![]() |
Dwi Edwin Endra Praja |
Mojokerto-(satujurnal.com)
10
orang anggota Dewan yang yang diperiksa tim penyidik KPK di aula Wira Pratama
di lantai dua Mapolresta Mojokerto, Rabu (12/7/2017) menyatakan mengakui
menerima uang tunai Rp 5 juta. Uang itu disebut dari pimpinan Dewan tanpa
mengetahui sumber uang tersebut.
"Ya
saya akui terima uang lima juta dari pimpinan Dewan. Tapi terus terang saya
tidak tahu asal uang itu, karena disebut pimpinan (Dewan) itu rejeki,"
ujar Dwi Edwin Endra
Praja, politisi asal Partai Gerindra saat rehat siang.
Pertanyaan
tim penyidik soal uang itu, kata Edwin, terkait bukti transfer uang Rp 150 juta
tanggal 10 Juni 2017 dari Wiwiet Febrianto, Kepala Dinas PUPR kepada tiga
pimpinan Dewan.
Penyidik
KPK, lanjut Edwin, menanyakan kesediaannya mengembalikan uang tersebut.
"Ya secara prinsip saya siap
mengembalikan," katanya.
Disinggung nama-nama anggota
Dewan yang kecipratan uang ‘rejeki’ itu, Edwin mengaku tidak tahu pasti. "Saya
tidak tahu pasti, tapi saya kira semua anggota Dewan menerima dengan nominal
yang sama," tukasnya.
Senada
juga diutarakan Junaidi Malik asal PKB. Ia mengakui menerima uang sebesar Rp 5 juta itu. "Saya terima dari Fanani
(Wakil Ketua Dewan asal PKB yang terkena OTT KPK)," aku Juned, sapaan Junaidi Malik.
Dari Fanani, ujar Juned, ia
mendapat penjelasan soal sumber uang itu.
“Katanya uang itu
bukan berasal dari APBD namun dari pihak ketiga. Ya saya terima saja. Tapi yang jelas uang itu masih utuh dan pasti akan
saya kembalikan,” sergahnya.
Demikian
juga pengakuan Suyono, politisi PAN. "Saya diberi Umar Faruq ( Wakil Ketua
Dewan asal PAN yang terkena OTT KPK)," katanya seraya menyebut nominal dan kesediaannya mengembalikan seperti yang
disampaikan ke tim penyidik KPK.
Suyono
pun menyebut sejawatnya yang diperiksa hari ini
semuanya menyatakan akan mengembalikan uang dadakan itu.
Soal
uang 'rejeki' itu, Deny Novianto, politisi Partai Demokrat memilih tak
berkomentar. Ia mempersilahkan wartawan untuk menanyakan langsung ke penyidik.
"Pesan penyidik, itu urusan penyidik. Silahkan
tanya langsung ke penyidik," kilahnya.
Selain
soal uang 'rejeki' ,Deny mengaku dicecar
sejumlah pertanyaan oleh tim penyidik KPK seputar proyek PENS.
"Memang
materi pertanyaan seputar rencana pembangunan kampus PENS. Karena saya tidak
banyak mengetahui rencana , ya sebatas yang tahu saja yang saya sampaikan,” tukasnya.
Seperti
diberitakan sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari
ini memeriksa 10 anggota DPRD Kota Mojokerto sebagai saksi terkait pengembangan
hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap tiga pimpinan Dewan dan Kepala
Dinas PUPR.
Kesepuluh
anggota Dewan tersebut yakni Dwi Edwin Endra Praja
asal Partai Gerindra, Suliyat, Gusti Patmawati, dan Yunus Suprayitno, ketiganya
asal PDI Perjuangan, Suyono dan Yuli Veronica Maschur, keduanya asal PAN. Lalu
Junaidi Malik, M Gunawan dan M Cholid Firdaus, masing-masing dari PKB, PPP dan
PKS.
Mereka datang
hampir bersamaan waktunya, sekitar pukul 10:30 WIB.
Mereka
dimintai keterangan seputar pengalihan anggaran proyek kampus PENS.
KPK menjadwalkan memanggil 22 anggota Dewan
dan sejumlah pejabat Pemkot Mojokerto mulai Selasa (11/7/2017) hingga Jum’at
(14/7/2017).
Hari
ini merupakan pemeriksaan hari kedua tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan di
Kota Mojokerto.
Selasa
(11/7/2017) kemarin tim penyidik memeriksa delapan saksi, yakni
Wakil Walikota Mojokerto, Suyitno, Kepala Dinas Pendidikan, Novi Raharjo,
Sekretaris Dinas PUPR, Nara Utama, Kabid Aset BPPKA, Ani Wijaya, Kabid Anggaran
BPPKA, Subekti, Kabid Perencanaan Bappeko, Helmi, anggota Dewan asal Partai
Demokrat, Uji Pramono, dan anggota Dewan asal Partai Gerindra, Muhammad Harun.
Tanggal
17 Juni 2017 lalu, Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo (PDI Perjuangan) dan dua
wakil ketua, Umar Faruq (PAN) dan Abdullah Fanani (PKB) ditetapkan sebagai
tersangka penerima suap dan saat ini tengah ditahan KPK di Jakarta pasca.
Ketiganya diduga menerima suap dari Kepala Dinas PUPR Wiwiet Febrianto untuk
memuluskan rencana pengalihan dana hibah Rp 13 miliar dari pembangunan Kampus
PENS menjadi pekerjaan penataan lingkungan dibawah Dinas PUPR.
Dari
OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 470 juta. Dari jumlah itu
Rp 300 juta merupakan bagian dari Rp 500 juta sebagai komitmen untuk pengalihan
anggaran.
Sebelumnya
tiga pimpinan Dewan tersebut sudah menerima Rp 150 juta yang dibayarkan secara transfer pada 10 Juni 2017.
Sedangkan
sisanya, Rp 170 juta diduga sebagai setoran triwulan. Julah itu didapatkan dari
Rp 140 juta dari mobil Wiwiet Febrianto saat OTT dan Rp 30 juta mobil seseorang
berinisial T yang merupakan kurir Wiwiet Febrianto. (one)
Social