil Pemohon adalah tidak benar.”
Sementara itu, ahli Pihak Terkait Ahli Keuangan Daerah Candra Fajri Ananda menyatakan bahwa perencanaan dan pengelolaan keuangan pada APBD Jawa Timur, sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bahkan, proses perencanaan dan pengelolaan anggaran tersebut sudah dievaluasi dan diaudit oleh berbagai instansi yang berwenang.
“Jika terjadi ada sesuatu yang tidak sejalan dengan kepentingan dan prioritas pemerintah pusat maka dokumen-dokumen itu akan dikembalikan untuk diproses kembali oleh pemerintah daerah. Jika ada komponen belanja yang tidak mempunyai dasar perencanan maka itu bisa dikatakan salah,” ujarnya.
Adanya dana bantuan sosial dan infrastruktur di desa-desa, kata Candra, adalah suatu hal yang wajar. Karena hal ini termasuk prioritas yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Menurut Candra, beberapa predikat terkait mekro ekonomi dan pengelolaan keuangan di Jawa Timur, dapat menjadi bukti bahwa pengelolaan anggaran daerah Jatim sudah sangat baik.
“KPK telah menyatakan melalui indeks pemerintah daerah bahwa Jawa Timur adalah pemerintah yang bersih. Dan ini diterbitkan oleh KPK bisa diakses dalam websitenya, dan Jawa Timur mendapatkan ranking nomor dua dari 33 provinsi yang ada di wilayah NKRI,” urainya.
Zudan Arif Fakrullah menegaskan, anggaran yang dikelola oleh Pemprov Jawa Timur telah sesuai dengan rencana pengelolaan keuangan nasional yang ditentukan oleh pemerintah pusat. “Artinya, kementerian dalam negeri sudah menjaga agar APBD Provinsi Jawa Timur tidak keluar dari pola penganggaran yang ada ataupun pola dan sistem yang sudah ada dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,” paparnya.
Terhadap isu terkait Bansos, menurut Zudan, belanja Bansos di Jawa Timur 2013 lebih rendah dari rata-rata Bansos nasional. “Dari aspek rasio, rasio ini adalah rasio antara belanja bantuan sosial dengan keseluruhan APBD Jawa Timur rasionya adalah setengah persen. Rasio belanja Bansos nasional adalah 1,1%. Ini rasio yang ada pada tahun 2013,” jelasnya. (one/bmk)
Social