Mojokerto-(satujurnal.com)
Sejumlah anggota Satgas Antinarkoba bentukan Pemkot Mojokerto gerah disebut kecolongan hingga tak mengetahui tumbangnya belasan korban minuman keras (miras) oplosan atau cukrik. Sebaliknya mereka mempertanyakan keseriusan Pemkot Mojokerto memunculkan satgas yang beratribut rompi warna oranye tersebut.
“Kalau Walikota menilai kami teledor, tidak mengetahui jatuhnya korban cukrik, tentu saja kami keberatan. Karena, sejauh ini anggota satgas tidak dibekali pengetahuan atau pun ketentuan soal tugas dan fungsinya,” kata Gatot, anggota Satgas Antinarkoba wilayah Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari disela-sela rapat Satgas Antinarkoba yang dibuka Walikota Mas’ud Yunus dan Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Widji Suhartini di Ruang Nusantara, Pemkot Mojokerto, Kamis (09/01/2014).
Pasca launching Satgas Antinarkoba di GOR dan Seni Mojopahit, Jalan Gajahmada Kota Mojokerto Maret 2012 lalu, ujar Gatot, tak ada lagi sentuhan dari Pemkot. “Sekedar dibentuk saja. Mungkin kepentingannya unjuk gigi untuk kekuatan Pilwali lalu,” singgung dia.
Menurut Gatot, Satgas Antinarkoba yang merupakan relawan murni jangan hanya dipasang sekedar menunjukkan jika daerah punya satgas. “Tapi beri pemahaman, petunjuk yang benar. Kami ini murni relawan, bukan satgas bayaran,” tandas dia.
Joni, anggota Satgas Antinarkoba Kelurahan Magersari, Kecamatan Magersari mengaku gamang untuk meneruskan hasil pantauannya terkait temuan pelaku miras dan narkoba.
“Terus terang saya tidak mau dilibatkan oleh polisi gara-gara melaporkan terjadinya kasus miras atau narkoba. Siapa yang akan menjamin keselamatan saya dan keluarga saya. Karena akan ada unsur balas dendam dari pelaku atau teman pelaku. Siapa lagi sasarannya kalau bukan pelapor,” cetus dia.
Ia yang mengaku dari keluarga Polisi dan tahu soal dunia narkoba yang disebutnya keras, memilih diam jika Pemkot maupuan kepolisian tak memberikan jaminan rasa aman.
“Sebagai satgas, saya berkewajiban melaporkan jika menemui kasus miras atau narkoba. Tapi kalau ujungnya saya dan keluarga yang jadi korban kenekadan pelaku miras atau narkoba, siapa yang bertanggungjawab,” tanya dia.
Senada dilontarkan Khusnul, anggota Satgas Antinarkoba Kelurahan Balongsari, Kecamatan Magersari. Ia menyebut kasus anggota satgas yang melaporkan kasus narkoba. Namun justru si pelapor menjadi target amarah terlapor.
“Kalau melapor bisa jadi bumerang. Ini fakta, bukan persepsi. Ada anggota polisi yang membocorkan ke warga kalau yang melaporkan kasus narkoba adalah anggota satgas,” ungkap Khusnul.
Jadi, lanjut dia, posisi satgas yang aktif justru terancam. “Lalu bagaimana langkah Pemkot. Apakah bisa memberi perlindungan pada kami (satgas)?,” tandas dia.
Kasat Narkoba Polres Mojokerto Kota, AKP Jamin terkejut mengetahui jika ternyata ada anggota polisi yang justru membocorkan nama pelapor. “Itu polisi penghianat,” lontar Jamin seraya bertanya ulang memastikan, apakah yang disebut Khusnul itu sebatas persepsi atau fakta. Begitu disebut fakta, ia berjanji akan menindaklanjuti melaporkan ke Kapolsek setempat.
Diingatkan Jamin, tugas Satgas Antinarkoba tidak seperti persepsi yang berkembang diantara awak satgas. “Cukup telpon atau SMS, sebutkan nama dan alamat pelaku. Jadi tidak perlu terlibat secara fisik gerebek bareng polisi. Dan yang pasti, sepanjang infonya akurat, pasti akan kami tidaklanjuti,” tandasnya.
Soal jaminan keamanan pelapor, Jamin berkilah, agar pelapor lebih waspada saja. “Harap lebih waspada. Makanya cukup melalui fasilitas telpon saja,” ulang dia.
Kepala Dinkes Kota Mojokerto, Christiana Indah mengatakan, untuk memantapkan peran Satgas Antinarkoba Pemkot akan menyusun standar penanganan operasional (SOP). “Memang harus ada SOP. Kalau tidak, hasilnya tidak akan maksimal. Dan lagi, akan muncul berbagai persepsi bagi anggota satgas sendiri. Seperti yang mengemuka tadi,” katanya.
Sebelumnya, Satgas Antinarkoba yang berkekuatan lebih dari 1.000 orang yang tersebar merata di seluruh wilayah Kota Mojokerto dinilai Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus loyo, bahkan kecolongan hingga timbul kasus belasan orang, sebagian pelajar yang tumbang akibat miras oplosan atau cukrik.
Ia menyebut kasus cukrik maut itu sebagai tragedi moral. "Satgas antinarkoba harus menyentuh ke semua lini dan ruang. Kami memiliki hampir seribu anggota satgas mulai tingkat sekolah hingga perangkat kelurahan sampai RT. Mereka harus dioptimalkan. Oplosan tewaskan banyak orang ini harus yang terakhir," kata Walikota Mas’ud Yunus, Rabu (08/01/2014).
Birokrat ulama ini mengakui bahwa tragedi oplosan itu bagian dari kelengahan pihak Pemkot. (one)
Sejumlah anggota Satgas Antinarkoba bentukan Pemkot Mojokerto gerah disebut kecolongan hingga tak mengetahui tumbangnya belasan korban minuman keras (miras) oplosan atau cukrik. Sebaliknya mereka mempertanyakan keseriusan Pemkot Mojokerto memunculkan satgas yang beratribut rompi warna oranye tersebut.
“Kalau Walikota menilai kami teledor, tidak mengetahui jatuhnya korban cukrik, tentu saja kami keberatan. Karena, sejauh ini anggota satgas tidak dibekali pengetahuan atau pun ketentuan soal tugas dan fungsinya,” kata Gatot, anggota Satgas Antinarkoba wilayah Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari disela-sela rapat Satgas Antinarkoba yang dibuka Walikota Mas’ud Yunus dan Kapolres Mojokerto Kota, AKBP Widji Suhartini di Ruang Nusantara, Pemkot Mojokerto, Kamis (09/01/2014).
Pasca launching Satgas Antinarkoba di GOR dan Seni Mojopahit, Jalan Gajahmada Kota Mojokerto Maret 2012 lalu, ujar Gatot, tak ada lagi sentuhan dari Pemkot. “Sekedar dibentuk saja. Mungkin kepentingannya unjuk gigi untuk kekuatan Pilwali lalu,” singgung dia.
Menurut Gatot, Satgas Antinarkoba yang merupakan relawan murni jangan hanya dipasang sekedar menunjukkan jika daerah punya satgas. “Tapi beri pemahaman, petunjuk yang benar. Kami ini murni relawan, bukan satgas bayaran,” tandas dia.
Joni, anggota Satgas Antinarkoba Kelurahan Magersari, Kecamatan Magersari mengaku gamang untuk meneruskan hasil pantauannya terkait temuan pelaku miras dan narkoba.
“Terus terang saya tidak mau dilibatkan oleh polisi gara-gara melaporkan terjadinya kasus miras atau narkoba. Siapa yang akan menjamin keselamatan saya dan keluarga saya. Karena akan ada unsur balas dendam dari pelaku atau teman pelaku. Siapa lagi sasarannya kalau bukan pelapor,” cetus dia.
Ia yang mengaku dari keluarga Polisi dan tahu soal dunia narkoba yang disebutnya keras, memilih diam jika Pemkot maupuan kepolisian tak memberikan jaminan rasa aman.
“Sebagai satgas, saya berkewajiban melaporkan jika menemui kasus miras atau narkoba. Tapi kalau ujungnya saya dan keluarga yang jadi korban kenekadan pelaku miras atau narkoba, siapa yang bertanggungjawab,” tanya dia.
Senada dilontarkan Khusnul, anggota Satgas Antinarkoba Kelurahan Balongsari, Kecamatan Magersari. Ia menyebut kasus anggota satgas yang melaporkan kasus narkoba. Namun justru si pelapor menjadi target amarah terlapor.
“Kalau melapor bisa jadi bumerang. Ini fakta, bukan persepsi. Ada anggota polisi yang membocorkan ke warga kalau yang melaporkan kasus narkoba adalah anggota satgas,” ungkap Khusnul.
Jadi, lanjut dia, posisi satgas yang aktif justru terancam. “Lalu bagaimana langkah Pemkot. Apakah bisa memberi perlindungan pada kami (satgas)?,” tandas dia.
Kasat Narkoba Polres Mojokerto Kota, AKP Jamin terkejut mengetahui jika ternyata ada anggota polisi yang justru membocorkan nama pelapor. “Itu polisi penghianat,” lontar Jamin seraya bertanya ulang memastikan, apakah yang disebut Khusnul itu sebatas persepsi atau fakta. Begitu disebut fakta, ia berjanji akan menindaklanjuti melaporkan ke Kapolsek setempat.
Diingatkan Jamin, tugas Satgas Antinarkoba tidak seperti persepsi yang berkembang diantara awak satgas. “Cukup telpon atau SMS, sebutkan nama dan alamat pelaku. Jadi tidak perlu terlibat secara fisik gerebek bareng polisi. Dan yang pasti, sepanjang infonya akurat, pasti akan kami tidaklanjuti,” tandasnya.
Soal jaminan keamanan pelapor, Jamin berkilah, agar pelapor lebih waspada saja. “Harap lebih waspada. Makanya cukup melalui fasilitas telpon saja,” ulang dia.
Kepala Dinkes Kota Mojokerto, Christiana Indah mengatakan, untuk memantapkan peran Satgas Antinarkoba Pemkot akan menyusun standar penanganan operasional (SOP). “Memang harus ada SOP. Kalau tidak, hasilnya tidak akan maksimal. Dan lagi, akan muncul berbagai persepsi bagi anggota satgas sendiri. Seperti yang mengemuka tadi,” katanya.
Sebelumnya, Satgas Antinarkoba yang berkekuatan lebih dari 1.000 orang yang tersebar merata di seluruh wilayah Kota Mojokerto dinilai Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus loyo, bahkan kecolongan hingga timbul kasus belasan orang, sebagian pelajar yang tumbang akibat miras oplosan atau cukrik.
Ia menyebut kasus cukrik maut itu sebagai tragedi moral. "Satgas antinarkoba harus menyentuh ke semua lini dan ruang. Kami memiliki hampir seribu anggota satgas mulai tingkat sekolah hingga perangkat kelurahan sampai RT. Mereka harus dioptimalkan. Oplosan tewaskan banyak orang ini harus yang terakhir," kata Walikota Mas’ud Yunus, Rabu (08/01/2014).
Birokrat ulama ini mengakui bahwa tragedi oplosan itu bagian dari kelengahan pihak Pemkot. (one)
Social