Mojokerto-(satujurnal.com)
Goyangan DPRD Kota Mojokerto
terhadap Dewan Riset Daerah (DRD) besutan Walikota Mas’ud Yunus dinilai salah
satu tokoh masyarakat setempat terlalu kencang. Tak perlu digoyang pun, DRD
sudah mati suri lantaran tak mendapat dukungan operasinal dari APBD.
“Sejak awal dibentuk DRD sudah
dinilai minor oleh Dewan. Digoyang, bahkan terakhir diminta dibubarkan. Tapi
yang perlu diketahui, DRD sekarang sudah tidak bergerak lagi. Bukan lumpuh,
tapi tidak ada dana operasionalnya, karena tidak didukung APBD,” kata Yasid
Kohar, tokoh masyarakat setempat yang beberapa kali duduk di lembaga legislatif
Kabupaten Mojokerto, Minggu (19/04/2015).
Jadi tanpa didorong mundur pun,
ujar Yasid, DRD sudah vakum kegiatan.
“Tapi perlu diketahui, pembentukan
DRD itu hak prerogratif walikota. Landasannya Perpres Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
tentang Dewan Riset Nasional (DRN) yang juga mengatur tentang DRD,” ujarnya.
Yasid yang namanya sempat
disebut-sebut ikut menjadi penjaga gawang DPD namun ternyata ia tidak berada di
lembaga yang diketuai
Saifullah Barnawi, mantan ketua
tim sukses MY (akronim pasangan Mas’ud Yunus dan Suyitno dalam Pilwali Agustus
2013) ini bisa mahfum banyak pihak yang menggoyang.
“Start-nya yang mungkin salah.
DRD tancap gas, terlibat dalam penyusunan RPJMD dengan mengundang kepala SKPD.
Sehingga muncul kesan kepala SKPD yang diatur DPD,” katanya.
Menurut Yasid, kalau pun Dewan
menghendaki DRD dibubarkan, harusnya dicermati benar. “Harus dikomunikasikan,
sejauh mana urgensi DRD itu sendiri bagi kepentingan walikota menerjemahkan
visi misinya,” cetusnya.
Terpisah, Kabag Humas Pemkot
Mojokerto, Heryana Dodik Murtono mengatakan, eksekutif sudah membahas soal
desakan pembubaran DRD yang muncul dalam tanggapan atas LKPJ Walikota 2014.
“Sudah dibahas di tingkat
eksekutif dan akan ada pembahasan lanjutan,” katanya.
Munculnya DRD Kota Mojokerto
Maret 2014 silam memicu polemik berkepanjangan di kalangan Dewan setempat.
Berbagai kritikan pedas pun diluncurkan terhadap lembaga yang disebut-sebut
dibentuk untuk reward terhadap tim sukses MY.
Legislator daerah ini kesal
lantaran DRD over acting dalam berbagai kesempatan. Diantaranya, awak DRD sempat
memimpin dan mengundang rapat penyusunan Rancangan Permbangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) di ruang Nusantara Pemkot Mojokerto, akhir Pebruari 2014 lalu.
Sejumlah kepala SKPD pun memilih ‘boikot’ absen dalam rapat yang dihadiri
Walikota tersebut.
Sinyalemen yang berkembang, sikap
antipati sejumlah kepala satuan kerja itu karena yang mengundang hadir adalah
DRD, bukan Bappeko yang mestinya menjadi leading sektor penyusunan RPJMD.
Pun soal garapan yang ditawarkan
DRD menjadi tanda tanya besar, karena berpotensi bersinggungan dengan tupoksi
sejumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) Pemkot Mojokerto. (one)
Social