Mojokerto-(satujurnal.com)
Rencana Pemerintah Kota Mojokerto membersihkan praktek prostitusi di lingkungan Balong Cangkring dibawah Yayasan Mojopahit, Kota Mojokerto selambatnya 29 Mei 2016 rupanya bakal berubah.
Dialog yang terjadi antara pengurus Yayasan Mojopahit dan Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus di rumah dinas walikota, di jalan Hayamwuruk Sabtu (13/2/2016) siang tadi mulai mengarah pada beberapa hal terkait penanganan wanita tuna susila (WTS), kendati belum muncul komitmen.
Ini setelah pengurus Yayasan Mojopahit meminta Pemkot Mojokerto meninjau ulang rencana pembersihan praktek prostitusi dengan berbagai skema penanganan hingga deadline pembersihan praktek prostitusi.
“Kita berdialog untuk menyamakan persepsi tentang praktek prostitusi di lingkungan Yayasan Mojopahit dan langkah Pemkot menindaklanjuti instruksi Gubernur Jawa Timur tentang zero lokalisasi di semua daerah di Jawa Timur. Penyamaan persepsi ini perlu dibangun dulu, karena karakteristik lokalisasi WTS di daerah lain tidak akan ditemukan di Yayasan Mojopahit, terlebih soal munculnya WTS di lingkungan yayasan,” kata Tegoeh Starianto, Ketua I Yayasan Mojopahit, usai pertemuan dengan walikota.
Dipaparkan Tegoeh, ikhwal ditampungnya para WTS di Yayasan Mojopahit karena perintah Walikota Mojokerto Habib Sjarbini kepada Soewono Blong selaku Kepala Desa Mentikan dan ketua serta pendiri Yayasan Mojopahit. Soewono Blong dianggap mampu menangani WTS liar yang kala itu dianggap mengganggu ketertiban kota.
“Yayasan Mojopahit memang membina aneka tuna, diantaranya tuna susila. Karena ruang gerak yayasan inilah tahun 1970 Walikota Mojokerto, Habib Sjarbini menugaskan Soewono Blong menangani dan menampung WTS liar di lingkungan yayasan,” papar Tegoeh.
Gelombang kedua penampungan WTS di Yayasan Mojopahit yang berdiri tahun 1969 tersebut, ujar Tegoeh, terjadi di era Walikota HR Samioedin, pasca penutupan Lokalisasi Kedundung tahun 1983. Dampak ditutupnya lokalisasi tersebut yakni munculnya prostitusi liar yang tak terkendali.
Agar WTS liar tidak kian berkembang, tahun 1987 Walikota Samioedin meminta Yayasan Mojopahit menampung 13 orang eks mucikari dan anak buahnya yang semula berada di Lokalisasi Kedundung.
Di era Walikota Tegoeh Soejono, di awal tahun 1995 terjadi tindakan represif penutupan kegiatan wanita harapan di lokasi Yayasan Mojopahit. Atas perintah Walikota Tegoeh Soejono, terjadi memobilisasi massa serta mengerahkan seluruh kekuatan Satpol PP untuk menutup paksa wisma wanita harapan di area Yayasan Mojopahit.
“Tindakan represif itu terjadi karena Walikota Tegoeh Soejono menempatkan para WTS sebagai obyek pembangunan bukan sebagai subyek pembangunan yang tengah dalam pembinaan Yayasan Mojopahit. Upaya paksa menutup kegiatan wanita harapan itu pada akhirnya tidak membuahkan hasil,” ungkap Tegoeh.
Langkah berikutnya, Walikota Tegoeh Soejono menerbitkan Surat Keputusan Nomor 28 Tahun 1995 tanggal 5 Pebruari 1995 Tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Masalah Sosial Tuna Susila Khususnya yang Berada di Liposos/Yayasan Mojopahit. Tim ini bertugas membantu Walikota Mojokerto dalam hal membimbing, memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan pembinaan dan pengentasan wanita-wanita susila/wanita harapan yang dilaksanakan oleh Liposos/Yayasan Mojopahit.
“Dalam SK ditegaskan, semua hal terkait penanganan dan pembinaan akan ditanggung APBD Pemkot Mojokerto. Tapi sampai detik ini tidak ada tindak lanjut terkait pembiayaan untuk pembinaan wanita tuna susila sebagaimana dinyatakan dalam SK tersebut. Kalau pun ada dana bantuan dari Pemkot Mojokerto yang mengalir untuk wanita tuna susila binaan Yayasan Mojopahit, hanya bersifat insidentil dengan nilai yang sangat tidak mencukupi untuk penanganan dan pembinaan,” ungkapnya.
Jadi, ujar Tegoeh lebih lauh, kota Mojokerto bersih dari prostitusi adalah alasan yang disebut-sebut Pemkot Mojokerto untuk menutup kegiatan wanita harapan di Yayasan Mojopahit, seperti dilansir berbagai media massa.
“Kalau alasannya karena Instruksi Gubernur Jawa Timur, maka wanita tuna susila binaan Yayasan Mojopahit hanya menjadi obyek kebijakan. Padahal, karakteristik pembinaan wanita tuna susila oleh Yayasan Majapahit bertolakbelakang dengan penanganan wanita tuna susila di lokalisasi sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Gubernur Jawa Timur," ucapnya.
Diingatkan pula, penutupan lokalisasi di beberapa daerah di Jawa Timur tidak berbanding lurus dengan hilangnya praktek prostitusi. Sebaliknya, praktek prostitusi liar tumbuh subur. Ini menunjukkan bahwa penutupan lokalisasi tidak cukup untuk menghentikan praktek prostitusi di masyarakat.
“Akar masalah prostitusi itu kompleks, dan tidak sebagai faktor tunggal. Masalah prostitusi tidak bisa dibahas dan diselesaikan dengan menyederhanakan masalah. Tidak bisa diselesaikan dengan satu cara pandang," tandasnya.
Apalagi, kata Tegoeh, jika soal prostitusi itu diselesaikan hanya dengan satu project. Prostitusi tidak cukup diatasi dengan cara-cara reaktif. Harus dilihat dalam cakrawala yang luas.
“Kalau Pemerintah Kota Mojokerto menilai ada praktek prostitusi di Yayasan Mojopahit maka penilaian yang muncul adalah ahistoris atau berlawanan dengan sejarah. Penilaian itu mengabaikan peran Yayasan Mojopahit sebagai mitra pemerintah daerah Kota Mojokerto sejak tahun 1970 dalam penanganan tuna susila. Makanya dalam kesempatan dialog tadi kita juga sampaikan surat ke Walikota berisi tentang kilas balik munculnya prostitusi itu,” tutupnya.
Dikonfirmasi terkait dialog tersebut, Kepala Bakesbanglinmaspol, Anang Fathurozi mengatakan, jika pertemuan itu masih awal.
“Ya komunikasi (dengan Yayasan Mojopahit) terus kita bangun. Walikota terbuka untuk menampung aspirasi Yayasan Mojopahit terkait penanganan para wanita susila yang kini menjadi binaan yayasan,” katanya.
Disinggung soal deadline Walikota Mojokerto, bahwa 29 Mei 2016 Kota Mojokerto bebas prostitusi, Anang enggan berkomentar lebih jauh. “Bukan ranah saya untuk menjawab,” elak dia.
Sebelumnya, Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus menyatakan, tanggal 29 Mei mendatang Kota Mojokerto bebas prostitusi. Praktek prostitusi yang ada di Yayasan Mojopahit akan dihentikan. Sejumlah kompensasi bagi mucikari, WTS dan warga terdampak sudah dirancang. “Mulai 29 Mei 2016 Kota Mojokerto bebas praktek prostitusi. Akan ada kompensasi bagi mucikari dan WTS yang ada di lingkungan Yayasan Mojopahit. Mereka akan diberi pelatihan, biaya hidup selama tiga bulan,” kata Mas’ud Yunus usai membuka sosialisasi Perda Ketertiban dan Keamanan di Hotel Raden Wijaya, Kota Mojokerto, Selasa pekan lalu.
Pernyataan senada juga dilontarkan walikota dihadapan ribuan warga dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parwansah yang tengah merayakan Gerebeg Maulid di lapangan Surodinawan, Januari lalu. (one)
Social