Mojokerto-(satujurnal.com)
Puluhan pelajar berdialog dengan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, Halila
Rama Purnama dan Walikota Mojokerto, Mas'ud Yunus dalam helatan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak
dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Mojokerto bertajuk 'Kumpul Bareng Forum Anak Kota Mojokerto 2017’ memperingati Hari Anak dan Hari Bhakti Adhyaksa ke-57. di Balai Kota Graha Praja
Wijaya Pemkot Mojokerto, Kamis (6/7/2017).
Kesempatan bertemu dengan dua pejabat eksekutif dan
yudikatif itu dimanfaatkan mereka untuk menyampaikan aspirasi seputar
permasalahan pelajar dan pemuda.
“Anak-anak
masa kini adalah calon pemimpin di masa yang akan datang. Artinya kehidupan
berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang ini ada di pundak anak-anakku
semuanya,” ujar Mas’ud Yunus mengawali sambutannya.
Kiai Ud, sapaan populer Mas’ud Yunus, berharap, dengan program-program Kota Mojokerto yang mendukung terwujudnya pendidikan 12 tahun seperti biaya pendidikan gratis, angkutan sekolah gratis dan seragam gratis, dapat memacu semangat belajar mereka.
“Saya berharap, anak-anak harus terus semangat belajar. Karena orang yang berhenti belajar itu berarti orang yang tidak mau mengikuti perubahan. Tuhan itu merubah nasib kita, selama kita dapat merubahnya. Karena itulah untuk merubah nasib kita harus belajar,” cetusnya.
Untuk memenuhi kebutuhan anak, lanjut Kiai Ud, Pemerintah Kota Mojokerto punya kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak. Hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, hak untuk bermain dan hak untuk berekspresi telah disikapi oleh Pemerintah Kota Mojokerto.
“Karena itu kita saat ini sedang berjuang untuk menjadikan Kota Mojokerto sebagai kota layak anak,” cetusnya.
Anak-anak,
tekan Kiai Ud, tidak
boleh diperlakukan kejam, tidak boleh mendapatkan kekerasan dan anak-anak juga
harus mendapatkan perlindungan hukum. Karena itulah peringatan hari anak di Kota
Mojokerto ini juga dirangkai dengan peringatan Hari Bakti Adhyaksa.
Sementara itu, dalam pertemuan yang dikemas model lesehan itu,
Kajari
Halila yang menyampaikan
materi seminar tentang peran hukum dalam memberikan perlindungan terhadap anak,
mengatakan, sistem hukum di Indonesia mengutamakan penyelesaian perkara anak diluar
pengadilan.
“Kita
mengedepankan pemulihan anak bukan dengan pidana melainkan melalui pola
diversi," papar Kajari.
Sistem diversi ini, katanya, berlaku untuk anak pelanggar pidana dengan ancaman hukuman dibawah 7 tahun penjara.
"Misalnya, ada anak mencuri mobil mewah BMW dipinggir jalan. Sistem diversi ini berlaku, tidak demikian dengan seorang anak yang mencuri HP temannya di laci, karena ada unsur pemberatan maka sistem ini tidak berlaku. Artinya, ini tidak melihat besar kecilnya barang yang diambil," terangnya. (one)
Social