Mojokerto-(satujurnal.com)
Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota
Mojokerto belakangan gencar
menggelar kampanye Cegah Kekerasan Anak, dengan menggandeng Kepolisian,
Kejaksaan dan BNNK.
Kampanye dilakukan dengan ‘blusukan’ ke sekolah-sekolah untuk mlakukan sosialisasi terkait persoalan kekerasan terhadap
anak.
"Kita libatkan
semuanya untuk melakukan sosialisaai ke sekolah-sekolah, materinya soal
bahaya narkoba, serta kekerasan terhadap anak. Semua itu untuk
mendukung perwujudan kota Mojokerto sebagai kota layak anak (KLA), " terang Mohamad Ali Imron, Kepala DP3AKB Kota Mojokerto,
Senin (17/4/2017).
Dalam sosialisasi dengan sasaran pelajar itu,
juga diisi dengan berbagai simulasi kegiatan pencegahan masalah pada anak,
baik masalah narkoba, sosial maupun kriminal.
"Selain materi
hukum, kita juga paparkan solusi-solusinya juga. Bagaimana jika pelajar menghadapi dan menemui persoalan
kekerasan terhadap anak, " tambah Ali Imron.
SMPN 2 Kota Mojokerto tadi mendapat giliran sosialisasi terkait
kekerasan terhadap anak. Hadir sebagai nara sumber yakni dari BNNK dan
Satreskrim Polres Mojokerto Kota.
"Kekerasan
terhadap anak masih berpotensi terjadi di Kota Mojokerto ini, baik itu
secara kriminal maupun sosial. Seperti yang baru-baru ini ditangani Polres
Mojokerto soal kasus pencabulan yang korbannya siswa SD. Sosialisasi ini untuk
menunjukkan apa hak-hak anak terkait kekerasan terhadap anak ini, " lontar
Iptu Sigit Pramono, KBO Satreskrim Polres Mojokerto Kota usai menjadi nara
sumber.
Iptu Sigit Pramono menegaskan, pelajar harus
memahami apa itu kekerasan terhadap anak, maupun apa saja yang masuk dalam
unsur kekerasan terhadap anak tersebut. Saat ini sudah diagendakan untuk
melakukan sosialisasi terhadap pelajar di sekolah se Kota Mojokerto.
"Pelajar juga
harus dijelaskan juga terkait tindakan kriminal maupun konsekwensi
hukumnya apa terkait soal kekerasan terhadap anak itu, " tandas Sigit
Pramono.
Sigit memaparkan,
pihaknya juga berupaya sebisa mungkin agar tindakan kekerasan yang
terjadi disekolah, bisa diselesaikan di sekolah sendiri secara lebih awal. Apalagi
menurut Sigit, keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan, tindakan guru
dalam memberi sanksi muridnya yang bersifat mendidik, tidak bisa dipidanakan.(one)
Social