Mojokerto-(satujurnal.com)
Hasil
uji laboratorium kualitas air tanah di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Mojokerto yang disampaikan Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) dalam sosialisasi bertajuk ‘Penjelasan
Hasil Analisis Sampel Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Desa Lakadowo’ di
balai desa setempat, Selasa (4/10/2016), tidak diamini warga.
Debat
panjang pun mewarnai sosialisasi buntut polemik limbah B3 PT Putera
Restu Ibu Abadi (PRIA) yang beraktivitas di desa tersebut.
Abdul
Ghofur, salah satu perwakilan warga mengatakan warga tidak bisa menerima hasil
uji lab tersebut. Ini lantaran, KLHK tidak dapat menunjukan dokumen resmi
pengujian.
"Kami
menolak semua kesimpulan yang disampaikan dari kementrian. Karena KLHK tidak
bisa menunjukan dokumen hasil uji laboratorium," cetusnya.
Menurut
Ghofur, polemik dugaan pencemaraan lingkungan yang dilakukan perusahaan
pengolah limbah ini bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Jika semua pihak
dapat duduk bersama dan menjawab keluhan-keluhan warga.
"Maka
itu, kami meminta agar semua pihak bisa didatangkan. Baik dari yang menangani
persoalan uji laboratorium dan juga yang menangani perizinannya. Karena,
menurut kami ada yang salah dengan proses perizinannya," paparnya.
Penolakan
warga, imbuh Ghofur, bukan tidak berdasar. Selain tidak adanya dokumen resmi,
beberapa pihak yang mestinya dihadirkan untuk menjawab berbagai keluhan warga
juga tidak ada. Sehingga warga memilih menolak hasil tersebut.
"Pertemuan
ini katanya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Desa Lakardowo, dengan
PT PRIA tapi kenapa tidak hadir semua. Untuk menjawab soal aturan perizinan
saja tidak ada yang bisa," tambahnya.
Sementara
itu, Budi Kurniawan, Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi Beban Pencemar, Dirjen
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, menyatakan, dari
analisis dan kesimpulan dua ahli dari UGM dan ITB sebagai narasumber yang
ditunjuk pihaknya atas hasil uji lab yang dilakukan BLH Jawa Timur menyebutkan
bahwa air bawah tanah dan air permukaan di Desa Lakardowo masih
di bawah baku mutu atau negatif limbah B3. Sehingga dugaan
pencemaran air sumur warga Desa Lakardowo itu bukan lantaran limbah B3 dari PT
PRIA, namun pencemaran itu disebabkan karena limbah rumah tangga.
"Kalau
melihat parameter air tanah dan alirannya, maka aliran air dari PT PRIA itu
tidak mengarah ke sumur-sumur milik warga," tandas Budi Kurniawan.
Sedangkan
fenomena penyakit gatal-gatal massal dan diare yang menimpa warga setempat,
diduga karena kandungan air di Desa Lakardowo, banyak mengandung bakteri ecoli.
Dimana, bakteri tersebut berasal dari kotoran hewan.
"Karena
kandungan arsenik yang bisa menyebabkan gatal-gatal itu di bawah baku mutu.
Sepertinya, itu karena faktor lain," terangnya.
Budi
Kurniawan mengaku dapat memaklumi terkait penolakan warga ini. Namun, pihaknya
memastikan bahwa hasil yang disampaikan pihaknya kepada warga itu sesuai data hasil
uji laboratorium. Tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
"Kita
ini menangani persoalan se-Indonesia sedangkan anggaran kita terbatas. Untuk
menanggulangi itu kita harus merevisi anggaran dan butuh waktu. Sebab, data
laboratorium baru keluar kalau sudah dibayar. Akhirnya kita minta hasilnya
saja, untungnya boleh sama laboratorium," tambahnya.
Terkait
desakan warga untuk mendatangkan petugas dari Dirjen yang menangani pengelolaan
amdal, dan yang masalah perizinan, Budi menyatakan hal itu merupakan usulan
yang sangat bagus. Karena dapat memberikan penjelasan secara langsung kepada
warga.
"Saya
kira itu bagus karena lebih konferhensif. Hasil pertemuan ini akan kita
laporkan ke pimpinan. Sehingga bisa dikomunikasikan di lintas Dirjen,"
tandasnya. (one)
Social