Jombang-(baroatujurnal.com)Ratusan konflik menyangkut sumber daya alam (SDA) dan agraria di Indonesia yang menimbulkan banyak korban dari masyarakat sipil memicu semangat warga nadliyin untuk bergerak membentuk fron dan menelurkan resolusi mendesak pemerintah turun tangan secara serius. Selain mencetuskan Resolusi Jihad Jilid II, juga menggelar ruwat bumi agar Indonesia terhindar dari bencana.
“Konflik SDA menjadi permasalahan besar yang dihadapi Indonesia pasca-reformasi. Tahun 2013 tercatat 232 konflik SDA dan Agraria di 98 kabupaten dan kota di 22 provinsi di Indonesia yang mengorbankan hak warga,” kata Ubaidilah Ketua Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FN-KSDA) dalam rangkaian menelurkan Resolusi Jihad 2 dan Ruwat Bumi, di Jombang, Minggu (08/12/2013).
Resolui Jihad Jilid II, ujar Ubaidilah, dicetuskan karena konflik SDA dan agraria merupakan bentuk penjajahan baru. Warga nadliyin pun tak sedikit yang jadi korban konflik ini.
. “Kalau resolusi Jihad di jaman revolusi dicetuskan para kyai nadliyin untuk mengusir penjajah yang mencoba melakukan invasi di Surabaya, resolusi jihad 2 untuk melibas penjajahan baru di era reformasi saat ini yang banyak mengorbankan warga nadliyin dan masyarakat pada umumnya,” tandas dia.
FN-KSDA, ujar Ubaidilah, prihatin dengan banyaknya kasus-kasus SDA yang melibatkan petani dan masyarakat. Ia menyebut sejumlah kasus. Diantaranya kasus pertambangan batu bara di Samarinda, kasus rencana industri semen di Pati, dan kasus perebutan lahan di Urutsewu, Kebumen. Juga kasus SDAdi Mojokerto dan Jombang terkait penambangan illegal yang berujung pada kerusakan alam dan membahayakan lingkungan. Pun persoalan ganti untung korban lumpur Lapindo Sidoarjo yang sampai saat ini belum tuntas.
“Pemerintahan Republik Indonesia harus secepatnya menghentikan usaha-usaha kapitalis ekstraktif yang membahayakan kedaulatan NKRI,” serunya.
Deklarasi Resolusi Jihad Jilid II ini juga diramaikan dengan kesenian Tari Remo oleh sejumlah pegiat kesenian dari kota santri jombang. Sementara untuk gelar ruwat bumi, ditampilkan kesenian Barongan dari Pati Jawa Tengah. “Ruwatan bumi sebagai simbol dan harapan agar bumi pertiwi tetap subur dan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tukas Ubaidilah. (rg)
“Konflik SDA menjadi permasalahan besar yang dihadapi Indonesia pasca-reformasi. Tahun 2013 tercatat 232 konflik SDA dan Agraria di 98 kabupaten dan kota di 22 provinsi di Indonesia yang mengorbankan hak warga,” kata Ubaidilah Ketua Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FN-KSDA) dalam rangkaian menelurkan Resolusi Jihad 2 dan Ruwat Bumi, di Jombang, Minggu (08/12/2013).
Resolui Jihad Jilid II, ujar Ubaidilah, dicetuskan karena konflik SDA dan agraria merupakan bentuk penjajahan baru. Warga nadliyin pun tak sedikit yang jadi korban konflik ini.
. “Kalau resolusi Jihad di jaman revolusi dicetuskan para kyai nadliyin untuk mengusir penjajah yang mencoba melakukan invasi di Surabaya, resolusi jihad 2 untuk melibas penjajahan baru di era reformasi saat ini yang banyak mengorbankan warga nadliyin dan masyarakat pada umumnya,” tandas dia.
FN-KSDA, ujar Ubaidilah, prihatin dengan banyaknya kasus-kasus SDA yang melibatkan petani dan masyarakat. Ia menyebut sejumlah kasus. Diantaranya kasus pertambangan batu bara di Samarinda, kasus rencana industri semen di Pati, dan kasus perebutan lahan di Urutsewu, Kebumen. Juga kasus SDAdi Mojokerto dan Jombang terkait penambangan illegal yang berujung pada kerusakan alam dan membahayakan lingkungan. Pun persoalan ganti untung korban lumpur Lapindo Sidoarjo yang sampai saat ini belum tuntas.
“Pemerintahan Republik Indonesia harus secepatnya menghentikan usaha-usaha kapitalis ekstraktif yang membahayakan kedaulatan NKRI,” serunya.
Deklarasi Resolusi Jihad Jilid II ini juga diramaikan dengan kesenian Tari Remo oleh sejumlah pegiat kesenian dari kota santri jombang. Sementara untuk gelar ruwat bumi, ditampilkan kesenian Barongan dari Pati Jawa Tengah. “Ruwatan bumi sebagai simbol dan harapan agar bumi pertiwi tetap subur dan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tukas Ubaidilah. (rg)
Social