Yusril : Banyak Misteri dengan Putusan MK - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Yusril : Banyak Misteri dengan Putusan MK

Yusril Ihza Mahendra (doc.istimewa)
Jakarta-(satujurnal.com)
Yusril Ihza Mahendra menilai banyak misteri dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden yang ia ajukan. Dalam akun twitternya, @Yusrilihza_Mdh, ia memberikan tanggapan resmi atas putusan MK hari ini. 

“Bagi saya banyak misteri dengan putusan MK ini. MK seolah ditekan oleh parpol-parpol besar agar pemilu serentak baru dilaksanakan tahun 2019,” ujarnya. 

Namun ia tak membeber lebih jauh sinyalemen ‘misteri’ yang ia lontarkan. 

MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019, bukan untuk Pemilu 2014. Meski pasal-pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 45 dan tidak punya kekuatan hukum mengingat, namun pasal-pasal tersebut tetap sah digunakan untuk Pemilu 2014.

MK juga mengatakan bahwa dengan putusan ini, maka perlu perubahan UU Pileg maupun Pilpres untuk dilaksanakan tahun 2019. 

“Itu disebabkan Efendi Ghazali dan kawan-kawan tidak memberikan jalan keluar setelah pasal-pasal UU Pilpres yg diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD 45. Dengan demikian, setelah dinyatakan bertentangan dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, akan terjadi kevakuman hukum,” cetus mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut.

Yusril yang pernah menyandang jabatan Sekretaris Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu itu menyebut, tak perlu perubahaan UU untuk menggelar pemilu serentak. 

Dalam permohonan saya, lanjut Yusril, saya menunjukkan jalan keluar itu. Saya minta MK menafsirkan secara langsung maksud pasal 6A ayat 2 dan Pasal 22E UUD 45. Kalau MK tafsirkan maksud pasal 6 ayat 2 parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum Pileg, maka tak perlu UU lagi untuk melaksanakanya. Dan kalau MK tafsirkan ps 22E ayat 1 bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam tahun berarti pileg dan pilpres disatukan, tak perlu ubah UU untuk melaksanakannya. 

“Maka penyatuan Pileg dan Pilpres dapat dilaksakan thn 2014 ini juga. Namun apa boleh buat MK sudah ambil keputusan rupanya sejak setahun lalu, namun baru hari ini putusannya dibacakan,” katanya. 

Ia pun menepis soal kecurigaan sejumlah pihak terkait waktu pengajuan uji UU Pilpres.

“Banyak orang mencurigai saya mengapa baru sekarang ajukan uji UU Pilpres dengan sejuta purbasangka. Seolah karena kini Hamdan yg jadi ketua MK, maka Hamdan akan bantu saya. Mengapa tidak mencurigai Akil sebagai eks Golkar yg menahan-nahan pembacaan putusan permohonan Efendi Ghazali hampir setahun lamanya. Mengapa putusan itu baru dibaca sekarang ketika Pemilu 2014 sudah dekat. Atas dasar itu dinyatakanlah putusan baru berlaku untuk Pemilu 2019,” lontar dia. 

Hari ini MK mengabulkan sebagian permohonan pada uji materi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
"Amar putusan untuk Pemilu 2019 dan Pemilu seterusnya. Menolak permohonan pemohon selebihnya," ujar Ketua Majelis Hamdan Zoelva, saat pembacaan sidang putusan di ruang sidang utama, MK, Jakarta, Kamis (23/01/2014).

Dalam pertimbangan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dengan Pemilu serentak pemilih dapat menggunakan haknya secara cerdas untuk memilih.

Mahkamah mengatakan tahapan Pemilu 2014 sudah berjalan dan mendekati tahap akhir. Sehingga jika uji materi tersebut diberlakukan tahun ini akan mengganggu tahapan Pemilu.

"Bahwa tahapan Pemilu 2014 telah dan sedang berjalan mendekati waktu pelaksanaan. Seluruh pelaksanaan telah dibuat sedemikiian rupa demikian juga persiapan resmi dan masyarakat Indonesia telah sampai pada tahap akhir sehingga harus diberlakukan segera setelah diucapkan setelah sidang maka tahapan Pemilu yang sedang berjalan akan terganggu dan terhambat," ujar anggota Majelis, Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan Mahkamah.

Jika dipaksakan, lanjut Ahmad, maka akan menimbulkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Ketentuan lebih lanjut haruslah diatur undang-undang. Jika aturan baru tersebut dipaksakan dibuat demi Pemilu serentak 2014, maka jangka waktu yang tersisa tidak dimungkinkan atau tidak memadai untuk membuat undang-undang yang baik dan komprehensif," kata Ahmad.

Gugatan uji materi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 sebelumnya diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra dan Koalisi Masyarakat Sipil. (one/tn)


Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional