Walikota Mojokerto, Mas'ud Yunus |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus akan
mensinergikan tiga moment, Hari Santri, Hari Sumpah Pemuda dan Napak Tilas KH
Nawawi. Selain rentang waktu setiap moment berdekatan, terdapat semangat yang
sama dari tiga peristiwa itu.
“Antara Hari Santri, 22 Oktober dan
Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober yang hanya terpaut enam hari, serta Napak Tilas
KH Nawawi 6 Nopember bisa diwujudkan dalam satu rangkaian kegiatan dengan
semangat kesantrian. Untuk itu kedepan kita harus merancang satu bentuk kegiatan
aplikatif,” kata Mas’ud Yunus menanggapi penetapan pemerintah tanggal 22
Oktober sebagai Hari Santri , Jum’at (23/10/2015).
Menurut Mas’ud Yunus, santri identik
dengan pemuda. Keduanya harus mendapat penguatan moral agar menjadi bagian dari
warga negara yang bekualitas, berkarakter dan bedaya saing. Seperti semangat
revolusi mental yang dicetuskan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Santri tidak bisa lepas dari usia
produktif. Pada saat usia muda, perlu terus dilakukan upaya moralisasi dan
pembentukan karakter. Harapan kami, ada satu upaya dari pemerintah dan dari
masyarakat untuk memberikan kesempatan dan kemudahan bagi para pemuda untuk
mengakses pembinaan moral, karakter, melalui kegiatan kepemudaan, kegiatan keagamaan
dan kegiatan sosial lainnya. Kaitannya dengan moral, santri harus berada di
garda depan. Karena moral tidak bisa dilepaskan dari agama,” papar walikota
berlatarbelakang ulama ini.
Dengan cara demikian, lanjut Kyai Ud,
sapaan Mas’ud Yunus, akan terbentuk santri yang berkualitas, berkarakter dan
berdaya saing.
Dalam konteks pembangunan Kota
Mojokerto sebagai service city yang maju, sehat, sejahtera dan bermoral, ujar
Kyai Ud lebih lanjut, dengan ditetapkannya Hari Santri, diharapkan ada
penguatan moral dan karakter. “Semangat kesantrian
identik dengan semangat kemandirian. Paradigma ini yang harus kita tanamkan
pada pemuda kita,” imbuhnya.
Santri, ujar Kyai Ud, harus dilihat
dalam arti yang lebih luas. Bukan sekedar pemuda yang tengah menimbah ilmu
agama di pondok pesantren. Namun semua orang yang mendapat pendidikan agama
dari guru atau ulama. “Santri bukan hanya lulusan, setiap orang yang mendapatkan
pendidikan agama dari guru atau ulama merupakan santri,” katanya.
Yang harus digarisbawahi menurut orang
nomor wahid di Kota Mojokerto ini, yakni penanaman moral kebangsaan para
santri, agar mereka tidak berorientasi secara ekslusif. “Kesan santri yang
eklusif harus dihilangkan. Harus inklusif dengan perjuangan bangsa. Paradigmanya
harus dirubah. Santri harus memiliki semangat bela negara yang kuat. Karena
resolusi jihad pun merupakan bagian dari bela negara. Jadi santri harusn berada
di garda depan,” ulang dia.
Doktrin santri bela negara, ujarnya,
harus tertanam disetiap santri. “Santri harus punya ketahanan ideologi,
ketahanan sosial, budaya, politik dan ketahanan ekonomi yang kuat,” tekannya.
Maka, sambung Kyai Ud, memadukan tiga
moment dalam satu rangkaian kegiatan menjadi inspirasi bagi warga Kota
Mojokerto untuk menyatukan semangat bela negara.
“Hampir semua tokoh lokal yang lahir
dari lingkungan pesantren dan santri, semuanya memiliki semangat bela negara
yang tinggi, seperti KH Nawawi, KH Achyat Halimi, KH Munasir Ali, juga tokoh
Muhammadiyah KH Mansur Sholikhin tak terkecuali Riyanto. Semangat ini yang
harus kita teladani,” tukasnya.
Sementara itu, terkait Program Bela
Negara yang digagas pemerintah Jokowi-JK, Kyai Ud mengaku respek dengan wacana
ini, dan telah menindak lanjutinya dengan mengirim tujuh relawan ke Malang.
Tujuh relawan dari kalangan PNS Bakesbang,
Bappeko dan ormas diikutsertakan dalam
pelatihan instruktur Bela Negara selama beberapa minggu kedepan. Meski sepaham
dengan upaya memperkuat kembali nilai-nilai nasionalisme ini, Walikota Masud
kurang sependapat jika arah program dialihkan menjadi Wajib Militer (Wamil).
"Bela negara itu penting untuk
kembali pada penerapan BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dulunya ada namun sekarang sudah
hilang.
“Saya dukung dibuat relawan bela negara tapi jangan menjurus kepada wajib militer," pungkasnya. (one)
Social