Aan Anshori |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Dugaan diskriminasi terhadap
siswa non muslim di SMAN Mojosari Kabupaten Mojokerto dikemukakan Jaringan
Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jatim, menyusul pengaduan salah satu guru
sekolah tersebut yang diterima kelompok ini.
Muncul sinyalemen dari JIAD jika
kelompok Islam radikal berada dibalik sentiment mayoritas-minoritas di sekolah
ini.
“Kita menduga, ada kelompok Islam
radikal yang telah menyusup di SMAN Mojosari Kabupaten Mojokerto hingga memanfaatkan
sistem di sekolah untuk berlaku tidak toleran dan mengintimidasi non muslim.” Kata
Aan Anshori, coordinator JIAD Jatim, Minggu (14/6/2015).
Kelompok Islam radikal ini, ujar
Aan, menyebabkan belasan siswa siswi non muslim di sekolah itu merasa
terdiskriminasi.
’’Praktek intoleransi dan
diskriminasi ini tidak hanya bertentangan dengan hukum, namun juga senyatanya
mencederai karakter Mojokerto sebagai ikon keragaman dan toleransi,’’ tegasnya.
Ia pun mendesak dinas pendidikan
dan Dewan setempat turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut. ’’Tidak boleh
ada praktek intoleransi dan diskriminasi atas nama apapun di bidang apapun,
termasuk dalam pendidikan,’’ tandasnya.
Dalam keterangannya, Aan juga
menyertakan surat pengaduan dari guru SMAN Mojosari Trisnowinanti Budi Pristiwardhani
Dikariastuti (Bu Titus).
Dalam surat itu disebutkan bahwa
sekitar pertengahan 2014, salah satu siswa beragama Kristen mendapat olokan dan
intimidasi dari seorang guru menyangkut keyakinan trinitasnya.
Upaya tersebut dilakukan secara
terbuka dalam kelas sehingga membuat siswa tersebut merasa tidak nyaman dan
akhirnya memilih pindah sekolah. Menurut Bu Titus, upaya tendensius mengarahkan
siswa Kristen berpindah agama juga terjadi. Seorang siswi berpindah agama ke
Islam. Saat Bu Titus hendak menanyakan alasannya ke siswi tersebut, dirinya
dicegah oleh 3-4 guru.
’’Salah satunya berujar 'ojo
dipengaruhi lagi lho, bu. De'e wis siap tak wayuh' (jangan dipengaruhi lagi
lho, bu. Dia (siswi tsb) sudah siap aku poligami),’’ ucap Aan menirukan bunyi
surat pengaduan yang dia terima.
Aan menambahkan, pengaduan itu
juga menyebutkan bahwa selama ini siswa-siswi Kristen belum mendapatkan haknya
dalam pengajaran agama Kristen secara adil sebagaimana mata pelajaran agama
Islam. Selama ini siswa-siswi tidak diajar oleh seorang guru agama yang
kompeten sebagaimana yang diatur dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 Tanggal 4
Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Bahkan,
sangat sering mereka belajar di lorong kelas karena sekolah tidak menyediakan
kelas yang layak.
’’Pola-pola yang dipakai tersebut
khas kelompok Islam radikal. Yakni tidak menghargai perbedaan dan pendekatannya
sama sekali tidak simpatik. Itu bukan Islam nusantara yang menebarkan kasih
sayang dan menjunjung tinggi kebinekaan,’’ tandasnya.
Poin pentingnya, kata Aan lebih
lanjut, pelajaran agama harus diajarkan oleh pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberi
teladan, menilai dan mengevaluasi peserta didik sesuai Pasal 1 Permenag No. 16
Tahun 2010.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto Yoko Priyono meyakini jika kasus itu tidak
ada. ’’Masak di SMAN Mojosari ada seperti itu? Tidak mungkin. Nanti kepala SMAN
Mojosari saya minta menjelaskan,’’ tegas Yoko.
Kepala SMAN Mojosari Waras menampik
tegas soal itu. ’’Semua itu tidak benar. Guru yang mengadu itu ’’sakit’’
ucapnya.
Di sekolahnya pelajaran agama
Kristen diberikan sesuai ketentuan. Dan tak ada pembedaan perlakuan berdasarkan
agama.
’’Ketua komite sekolah di SMAN
Mojosari kebetulan juga beragama Kristen,’’ imbuhnya. (one)
Social