Mojokerto-(satujurnal.com)
Empat soko guru atau tiang
utama dari kayu jati yang berfungsi menyangga kerangka serta atap Masjid Agung
Al Fattah Kota Mojokerto dipertahankan dalam rehab berat yang saat ini tengah
berlangsung.
Yang paling mengemuka
hingga harus mempertahankan empat soko guru yang dibangun di abad 19 itu, yakni
pelestarian pilar masjid sebagai salah satu pusaka heritage Masjid Al Fattah.
Sekretaris Panitia
Rehab Masjid Al Fattah, Choirul Anwar mengatakan hal itu terkait perencanaan
rehab masjid tertua di Kota Mojokerto yang kini memasuki tahun ketiga, Kamis
(13/4/2017).
“Ada tahapan
terpenting dalam rehab masjid (Masjid Agung Al Fattah), yakni merekontruksi
soko guru. Empat soko guru yang ada saat ini nantinya dilepas untuk direkontruksi
ke bentuk aslinya. Warna cat yang ada dihilangkan untuk dikembalikan ke bentuk
asli ukir dan warna asli kayu,” terang Choirul Anwar.
Jika empat soko guru
sudah selesai direkontruksi, lanjut Choirul Anwar, akan dikembalikan ke posisi
semula. “Tapi fungsinya sebagai ornamen, bukan lagi sebagai pilar penyangga,”
imbuhnya.
Sebelum dilakukan
pelepasan atau pencopotan empat soko guru, rangka baja dipastikan sudah
terpasang seratus persen.
“Perkiraan pemasangan
rangka baja dan pelepasan empat soko guru memakan waktu sekitar lima bulan atau
bulan Nopember. Pemasangan kembali empat soko guru dengan bentuk asli tanpa cat
sekitar bulan Desember tahun ini,” paparnya seraya menyebut tinggi soko guru
akan dinaikkan dari 10 meter menjadi 13,5 meter.
Menurut Choirul
Anwar, pekerjaan di bangunan utama pilar penyangga memang yang paling rumit dan
menyerap anggaran lumayan besar. Untuk kerangka baja saja akan menghabiskan
dana tidak kurang dari Rp 800 juta rupiah. Sedangkan lantai marmer diantara
empat soko guru berjarak 4,6 meter nantinya dipesan khusus dengan kualitas
super. Anggaran yang direncanakan mencapai Rp 1,9 miliar.
Yang menarik lagi,
untuk merekontruksi empat soko guru yang berdiameter masing-masing 50
centimeter itu panitia tidak menyerap dari bantuan hibah Pemkot Mojokerto.
“Pekerjaan
rekontruksi soko guru ini bukan saja menyangkut teknis, tapi juga seni yang
butuh sentuhan tangan-tangan khusus. Pekerjaan ini tidak bisa dibiayai anggaran
hibah, karena dalam pengajuan ke Pemkot tidak dicantumkan item ini (rekontruksi
soko guru),” ungkapnya.
Jadi, kata Choirul
Anwar lebih lanjut, meski terjadi rehab berat namun struktur bangunan masjid
yang memiliki nilai historis itu tetap dipertahankan. Struktur
bangunan terdiri dari bangunan utama yang terletak di ujung barat. Ada mihrab
atau mimbar untuk khotbah serta tempat untuk imam memimpin salat di dalamnya.
Empat kayu berukuran besar sebagai soko guru atau pilar utama di sisi tengah akan tetap ada, meski fungsinya tidak lagi
sebagai penyangga. “Secara
arsitektur tidak ada perubahan. Bentuk, ukuran sama persis dengan yang lama,”
katanya.
Diberitakan
sebelumnya, proyek rehab Masjid Agung Al Fattah Kota Mojokerto
memasuki tahap kedua di tahun ketiga. Jika di tahap pertama rehab masjid sudah
sekitar 30 persen, maka tahap kedua ini fisik bangunan ditargetkan rampung
hingga 63 persen.
Target itu
mengacu pada perolehan dana untuk rehab tahap kedua. Setidaknya, kini sudah ada
dana segar dari bantuan hibah Pemkot Mojokerto yang kedua sebesar Rp 10 miliar.
Dengan dana miliaran rupiah tersebut, yang akan tersentuh rehab yakni bagian
tengah, tiang penyangga utama serta pemasangan ornamen dari kayu yang
sebelumnya jadi penyanggah vital serta penyelesaian bangunan bagian utara.
Sementara itu, dalam catatan panitia
rehab masjid, Masjid Agung Al Fattah mengalami beberapa kali direhab..
Sekedar
diketahui, rehab pertama masjid Al Fattah dilakukan
pada 1 Mei 1932 atau lebih dari setengah abad sejak difungsikan 12 April 1878.
Rehab pertama masjid yang digarap Comite Lit atau panitia pemugaran yang
terdiri dari Bupati Kromojoyo Adinegoro memakan waktu sekitar dua tahun.
Peresmian rehab dilakukan M.Ng Reksoamiprojo, Bupati Mojokerto ke -IV - V
pada 7 Oktober 1934.
Pada 11 Oktober 1966, masjid ini
diperluas lagi oleh R Sudibyo, Wali Kota Mojokerto dan diresmikan pada 17
Agustus 1968. Setahun kemudian, tepatnya 15 Juni 1969 Bupati RA Basuni juga
melakukan perluasan.
Setelah hampir 100 tahun berdiri,
ternyata masjid ini tidak memiliki nama. KH Achyat Chalimy pengasuh Ponpes
Sabilul Muttaqin memberi nama masjid ini dengan nama Masjid Jamik Al Fattah.
Di era Walikota Mojokerto, Moh Samiudin,
4 April 1986 Masjid Jamik Al Fattah dipugar lagi. Nama Masjid Jamik Al Fattah
pun kemudian diganti menjadi Masjid Agung Al Fattah. (one)
Social