BILA GAMBAR MENYISAKAN KESAN - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

BILA GAMBAR MENYISAKAN KESAN

Oleh : Choirul Anwar

BEGITU pesta demokrasi bernama Pilkada mulai bergulir, beragam banner, billboard dan baliho potret diri calon kontestan Pilkada terpampang dan menghiasi space iklan di jalan-jalan umum dan tempat-tempat strategis.

Potret diri dengan berbagai action, lengkap dengan ucapan, slogan, tagline, motto dan tak ketinggalan torehan nama , nama panggilan bahkan akronim dari nama panggilan terlihat jelas dan begitu jelas terbaca oleh setiap pengguna jalan yang berlalulalang meski melintas dengan kecepatan tinggi sekalipun.   

Tak salah,  bila media outdoor itu didesain sedemikian rupa agar menjadi magnet bagi khalayak meski hanya  dapat menyisakan butiran kesan  ditengah  kehidupan masyarakat.

Ini menjadi langkah yang dianggap taktis mengawali promosi diri sebelum mereka bertaruh dalam kancah persaingan pilkada Kota Mojokerto pada tahun 2018 nanti. Minimal dapat memperkenalkan sebuah nama sekalipun nama itu tak mampu mengukir  hati massa.

Fenomena ini menjadi lazim dilakukan untuk meraih mimpi ketika ambisi telah bergelayut dihati. Tak peduli walau  harus merubah wajah kota, hingga kelihatan semrawut tertoreh oleh gambar-gambar yang menyesaki  jalan-jalan hingga disudut pemukiman, terpampang berderet dengan iklan lainnya baik berupa baliho, spanduk,  banner maupun neon box.

Tampilan media yang elok itu tentunya tidak serta merta menjadi magnet untuk dulangan suara pemilih Pilkada. Apalagi jika sang ‘calon’ merupakan tokoh dadakan dan tidak fasih berbicara program.

Popularitas mereka mengemuka bukan karena kiprah, tapi karena polesan indah hasil branding media semata.

Kendati demikian angan mengenakan mahkota diujung kepala begitu kuat saja. Bayang bayang singgasana dengan berbagai fasilitas dan pelayanan yang menjanjikan,  telah membelenggu jiwa yang kerap haus akan  " kehormatan " dan " kekuasaan ".

Kekeringan jiwa terjebak dalam perspektif bahwa diri adalah sebuah " harga " ,  karena sifat kibir yang  melekat di dada selalu merindukan setiap mata yang datang sambil menundukkan kepala dihadapannya, selain harapan harta yang melimpah.

Apalagi jika ilusi  telah menggoda hati, tanggung jawab berat berubah menyerupa menjadi bayangan indah.  Motivasi dan emosi tak akan terkendali, bahkan lari dari introspeksi tanpa menyadari jika kapabilitas dan integritas tak memadai.

Dengan berbagai dalil pembenar, mereka lakukan manuver untuk mengawal rekomendasi atau menggandeng partai untuk menjadi calon yang diamini. Tak ada yang tak membanggakan diri bahkan membentuk opini seolah menjadi pilihan massa yang paling diminati.

Sementara gelaran gambar terus dikibarkan berjejer dipinggir pinggir jalan. Tak dipungkiri bahwa upaya itu bagian dari test case  mencari informasi sejauhmana eksistensi diri punya peluang dan laku  meraup suara tertinggi  sebelum benar-benar mencalonkan diri dan berharap disanding sebagai jago partai.

Ketika realita hasil survey jauh dari harapan, mereka berjalan semakin kencang melakukan propaganda membius massa, mematok area dan mematri gambar lengkap dengan slogan yang kadang terkesan tak terarah. Tetapi tetap saja dipaksakan seakan kehabisan istilah.

Fenomena ini terjadi karena keakuan dan kekakuan mesin-mesin penggerak dan pendorongnya, yang tak kenal lelah membisik menjanjikan cita-cita, seakan sukses sudah didepan mata. 

Kegagalan kaderisasi tak menyurutkan niat menyorong seseorang  menjadi "calon" . Tak ada pilihan, karena terpapar krisis penerus yang mumpuni, sehingga menjadi lupa akan pelajaran yang pernah ada. Mengabaikan logika dan pertimbangan, membiarkan bunga layu dan tak kan berkembang lagi dengan alasan demokrasi. *

*) Penulis adalah Kabag Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Mojokerto.


Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional