Puluhan murid TK Taman Pembinaan Anak Soleh (TK TAPAS) Desa
Blimbing, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang mulai menikmati tempat belajar yang cukup layak, setelah
sebelumnya harus belajar ditengah puing bangunan sekolah mereka yang rata
dengan tanah akibat tergusur proyek Trans Jawa di Sesi II Kertosono
– Mojokerto.
Kendati kini belajar di halaman rumah bu Sholeh, warga setempat,
tepat di belakang makam desa, namun mereka tampak lebih menikmati ketimbang
belajar diantara reruntuhan bangunan dengan kebisingan alat berat proyek tol.
Pemilik lahan memperbolehkan memfungsikan lahan untuk kegiatan TK
TAPAS hingga menempati gedung baru.
Gus Hans, seorang dermawan yang empati dengan kondisi TK TAPAS
ini menyalurkan bantuan peralatan sekolah dan buku untuk memperlancar proses
belajar mengajar di sekolah tersebut, Senin (5/9/2016).
“Dalam kasus penggusuran lahan tol Moker, pemerintah harus
memperlakukan lembaga pendidikan ini secara berbeda dengan lainnya, meski
secara kepemilikian lembaga pendidikan ini masih atas nama perorangan, bukan
milik pemerintah desa,” katanya.
Dirinya menyatakan akan kembali melakukan komunikasi dengan
Pemkab Jombang, agar diperoleh kejelasan soal penggantian lahan untuk TK TAPAS.
“Ada kabar kalau Pemkab Jombang akan memberikan penggantian lahan, tapi apakah
yang dimaksud lahan untuk TK TAPAS atau bukan, ini yang perlu dipertanyakan
lagi,” imbuhnya.
Sementara itu Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
Jawa Timur memberi perhatian khusus terhadap lembaga pendidikan ini. Peran
pemerintah dalam mengawal kelangsungan pendidikan pun dipertanyakan lembaga
ini. Apalagi ada kabar dari Biro Hukum Pemkab Jombang, jika TK TAPAS akan mendapat
penggantian lahan di tempat lain, meski sejauh ini belum ada kejelasan.
Seperti diberitakan, eksekusi bangunan untuk proyek tol
Trans Jawa di Sesi II Kertosono – Mojokerto menyasar TK TAPAS Desa Blimbing,
Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Gedung sekolah yang ditempati sedikitnya
40 murid TK itu sebagian besar rata dengan tanah. Agar kelangsungan pendidikan
tidak terhenti, yayasan TK TAPAS tetap memanfaatkan sebagian bangunan yang
tersisa, lantaran tak memiliki gedung lain yang bisa dijadikan alternative.
Orang tua murid pun mengaku
hanya bisa pasrah jika anak-anak mereka harus belajar ditengah puing-puing
bangunan sekolah. Tak ada lagi bangku sekolah yang biasanya menjadi tempat
duduk selama proses belajar mengajar berlangsung.
Dikhawatirkan mereka terganggu
secara psikologis serta dibayangi rasa was-was jika sewaktu-waktu gedung mereka
ambruk.(rg)
Social