Mojokerto-(satujurnal.com)
Dua belas tokoh masyarakat dari
berbagai elemen mendeklarasikan Kota Mojokerto dan Jawa Timur Bersih Prostitusi
di halaman luar perkantoran Pemkot Mojokerto, jalan Gajahmada, Minggu
(29/5/2016).
Dalam deklarasi yang disaksikan
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori,
Ditjen Rehabilitasi Sosial Kemensos, ikatan dai lokalisasi (Idial) dan unsur
Forpimda tersebut Tegoeh Starianto, Ketua Yayasan Mojopahit, tokoh pemuka
agama, KH Muthoharun Afif, Ketua PHRI Mojokerto, Satuin, Ketua FKUB, KH Faqih
Usman, GOW, Ninis Triaswati, perwakilan pengelolah kos-kosan, Imam Fahrudin, dan
beberapa tokoh lainnya serempak membacakan tiga poin deklarasi, menyangkut
komitmen membersihkan Kota Mojokerto dan Jawa Timur bersih dari prostitusi,
serta akan mengambil langkah-langkah terpadu untuk pembersihan dan
penanggulangan prostitusi.
Sesaat sebelum deklarasi, Teguh
Starianto angkat suara, mengingatkan kembali soal stigma lokalisasi yang
melekat di tubuh yayasan yang dipimpinnya. Ia menyebut, Yayasan Mojopahit tidak
melokalisir namun melakukan pembinaan terhadap WTS sejak tahun 1970. Langkah
Kota Mojokerto membersihkan praktek prostitusi disambut dengan pembubaran
pembinaan di tubuh yayasan yang menampung aneka tuna, seperti tuna wisma, tuna
karya, tuna daksa, tuna susila dan lain-lain.
“Yayasan Mojopahit mendukung
upaya-upaya pembersihan praktek prostitusi. Karenanya, sejak 8 Pebruari 2016
seiring rencana Pemkot Mojokerto membersihkan praktek prostitusi, di Yayasan Mojopahit
sudah melakukan bersih-bersih prostitusi,” tandas Teguh.
Ia pun menyatakan apresiatif terhadap
Gubernur Soekarwo yang memberikan bantuan modal terhadap 1.137 kepala keluarga
(KK) binaan Yayasan Mojopahit yang terkategori terdampak secara sosial ekonomi.
“Semoga langkah Gubernur yang
memberikan bantuan kepada warga terdampak sosial ekonomi juga akan diikuti
walikota,” seloroh dia.
Sebelumnya, Walikota Mojokerto, Mas’ud
Yunus menyatakan, untuk menjadikan Kota Mojokerto bebas prostitusi, Pemkot
Mojokerto melakukan langkah-langkah koordinatif dengan Forpimda. Salah satu
langkah konkrit yakni pendirian lima posko di lima titik yang rawan praktek
prostitusi.
Sementara, saat memberikan sambutan
usai deklarasi, Gubernur Soekarwo berkilas balik soal penanganan puluhan
lokalisasi hingga menjadi zero prostitusi.
Menurutnya, penutupan lokalisasi di
seluruh Jawa Timur merupakan kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan
pejabat tinggi Jawa Timur dengan tokoh masyarakat serta pengurus MUI di tahun 2011. Sejak saat itu secara bertahap
Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama pemerintah daerah setempat melakukan penutupan.
Proses yang paling lama memakan waktu adalah penutupan lokalisasi Dolly di
Surabaya.
“Sebelumnya di Jawa Timur terdapat 47
lokalisasi yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota. Sejak tahun 2011
silam, jumlah lokalisasi ini terus berkurang. Dan hari ini adalah peristiwa
besar. Sebagaimana dinyatakan Pak Teguh Starianto, tidak ada lagi praktek
prostitusi di yayasan yang dibinanya. Target Jawa Timur zero prostitusi pun
terpenuhi,” katanya.
Namun demikian ia tak menafikan jika
sejatinya pembersihan praktek prostitusi bukan hal gampang. “Perlu pendekatan
terus menerus. Dari pengawasan hingga tindakan. Peran aparat satpol PP di
daerah sangat penting agar praktek prostitusi berkurang secara drastis hingga
benar-benar bisa bersih,” sergahnya.
Ia pun menyatakan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur akan memberikan bantuan kepada 1.137 warga yang terkena dampak
penutupan. Setiap keluarga mendapatkan Rp 3 juta. Uang itu diharapkan dapat
membantu warga untuk membuka usaha baru. (one)
Social