Mojokerto-(satujurnal.com)
Sebanyak empatpuluh orang saksi dalam penyidikan tindak
pidana korupsi suap terkait dengan pengalihan anggaran pada Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Tahun 2017 diperiksa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua orang pejabat eselon III, yakni Yustian Suhardinata, Kasi
Penataan Prasarana Lingkungan Dinas PUPR dan Moh Afif Hasan, Kasi Penataan
Bangunan Dinas PUPR diperksa penyidik KPK di Jakarta, 4 Juli 2017 lalu.
Sedangkan duabelas saksi dari pejabat Pemkot Mojokerto,
termasuk Wakil Walikota Mojokerto, Suyitno, duapuluh dua anggota DPRD Kota
Mojokerto, Aktivis LSM, kontraktor, dan pegawai BPRS menjalani pemeriksaan tim
penyidik lembaga antirasuah itu kurun empat hari, mulai Selasa (11/7/2017)
hingga Jum’at (14/7/2017) di ruang Wira Pratama, lantai 2 Gedung Mapolresta
Mojokerto, jalan Bhayangkara.
Pemeriksaan puluhan saksi tersebut setelah KPK meningkatkan status penanganan perkara ke
penyidikan serta menetapkan tiga orang sebagai tersangka penerima suap, yakni Ketua Dewan, Purnomo, Wakil Ketua Dewan, Umar
Faruq dan Wakil Ketua Dewan, Abdullah Fanani. Sementara sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan
Kepala Dinas PUPR Kota
Mojokerto Wiwiet Febryanto sebagai tersangka.
Keempat tersangka tersebut terjaring operasi tangkap
tangan (OTT) KPK di Mojokerto, 17 Juni 2017 lalu.
Penyidik
mengamankan uang total Rp 470 juta dari berbagai pihak. Diduga uang senilai Rp
300 juta merupakan pembayaran atas total komitmen Rp 500 juta dari Kadis Dinas
PUPR kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto agar anggota DPRD Kota Mojokerto
menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah (Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas
PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai sekitar Rp 13 miliar.
Sebelumnya tiga pimpinan Dewan diduga juga telah menerima uang Rp 150 juta dari
Wiwiet Febrianto yang dibayarkan pada 10 Juni 2017.
Diduga, uang Rp 150 juta yang diterima tiga
pimpinan Dewan itu diterbar untuk 22 anggota Dewan.
Sejumlah saksi yang dikonfirmasi terkait materi
pemeriksaan, mereka menyebut yang ditanyakan penyidik terkait rencana pengalihan
anggaran hibah. Mereka semua menyatakan tidak tahu menahu rencana itu.
Yang mengemuka, justru pengembalian uang oleh duapuluh
dua orang anggota Dewan, masing-masing Rp 5 juta. Uang yang mereka sebut ‘uang
rejeki’ itu mereka terima dari pimpinan Dewan sepekan sebelum terjadi OTT.
Namun yang mengejutkan, munculnya nama Urip Supangat,
aktivis LSM yang sebelumnya tidak ada dalam daftar saksi yang dipanggil tim
penyidik KPK. Ia datang menemui penyidik KPK atas dorongan Wakil Walikota
Suyitno untuk klarifikasi soal uang Rp 450 juta yang ada ditangan Wiwiet
Febrianto.
Saat Suyitno menjalani pemeriksaan penyidik KPK hari
Selasa (11/7/2017), menyebut jika yang mengetahui sumber uang ratusan juta itu adalah
Urip Supangat.
“Saya datang bukan sebagai saksi kasus OTT, tapi
klarifikasi soal uang Rp 450 juta. Tahun 2013 lalu Wiwiet (Febriyanto) pinjam
uang sebesar itu kepada salah seorang pengusaha di Surabaya dengan jaminan
sebuah sertifikat hak milik sebidang tanah di Batu, Malang,” kata Urip Supangat
usai menemui penyidik KPK, Jum’at (14/7/2017).
Urip pun menengara, penjelasan Wakil Walikota Suyitno
tidak lepas dari ‘Nyanyian’ Wiwiet Febrianto yang mengaku diperas salah satu
pejabat setingkat kepala dinas hingga harus menguras uang lebih dari Rp 1
miliar. Wiwiet Febrianto yang sudah mengajukan diri sebagai justice
collabulator juga menyatakan akan membongkar semua praktik KKN di Pemkot
Mojokerto yang melibatkan sejumlah pejabat. (one)
Social