DI SAWAH LADANG KAU AJARI AKU MENGENAL-NYA (Sepintas Kenangan Bersama Ayah) - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

DI SAWAH LADANG KAU AJARI AKU MENGENAL-NYA (Sepintas Kenangan Bersama Ayah)


Oleh : Choirul Anwar


Tak seperti biasanya, pagi itu matahari bersinar  redup,  semburat cahayanya menerobos awan tipis seiring mata angin yang bergerak pelan dari arah barat daya.

Dedaunan tipis hijau muda  kemerah-merahan yang bersemi disetiap pucuk tangkai tampak saling meliuk oleh sentuhan angin kering diantara rerimbunan pohon disepanjang jalan area persawahan.

Dipinggir jalan terdapat sungai kecil, sungai patusan, tempat pembuangan air dari bekas air yang  mengairi sawah, terlihat penuh seolah tak mengalir.

Pemandangan rumput - rumput liar tumbuh di tebing jalan menjulur ke sungai bersama tumbuhnya tanaman kangkung yang mengapung sesak diatas air. Juga terlihat tumbuhan kirta dengan kuncup bunga corong merah kekuningan menyela diatas ilalang.

Sementara diatas terlihat burung-burung berkicau  berterbangan. Sesekali terbang begitu rendahnya, menyambar diatas kepala para petani yang sedang sibuk bekerja mencangkul mengolah sawah.

Suasana terasa begitu  alami, melihat burung - burung terbang beriringan, berputar dan sesaat  hinggap di sebuah pohon mangga yang sedang berbuah lebat bergelantungan rendah, kemudian terbang lagi.  Begitu seterusnya, hingga menghilang dan pergi lagi.

Namun keindahan itu sama sekali tak menyita perhatian mereka, karena sudah terbiasa menjadi suguhan lumrah dan hampir setiap pagi terjadi menghiasi suasana diatas hamparan sawah, kala musim tanam padi telah tiba.

Mereka  sudah sangat akrab dengan suasana itu, hingga mereka acuh dan tak peduli. Mereka asik bekerja, terus mengayunkan cangkul dalam genggaman erat tangannya, sambil sesekali meneguk air putih dalam ceret sekedar melepas dahaga.

Kala matahari berada diatas sepenggalah, pemilik sawah datang membawa makanan, nasi jagung dengan lauk ikan asin dan klothok goreng ditabur tepung, sayur lodeh rebung dalam rantang aluminium serta minuman kopi dalam botol. Sajian itu menjadi suguhan rutin sehari - hari ditengah sawah ladang saat mereka bekerja.

Sejenak mereka beristirahat, duduk berjejer diatas galengan sawah yang melintang ditengah ladang, dengan suasana suka cita penuh keakraban, mereka menikmati makanan dengan lahapnya.

Terasa begitu nikmat. Mereka cukup menikmatinya dengan jemari tangan yang telah dibasuh dengan air yang mengaliri sawah.

Usai menikmati makanan khas ala sawah, dan sudah menjadi kebiasaan, sesaat mereka menyempatkan minum kopi yang sudah mulai dingin. Sebatang rokok kretek cap jambu klampok kuning mereka bakar. Biasanya pula, mereka menghisap rokok tak habis sebatang. Setelah beberapa kepulan, gulungan tembakau itu mereka matikan untuk disulut lagi saat senggang.

Nampak wajah-wajah segar dan ceria kembali melekati dirinya. Mereka kembali meraih cangkul dan menggerakkannya dengan penuh tenaga, hingga tak terasa matahari telah jauh bergerak hampir berada pada posisi lurus diatas garis vertical. Terik sinarnya mulai terasa memancar bebas tak terhalang, bersama hilangnya awan yang terus berjalan kearah timur laut.

Kulihat bayang-bayang tubuhku dari cahaya sinar matahari, nampak bayangan di tanah yang mulai memendek, hampir sama dengan tinggi badanku. Aku agak sedikit lega, itu pertanda waktu pulang akan tiba.

Hampir setiap hari Minggu saat libur sekolah, aku ikut ayah ke sawah. Seperti juga sebelumnya, setiap membantu ayah disawah, aku berpamitan meninggalkan ladang lebih dahulu. Menunggu ayah ditempat yang teduh, dibawah pohon yang tumbuh rimbun dipinggir jalan, agak jauh disisi timur dari lokasi sawah milik ayah.

Kutunggu ayah disana, duduk di samping sepeda onthel yang disandarkan di pohon itu sejak pagi tadi. 

Disitulah tempat yang menjadi langganan parkir sepeda ayah setiap pergi ke sawah dan disitu pula tempat aku menunggu.

Di kejauhan terlihat ayah mulai beranjak berjalan ke arahku sambil memanggul cangkul dibahu kanannya, sementara  tangan kirinya menenteng rantang aluminium tempat nasi dan sayur serta botol kopi yang sudah kosong.

Ayah berjalan menapaki jejak - jejak kaki diatas galengan yang belebat lumpur. " Sudah capek? ", tanyanya singkat ketika sampai didekatku, tak lepas dengan senyumnya yang merekah menghiburku.

Hanya dengan isarat "menganggukkan kepala" aku mengiyakannya. Jawaban manja seorang anak desa yang sedang menunggu ayahnya disawah. Jawaban yang mestinya tak kan terjadi andaikata kala itu aku sudah dewasa. Ayah, maafkan aku

Begitupun petani lainnya nampak kompak mengakhiri rutinitasnya. Mereka beranjak bersama,  meninggalkan ladang beriringan mengayuh sepeda  menuju rumah masing - masing.

Ayah memboncengku diiringan paling belakang menempuh jarak dua setengah kilometer dari lokasi sawah di dusun Candisari untuk sampai di rumahku di ujung timur dusun Jombatan. Jarak tempuh yang terasa jauh kala itu,  karena kondisi jalan tanah yang kering rengkah dan berlekuk.

Kini bayangan itu masih melekat dibenakku seolah kejadian 38 tahun silam saat aku masih duduk di bangku SMP itu baru saja terjadi kemarin. *)



A y a h 

Disudut desa itu
Ada sebuah kenangan
yang tak lekang oleh waktu
Ketika aku mencabut rumput
diatas sawah ladangmu
Bila musim padi tiba
disana kau mengolah sawah
tekun, sabar dan qona'ah
Kau kucurkan keringat
demi keluarga
Tak pernah putus asa
Sawah menjadi ladangmu bekerja
Aku melihat berapa kali kau ayunkan cangkul pada hari itu
Tapi aku tak menghitungnya
Aku mendengar berapa kali
kau sebut lirih Asma-Nya bersama ayunan itu
Tapi aku juga tak menghitungnya
Kau tak pernah cerita tapi aku mendengarnya
Mungkin, disawah ladang itu
sengaja kau ajari aku mengenal-Nya
Tapi kau diam
aku tak bertanya
Kau tak memberi tahu
Aku tak perlu tahu
Siapapun tak perlu diberitahu
Biar menjadi rahasia
antara kau dan Dia
Yang kan menjadi saksi
bersama burung - burung
yang terbang menyambar diatas kepala
Turut mengantarmu
tersenyum dialam sana.
Aamiin.



*) Penulis adalah Kabag Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Mojokerto.



Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional