Mojokerto-(satujurnal.com)
Tujuh
gelandangan dan pengemis (gepeng) terjaring razia yang digelar Satpol PP Kota
Mojokerto di sejumlah sudut kota, Jum’at (8/05/2015).
Namun
korp berseragam coklat keki ini tak menemukan wajah baru. Semua gepeng yang
terjaring di empat zona merah gepeng, yakni di simpang empat
Pemuda-Gajahmada, Empunala-Gajahmada, dan simpang empat jalan Pahlawan - Tropodo itu merupakan wajah lama langganan razia.
Rupanya,
ancaman dikirim ke panti rehabilitasi hingga denda jutaan rupiah tak
menyurutkan nyali mereka mengais rupiah dari pengguna jalan. Jika terjaring,
mereka pun berlakon bak pemain sandiwara. Ini dilakukan agar petugas luluh dan segera
melepas mereka.
Salah
seorang petugas mengaku sudah ‘hafal’ dengan ulah para gepeng yang kepergok di
zona larangan mengemis. Tatkala harus berhadapan dengan petugas, mereka acapkali
pasang aksi, seolah tengah sakit parah, bahkan ada yang sontak lumpuh.
“Kalau
pas terjaring razia, ada saja ulahnya. Ada yang mengaku kakinya bengkak. Tak
bisa jalan. Bahkan ada yang tutup mulut,” katanya.
Tapi,
katanya, petugas tetap sigap. Tanpa harus mendengar keluhan dan melihat mimik
melas mereka, petugas mengangkut mereka ke truk patroli, kendati pun dengan
upaya ekstra. Membopong bahkan menggendong.
Yang
terjaring hari ini pun menunjukkan ulah yang sama. Satu orang tak beringsut
hingga dibopong petugas. Ia bahkan tutup mulut, tak bersuara dan tak bereaksi
apa pun saat didata.
Di hadapan
petugas, mereka mengaku terpaksa mengemis karena sudah tidak produktif lagi.
Memang, mereka yang terjaring tergolong lanjut usia. Diantaranya ada yang
berusia 70 tahun dan 80 tahun.
Namun, meski
tak produktif, dari penggeledahan petugas, para gepeng ini mengantongi pecahan uang
logam dan lembaran rupiah hasil mengemis dalam jumlah yang terbilang lumayan. Mereka
mengaku, kurun dua tiga jam mengemis, mereka mengantongi uang puluhan ribu
rupiah.
“Kalau
sehari (mengemis), bisa bawa pulang lebih dari Rp 75 ribu,” aku Tuyem, pengemis
yang bermukim di pondok Lipposos, Balongrawe, Kedundung, Kota Mojokerto.
Bahkan,
jika nasib lagi baik, Tuyem mengaku bisa mengantongi hingga Rp 100 ribu. “Hari
Jum’at begini bisanya dapat lebih banyak. Tapi ya apes, baru dapat Rp 63 ribu
sudah ketangkap petugas,” selorohnya.
Pengakuan
tak kalah lugas diutarakan Ngateni. Nenek berusia 80 tahun, warga Kelurahan
Mentikan, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto ini mengantongi uang recehan Rp 43
ribu, hasil ‘kerja’ dua jam. “Ya itu kira-kira masih separoh dari penghasilan
saya setiap harinya,” akunya.
Sementara
itu, usai dilakukan pendataan, Satpol PP Kota Mojokerto langsung melimpahkan mereka ke Dinas
Sosial setempat.
“Kita
limpahkan ke Dinas Sosial, karena memang penanganan PMKS (penyandang masalah
kesejahteraan sosial) ada di dinas ini. Dan juga, gepeng yang terjaring ini
sudah pernah terjaring lebih dari satu kali,” terang Kepala Satpol PP Kota
Mojokerto, Agus
Supriyanto.
Razia gepeng, ujar Agus, bagian dari penegakan Perda
Nomor 3 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum. “Sifatnya (razia) rutin. Untuk
memberi rasa aman bagi pengguna jalan. Terpenting, untuk memberi efek jerah
bagi gepeng,” katanya.
Kasie Rehabilitas Dinas Sosial, Salbiah
mengatakan, terhadap gepeng hasil limpahan Satpol PP akan dilakukan pembinaan.
Namun jika sudah tiga kali terjaring, gepeng yang bersangkutan tidak bisa lagi
ditolerensi.
“Satu dua kali terjaring, kita beri pembinaan. Kalau domisilinya
jelas akan kita pulangkan. Tapi kalau sudah terjaring tiga kali, ya terpaksa
kita kirim ke UPT Dinas Sosial Sidoarjo untuk pembinaan lebih lanjut,” terang
Salbiah seraya menyebut sejauh ini baru satu gepeng yang dikirim ke UPT
tersebut. (one)
Social