Tradisi Clorotan, Ritual Tangkal Petir Warga Desa Bareng - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Tradisi Clorotan, Ritual Tangkal Petir Warga Desa Bareng


DATANGNYA musim hujan menjadi berkah para petani. Sebab, sawah milik mereka dipastikan tidak akan kekurangan air. 

Namun, musim hujan juga bisa menjadi bencana. Bagaimana tidak, bila hujan tiba dan disertai petir bisa membahayakan bagi mereka yang sedang menanam padi di sawah. 

Untuk menangkal agar terhindar petir, warga Dusun Banjarsari, Desa/Kecamatan Bareng, memelihara tradisi Clorotan. Tradisi menangkal petir dengan simbol penganan khas setempat.

Sejak Kamis (19/12/2014) pagi, puluhan warga berkumpul di makam dusun setempat. Semuanya membawa bungkusan berisi jajan pasar dan makanan yang dibiasa disebut clorotan. 

Clorotan terbuat dari tepung yang dicampur dengan gula. kemudian di bungkus dengan menggunakan janur, atau daun kelapa muda. clorotan inilah yang disimbolkan masyarakat sekitar sebagai petir. 

''Clorotan ini ada dua, ada yang dibungkus janur, itu sebagai simbol petir dan ada yang dibungkus daun nangka yang merupakan simbol gluduk,'' ujar Siswanto, Kasun Banjarsari, Desa/Kecamatan Bareng.

Setelah seluruh warga datang, kepala Dusun Banjarsari pun langsung memulai acara Clorotan itu. Ia diberi mandat untuk memberikan wejangan mengenai acara clorotan ini. 

Semua masyarakat pun dengan khidmad mengikuti acara tersebut. Setelah wejangan selesai disampaikan sang kepala dusun, sesepuh tokoh adat dusun setempat kemudian mengucapkan niat para warga untuk meminta perlindungan keselamatan kepada Tuhan, ketika nanti bercocok tanam disawah dan diakhiri dengan doa yang dibawakan modin Dusun yang dulu bernama karang winong ini. 

''Tradisi clorotan ini sudah terjadi sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan selalu dilakukan pada hari Jum'at Pahing. tujuannya agar saat pergi ke sawah itu tidak terkena petir. Karena kan saat ini musim tanam,'' tambahnya.

Siswanto menjelaskan, beberapa waktu lalu, tradisi ini sempat vakum. Sebab, moderenitas zaman membuat sebagian besar warga setempat meninggalkan tradisi ini. namun, belakangan dengan banyaknya peristiwa yang dialami warga dusun, mereka pun kembali menghidupkan tradisi ini. 

''Saya merasa senang, karena ini merupakan tradisi atau budaya yang harus dilestarikan. Di tempat lain, tidak ada budaya seperti ini,'' jelasnya.

Disinggung terkait dengan pelaksanaan tradisi clorotan ini ditempatkan di makam dusun, Siswanto menerangkan, jika hal ini dilakukan untuk menghormati para leluhur Dusun Banjarsari. Sebab, ditempat inilah sesepuh dusun tersebut dimakamkan. 

''Ini kan makamnya mbah Kudus, orang yang membabat alas Dusun Banjarsari, sehingga untuk menghormati beliau, ditempatkan disini. Dan memang tradisinya dari dulu seperti itu,'' terangnya. 

Tak hanya itu, dengan ditempatkan di makam dusun, para warga juga dapat melakukan ziarah kubur kepada keluarganya yang sudah dimakamkan disitu. ''Iras-irus biar sekalian ziarah kubur warganya,'' imbuhnya.

Masih menurut Siswanto, banyaknya anak kecil yang ikut dalam acara tradisi Clorotan ini, juga memang disengaja. Sebab, para orang tua dan warga setempat, ingin memberikan pemahaman terhadap mereka tentang tradisi ini. Sehingga, dikemudian hari upacara adat clorotan masih tetap lestari. 

''Memang sengaja, ini memberikan pemahaman bagi anak-anak kami. karena mereka semua yang nanti akan meneruskannya,'' pungkasnya. (rg)

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional