Mojokerto-(satujurnal.com)
Komisi II DPRD Kota Mojokerto mendesak pemerintah daerah setempat segera menuntaskan persoalan yang masih nyantol akibat kontrak pengelolaan investasi Pasar Tanjung Anyar antara Pemkot Mojokerto dengan PT Anggun Bhakti Perkasa (ABP) dalam bentuk build operate transfer (BOT) atau bangunan serah guna yang sudah berakhir Mei 2013 lalu.
Desakan Komisi yang membidangi perekonomian dan pembangunan itu muncul, menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemkot Mojokerto, 26 Mei 2014.
“Pemkot harus segera menuntaskan sejumlah poin terkait kerjasama BOT yang direkomendasi BPK. Ini perlu ditekankan, karena tahun ini proyek revitalisasi Pasar Tanjung Anyar dimulai. Kalau masih ada ganjalan dalam kerjsamasa BOT, tentunya berpengaruh pada proyek selanjutnya (revitalisasi),” tandas anggota Komisi II, Paulus Swasono Kukuh, Minggu (22/06/2014).
Ia menyebut, persoalan luasan tanah yang berbeda dan jumlah aset yang nantinya harus dihapus karena revitalisasi akan menjadi pelik jika belum ada kejelasan. “Secepatnya saja Pemkot menuntaskan persoalan terkait kerjasama BOT tersebut,” tekan Paulus.
Dipaparkan Paulus, kontrak pengelolaan investasi Pasar Tanjung Anyar antara Pemkot Mojokerto dengan PT APB dalam BOT berakhir Mei 2013, namun rekanan yang terikat kontrak selama dua puluh tahun sejak Mei 1993 ini masih berkewajiban menyelesaikan hutang ke Pemkot sebesar Rp 50 juta.
Angka itu, kata Paulus, berdasarkan temuan LHP BPK tanggal 26 Mei 2014. Berdasarkan perjanjian BOT, PT ABP berkewajiban untuk membayar penggantian biaya bangunan Kredit Inpres Pasar sebesar Rp 50 juta kepada Pemkot. Namun, sampai dengan akhir pemeriksaan 30 Mei 2013, PT ABP belum juga menyelesaikan kewajibannya.
Selain soal kewajiban PT ABP, BPK menyebutkan, hingga perjanjian BOT tersebut berakhir , Diskoperindag selaku leading sector kerjasama BOT Pasar Tanjung Anyar tidak dapat menunjukkan berita acara penyelesaian pembangunan Pasar Tanjung Anyar. Sehingga tidak dapat dipastikan berakhirnya perjanjian kerjasama dengan PT ABP karena tidak ada data yang dapat diyakini kapan bangunan pasar selesai dibangun.
Padahal dalam perjanjian disebutkan PT ABP berkewajiban membangun fasilitas prasarana dan sarana penunjuang berupa 1 unit kantor pasar, 6 unit pos satpam, 1 unit puskesmas, 100 buah bin container (tempat sampah), 1 unit depo samah, 20 unit kereta sampah, 5 unit sumur kebakaran, pemasangan tiang listrik, penerangan jalan umum, rabatan jalan, jalan aspal, pekerjaan saluran, penyambungan PLN, 8 unit pembuatan dan pemasangan pintu pagar, pembuatan sarana parkir, pengadaan dan pemasangan trotoar paving tegel bergaris dan fasilitas bongkar muat.
Akibat kondisi ini, BPK menilai Kepala Diskoperindag (saat itu dijabat Harlistyati yang kini menduduki jabatan Kepala Bappeko) kurang cermat mengendalikan dan mengawasi perlaksanaan perjanjian BOT. Juga kurang cermat dalam mengamankan aset tanah dan bangunan pasar beserta fasilitas pendukung lainnya.
“Selain soal piutang dan fasilitas sarana dan prasarana, juga terdapat perbedaan luas tanah yang digunakan BOT. Aset tanah Pemkot di Pasar Tanjung Anyar tercatat seluas 19.165,7 meterpersegi, namun dalam perjanjian kerjasama BOT seluas 19.197,5 meterpersegi. Sehingga ada potensi berkurangnya jumlah tanah Pemkot,” tukas politisi Partai Demokrat tersebut. (one)
Social