Mojokerto-(satujurnal.com)
Proyek rehabilitasi dan
penambahan ruang kelas baru (RKB) senilai lebih dari Rp 1,5 miliar untuk
delapan madrasah ibtidaiyah (MI) dan satu sekolah dasar Islam di wilayah Kota
Mojokerto kandas ditengah jalan.
Proyek yang sudah dianggarkan
dalam APBD 2015 pada pos belanja Dinas Pendidikan Kota Mojokerto ini dipangkas
habis, lantaran salah jalur.
“Terpaksa 9 sekolah dicoret dari
daftar penerima bantuan hibah dan bansos karena beberapa hal. Untuk 8 MI
dibatalkan, karena sekolah yang bersangkutan dibawah naungan Kemenag (Kementerian
Agama). Sedang untuk satu SDI, bantuan tidak bisa direalisasi karena tahun lalu
sudah mendapat bantuan dana serupa,” terang Kepala Dinas Pendidikan Kota
Mojokerto, Hariyanto, terkait pembatalan bantuan rehab dan RKB 9 sekolah,
Selasa (21/7/2015).
Sebelum dicoret, tertera dalam
APBD 2015 bantuan penambahan RKB MI Paradigma Baru dan MI GUPPI sebesar Rp 532
juta. Penambahan RKB MI Sunan Kalijogo Rp 175 juta, RKB SDI Miftakhul Hikmah,
Rp 120 juta. Rehab berat untuk lima MI, yakni MI Alkarimah Rp 175 juta, MI
Darul Huda Rp 200 juta, MI Nurul Huda I Rp 135 juta, MI Nurul Huda II Rp 120
juta, MI Hidayahtullah Plus, Rp 238.824 juta.
Selain itu, bantuan prasarana
untuk SDI Permata, Meri Rp 90 juta dialihkan untuk bantuan non fisik dalam
P-APBD 2015.
Dipaparkan Hariyanto, karena dibawah
naungan Kemenag, maka MI yang bersangkutan semestinya mengajukan permohonan rehab
atau RKB kepada Kemenag setempat. Kalau Kemenag tidak ada anggaran, baru
mengajukan ke walikota. “Setelah itu kita menganggarkan dengan membuat
perjanjian kerja sama. Itu pun dananya tidak langsung diberikan ke sekolah tapi
dihibahkan ke Kemenag untuk kemudian dibagian ke MI ,” katanya.
Sedangkan SDI Miftakhul Hikmah yang
masuk dalam daftar batal hibah, karena terganjal Permendagri Nomor 39 tahun
2012 tentang Perubahan atas Permendagri 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD.
“Sekolah ini tahun lalu sudah
mendapatkan bantuan serupa. Karena aturan dalam permendagri tidak membenarkan
memberi hibah secara berturut-turut, ya terpaksa kita coret juga,” tukas
Hariyanto.
Hariyanto mengakui, pencoretan
kesembilan sasaran hibah dan bansos ditengah jalan tak lepas dari telaah atas aturan
Permendagri 32/2012 dan koreksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Selaian aturan
(permendagri), juga koreksi BPK. Karena anggaran harus berbasis kinerja. Jadi
harus tertib administrasi. Kita tidak mau melakukan pengulangan (seperti
tahun-tahun sebelumnya) terus menerus,” sergahnya.
Terpisah, Ketua Komisi III (pendidikan
dan kesra) DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik menilai, pencoretan ditengah bakal
dikucurkannya dana bantuan tersebut merupakan bentuk kelemahan pemerintah yang
cukup nyata. Pasalnya, aturan yang sudah ada sejak tahun 2012 itu tak pernah
dipelajari secara utuh. ’’Aturan itu kan sudah lama. kenapa tahun-tahun kemarin
berani? Dan baru sekarang ada pembatalan?,’’ telisiknya.
Seharusnya, ujar Juned, sapaan
karib Junaedi Malik, pemerintah tegas dalam mengantisipasi aturan itu. ’’Kalau
tahun kemarin berani, kenapa sekarang tidak?,’’ singgung dia.
Drop penanggaran ditengah jalan,
ulas politisi PKB tersebut, tak lepas dari penyusunan program. Apalagi Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) juga sudah diterbitkan. ’’Dinas Pendidikan sama sekali
tak becus. Kalau berani memploting, harusnya berani menjalankan program itu,’’
tegasnya.
Menurut Juned, atas pembatalan
kucuran dana hibah ke sejumlah sekolah itu sebenarnya bisa disiasati. Hal itu
sesuai dengan hasil konsultasi komisi III ke Kementrian Agama beberapa waktu
lalu. ’’Bisa dilakukan MoU atau pakta integritas. Di sana bisa disebutkan jika
hibah sebagai upaya mencerdaskan anak bangsa,’’ tuturnya.
Namun sayangnya, hal itu tak
dilakukan Dinas Pendidikan. “Dinas Pendidikan sama sekali tak mau belajar dan
bekerja serius dalam meningkatkan kecerdasan masyarakat Kota Mojokerto.
’’Mereka kurang tanggap, kurang
antisipastif dan sama sekali tidak mau kerja,’’ tuding dia. (one)
Social