Komisi III DPRD Kota Mojokerto saat audiensi dengan pengurus DKM, Rabu (04/05/2016) |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Nasib Dewan Kesenian Kota
Mojokerto (DKM) kian buram. Dana hibah APBD Kota Mojokerto yang bertahun-tahun
mengalir untuk aktivitas berkesenian awak DKM, tahun ini macet. Tak hanya
urusan operasional dan perawatan gedung DKM yang jadi masalah, namun banyak
karya dan kreativitas yang butuh dana pengembangan yang mengendap tanpa gerak
sehingga tak melahirkan karya.
Macetnya aliran dana hibah Pemkot
Mojokerto lantaran terbentur aturan penyaluran dana hibah dan bansos. Setiap
lembaga masyarakat atau organisasi masyarakat yang mengajukan bantuan hibah
atau bansos harus mengantongi pengesaha lembaga oleh Kemenkumham. Sementara,
sejauh ini DKM belum memiliki legalitas itu.
Kondisi ini diungkap Ketua DKM,
Oki dan beberapa seniman saat audiensi dengan Komisi III (kesra) DPRD Kota
Mojokerto, Rabu (4/5/2016).
“Kami hanya melaporkan program
kerja dan kebutuhan dana DKM,” ujar Oki, singkat.
Ketua Komisi III, Junaidi Malik
menyebut, tahun ini DKM tidak mendapatkan kucuran dana hibah dari Pemkot,
seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, bukan berarti seterusnya kran hibah
untuk DKM tersumbat.
“Hibah (untuk DKM) tetap ada.
Tapi DKM harus terlebih dahulu melengkapi legalitasnya, antara lain pengesahan
lembaga oleh Kemenkumham serta terdaftar di Kesbangpol. Kalau semua itu sudah
dilengkapi kita akan dorong agar mendapat dana hibah,” kata Juned, sapaan
Junaidi Malik usai audiensi.
Jika pun DKM mendapat lagi dana
hibah, ujar Juned, paling cepat pada penganggaran P-APBD 2016. “Itu pun tidak
mungkin dengan nilai yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Menurut Juned, DKM mulai
mendapatkan dana hibah APBD secara rutin di era pemerintahan Walikota Abdul
Gani Suhartono. Besaran hibah sekitar Rp 50 juta. Di era Walikota Mas’d Yunus,
tahun 2015 DKM kembali mendapat kucuran dana dari Pemkot dengan nilai sama, Rp
50 juta.
“Anggaran sebesar itu, menurut
pengurus DKM habis untuk biaya operasional, perawatan gedung, kebersihan dan
bayar listrik. Sedang untuk berkesenian tidak ada ‘vitamin’,” katanya.
Politisi PKB ini menyayangkan
jika institusi yang sudah banyak memberikan kontribusi di bidang seni dan
budaya untuk Kota Mojokerto ini harus mati suri lantaran terganjal dana.
“Sekarang kan sudah ada
Disporabudpar yang bisa mengeksekusi progam kegiatan DKM yang sudah disusun
kurun satu tahun. Tinggal bagaimana Disporabudpar dan DKM membangun sinergitas,”
tandasnya.
Persoalan yang pelik, kata Juned,
justru pada persoalan pendanaan untuk berkesenian.
“DKM berharap mendapat perhatian
dari Pemkot melalui kucuran dana hibah seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka
ingin kesenian berlangsung sebagaimana mestinya dengan keberpihakan pemerintah
daerah. Cukup beralasan memang, karena Disporabudpar sudah dibentuk dengan visi
misi diantaranya pengembangan seni dan budaya yang notabene ada di wilayah DKM
juga,” ujar dia.
Diantara program kegiatan DKM yang
dibeber ke Komisi III, kata Juned lebih lanjut, yakni festival Pasar Kliwon,
Festival Brantas, Festival Kali Tlusur dan lain-lain.
“Program kegiatan itu
sudah diserahkan di Disporabudpar. Harapan kita, program itu bisa ‘ditangkap’
dan dieksekusi Disporabudpar,” tukasnya. (one)
Social