Mojokerto-(satujurnal.com)
Warga Dusun Kedungpalang, Desa Lakardowo,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto dan karyawan PT Putra Restu Ibu Abadi (PT
PRIA) menggelar aksi damai di depan perkantoran Pemkab Mojokerto, jalan Ahmad
Yani, Selasa (19/7/2016).
Mereka yang datang dengan puluhan kendaraan
roda empat, truk dan bus serta ratusan sepeda motor membeber poster berisi
tuntutan dan kecaman terhadap pihak-pihak yang dinilai memprovokasi dan
menggoyang pabrik limbah B3 tersebut.
Beberapa spanduk itu bertulis 'Jangan biarkan
penyelundup yang memicu SARA masuk Desa Lakardowo', dan 'Jangan pecah belah
kehidupan bermasyarakat kami, STOP cuci otak pada warga'.
Secara bergantian mereka yang menyatakan pro PT
PRIA ini berorasi diatas mobil bak terbuka menuntut Pemkab dan aparat segera
turun tangan atas keadaan di Desa Lakardowo yang saling fitnah dan permusuhan
terkait keberadaan pabrik tersebut.
Mereka menegaskan, mayoratas warga mendukung keberadaan PT PRIA.
Pabrik pengolah limbah itu dinilai mampu mendongkrak perekonomian warga melalui
rekruitmen ratusan karyawan.
“Banyak warga desa yang dijadikan karyawan PT PRIA.Dengan
sendirinya, kehidupan ekonomi warga kian membaik. Jika kami mendukung
keberadaan PT PRIA, ini salah satu alasannya,” tandas salah satu warga saat
berorasi.
Soal dampak lingkungan dari olahan pabrik yang terus disoal
sebagian warga hingga berujung pada penutupan pabrik, menurut mereka hasilnya
belum teruji. Karena sejauh ini hasil lab dari BLH Jatim belum turun.
“Kami juga menuntut agar hasil uji lab dibeber secara transparan,
agar semua pihak tahu sejauh mana dampak limbah yang disebut-sebut sebagian
pihak penentang keberadaan pabrik ini sangat berbahaya. Kami meyakini dampak
lingkungan seperti disoal itu tidak ada dan tidak terbukti,” cetus dia.
Berselang sekira setengah jam, Pemkab Mojokerto menemui
perwakilan karyawan PT PRIA dan warga. Dihadapan Asisten
I Pemerintahan Sekkab Mojokerto A Jazuli yang menerima mereka, perwakilan aksi
demo meminta pemkab segera turun tangan dan menyelesaikan permusuhan warga yang
pro dan kontra dengan keberadaan PT PRIA.
“Permusuhan ini juga berdampak pada kenyamanan
karyawan yang bekerja di PT PRIA,” kata staf PT PRIA, Mujiono.
Setidaknya, 689 karyawan pabrik, lanjut
Mujiono, merasakan kesenjangan luar biasa di desa dan tekanan pada keluarga
karyawan.
"Banyak yang resign (mengundurkan diri)
dari PT PRIA karena ada tekanan dari warga selama dan setelah bekerja. Begitu
juga dengan keluarga karyawan yang dimusuhi warga karena bekerja di PT
PRIA," katanya.
Seharusnya, kata Mujiono, permasalahan ini hanya terkait masalah baku mutu limbah dimana yang terlibat adalah PT PRIA dan pemerintah.
"Ini menjadi persoalan PT PRIA dan tak
melibatkan warga dan karyawan," tukasnya.
Hal senada juga diutarakan H Tawar, warga desa
itu yang juga jadi security di PT PRIA. Dia mengungkap, banyak anak dari karyawan
PT PRIA yang bersekolah malah diteror warga. Begitu juga dengan ulama yang
kebetulan karyawan PT PRIA, ketika mengajak shalat berjamaah selalu ditolak
sebagian warga karena bekerja di pabrik limbah itu.
"Yang kami harapkan adalah ketentraman di
desa ini lagi. Makanya, ketika kami melakukan aksi damai ini, kami juga
mengajak warga yang kontra untuk ikut demo dan menyuarakan kedamaian di desa
kami," paparnya.
A Jazuli mengaku sudah membicarakan persoalan
itu dengan forpimda, termasuk Polres Mojokerto Kota.
"Kami sangat iba, karena masalah limbah
ini sudah merambah pada teror pada agama dan pendidikan di desa itu," ujar
Jazuli.
Pemkab, ujar Jazuli, menindaklanjuti keluhan
warga dan tengah mencari solusi untuk mendamaikan warga, termasuk dengan
membentuk tim untuk turun dan bertemu dengan warga.
"Kami berusaha segera mendamaikan mereka,
sambil menunggu hasil uji lab di Pemprov Jatim dari hasil baku mutu limbah di
sumur pantau," tegasnya.
Sebelumnya, Rabu 25 Mei 2016 lalu, ratusan
warga Lakardowo menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemkab Jombang
menuntut penutupan lahan limbah B3 milik PT PRIA. Sejumlah perwakilan warga tersebut
menggelar orasi di depan pintu masuk kantor
Pemkab. Dalam orasinya warga menyebut, limbah B3 PT PRIA telah
mencemari sumur dan areal perkebunan milik warga.
"Bupati jangan tutup mata, karena saat ini kami warga
Lakardowo merasakan dampak yang luar biasa dari pengolahan dan pemanfaatan
limbah PT PRIA ini," seru Nurasim, Koordinator Presidium Masyarakat Peduli
Lakardowo.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Mojokerto, Zainul
Arifin mengatakan terkait desakan penutupan PT PRIA, Zainul mengaku
kewenangannya bukan di Pemkab Mojokerto melainkan langsung di Kementerian
Lingkungan Hidup.
"Ini sesuai
amanat Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009, yang mana terdapat pembagian
kewenangan baik oleh Kementerian, Pemerintah Provinsi dan Bupati. Khusus untuk
pengolahan limbah B3, sepenuhnya kewenangan berada di kementrian, baik
itu soal perizinan, operasional serta pengawasannya. Dan posisi pemkab hanya
bisa memfasilitasi ketika ada masalah," terangnya.
Zainul juga menjelaskan, jika perizinan yang dimiliki oleh PT
PRIA sudah lengkap. Izin tersebut meliputi izin transporter, izin pemanfaatan
limbah B3, izin pengolahan limbah B3 baik limbah cair maupun padat maupun izin
insenerator untuk pembakaran limbah.
"Izin dikeluarkan dengan melakukan kajian tekhnis yang
detil dan mendalam, jika Kementerian sudah memberikan izin, brarti PT PRIA
dipandang sudah berhak melakukan operasional dengan kewajiban-kewajiban yang
mengikat dan tertera didalmnya," tambahnya.
Terkait keluhan pencemaran air yang dilaporkan oleh Ecoton ke
BLH Kabupaten, Provinsi dan Kementerian, menurut Zainul itu sudah ditanggapi.
Tim gabungan dari BLH dan Kementerian sudah turun dan melakukan uji sampel di 9
titik sumur warga.
“Hasilnya masih memenuhi baku mutu, memang ada beberapa
parameter yang masih tinggi, akan tetapi tidak membahayakan masyarakat,"
tukasnya. (one)
Social