Kelangkahan pupuk
bersubsidi di Jombang tak pelak memicu keresahan para petani setempat.
Kondisi tersebut imbas dari pengurangan kuota pupuk
bersubsidi yang dialokasikan untuk petani. Dari 34 ribu ton menjadi 31 ribu ton, atau dari
180 kilogram per hektare menjadi 165 kilogram per hektare.
Terlebih, lahan dan persemaian padi telah dipersiapkan sejumlah
petani. Seperti petani di desa Bareng kecamatan Bareng. Mereka mengaku resah akibat kelangkaan pupuk. Di desa ini segala jenis pupuk
sulit didapat. Kalaupun ada bukan pupuk bersubsidi harus ditebus dengan harga jauh lebih mahal. Padahal petani saat ini membutuhkan pupuk
dasar untuk 15 hari pasca tanam.
Berbeda dengan kecamatan Bareng, di wilayah desa/ kecamatan Mojowarno, para petani telah
menyimpan lebih dahulu pupuk jenis ponska. Pupuk ponska dibeli sedikit demi sedikit sehingga pada
waktu pemupukan telah tersedia, namun pupuk jenis urea tidak dimiliki.
Suroso salahsatu petani desa Bareng mengaku telah berupaya mendapatkan pupuk urea ke
sejumlah distributor, namun masih kosong. Sehingga pemupukan hanya menggunakan ponska tanpa
menggunakan urea. Akibat kelangkaan pupuk jenis urea ini petani pesimis
akan panen sesuai harapan.
Menanggapi kelangkaan pupuk tersebut, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Hadi Purwantoro mengaku, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Ini lantaran terjadi
pengurangan kuota pupuk bersubsidi ke kabupaten Jombang. Pengurangan kuota
tersebut telah terjadi sejak tahun 2016,sehingga keresahan petani terhadap kelangkaan pupuk
bukan pada musim tanam ini saja.
Dikatakan Hadi
Purwantoro, Dinas Pertanian Kabupaten Jombang pada tahun 2016 mengajukan kuota pupuk urea bersubsidi
47.307 ton yang terealisasi hanya 34.075 ton. Pengajuan 11.118 ton pupuk jenis SP-36 terealisasi
3.086 ton. Pengajuan pupuk jenis ZA sebesar 29.397 ton terealisasi 22.067 ton. Sedangka pengajuan pupuk
jenis NPK 28.455 ton terealisasi 21.648 ton, dan pengajuan
pupuk jenis organik sebesar 18.021 ton terealisasi 8.672 ton.
Sedang untuk musim tanam tahun 2017, dari
pengajuan Dinas Pertanian terjadi pengurangan kuota untuk semua jenis pupuk. Sehingga yang
terealisasi hanya sebesar 30 hingga 68 persen dari pengajuan. Misalnya pupuk urea
dari pengajuan 49.646 ton terealisasi 31.000 ton atau 62 persen dan pupuk
sp-36 dari pengajuan 9773 ton terealisasi 3000 ton atau hanya 30 persen dari
pengajuan.
“Untuk mencapai panen yang maksimal dalam kondisi kekurangan
pupuk kimia, kami memberikan penyuluhan penggunaan pupuk organic. Sebab biayanya
masih jauh lebih murah daripada harga pupuk urea non subsidi yang berkisar Rp 4.000 rupiah perkilogram, sedang
urea bersubsidi hanya seharga Rp 1.800 perkilogram.(rg)
Social