Dinilai Berbelit, JPU KPK Tegur Keras Saksi - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Dinilai Berbelit, JPU KPK Tegur Keras Saksi

Surabaya-(satujurnal.com)
Mochamad Harun dan Ita Permaria Lestari, dua anggota DPRD Kota Mojokerto asal Partai Gerindra yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (26/9/2017), dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto mendapat teguran keras Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  Iskandar Marwanto dan Arin K.

Kedua saksi ini dinilai berbelit-belit saat ditanya soal aliran dana, komitmen fee maupun jatah triwulan Dewan.

“Keterangan saudara tidak sama dengan keterangan yang ada dalam BAP (berita acara pemeriksaan). Yang benar mana,” lontar Arin K, JPU KPK meminta Mochamad Harun memperjelas keterangannya.

Harun beberapa kali menyatakan tidak tahu soal komitmen fee yang diminta Dewan untuk proyek Jasmas. “Saya tidak mengetahui, tapi hanya mendengar. Tapi dari siapa, saya lupa,” kilahnya.

Pernyataan itu dipertanyakan JPU KPK. “Dalam BAP saudara menyatakan mengetahui tentang komitmen fee, angkanya 7 persen sampai 8 persen, ,” telisik Arin K. 

Anggota Komisi I DPRD Kota Mojokerto itu pun tak mengelak saat JPU KPK membeber data sasaran proyek jasmas yang diusulkan Harun dengan total nilai Rp 1 miliar. “Titik sasarannya sudah saya serahkan sekitar bulan Oktober 2016 lalu,” akunya.

Pun soal jatah triwulan, Harun berkelit jika istilah triwulan yang ia ketahui merupakan program triwulan. “Triwulan itu saya kira bentuk program,” ujarnya datar.

Tak pelak, JPU KPK kembali membeber BAP seraya mengingatkan agar Harun tak berbelit lagi. “Ingat , saudara (sebagai saksi) dibawah sumpah. Keterangan saudara yang berbeda dengan BAP akan menyulitkan saudara sendiri,” ingat Arin K.

Saat dipertanyakan soal uang Rp 5 juta yang diterima setiap anggota Dewan, baik Harun maupun Ita tak menampik. Namun keduanya mengaku tak tahu ikhwal uang tersebut. “Diberitahu ketua fraksi (Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Mojokerto, Dwi Edwin Endar Praja) kalau ada rejeki Rp 5 juta. Dan uang itu kemudian digunakan untuk buka bersama sekitar  200 orang, warga dan konstituen,” aku Harun diamini Ita.

Meski keduanya juga mengakui jika uang Rp 5 juta yang mereka terima bukan uang resmi penghasilan sebagai anggota Dewan, namun bersikukuh tidak tahu sumber uang itu.

Saat dicecar soal proyek Jasmas tahun 2016, Harun maupun Ita tak menampik jika keduanya mendapat jatah senilai Rp 650 juta yang dibagi dalam beberapa titik sasaran proyek. “Tapi saya tidak menerima fee untuk Jasmas 2016 itu,” ujar Harun.

Sementara itu, dalam persidangan kelima tersebut, sedianya Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus dihadirkan sebagai saksi. Namun orang nomor wahid di lingkup Pemkot Mojokerto tersebut absen lantaran tengah mengikuti kegiatan Kementerian PAN dan RB di sebuah negara di Eropa Timur sejak Senin (25/9/2017) kemarin.

Selain dari kalangan legislatif, JPU KPK juga menghadirkan 4 orang saksi dari eksekutif, yakni Bhekti dan Riyanto, Kabid Anggaran dan Kabid Perbendaharaan BPPKA Kota Mojokerto, Ferry dan Yustian Hadi, PPK Proyek PENS dan PPK Penataan Lingkungan Dinas PUPR Kota Mojokerto.
JPU KPK mempertanyakan mekanisme pengalihan anggaran serta realisasi proyek Jasmas 2017.

Dalam sidang dengan Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Mukti tersebut, Wiwiet Febrianto yang didampingi Penasehat Hukum, Suryono Pane diberi kesempatan majelis hakim untuk mempertanyakan beberapa hal ke beberapa orang saksi. 

Diketahui, jika proyek Jasmas 2017 senilai Rp 26 miliar sejauh ini belum bisa direalisasikan, karena semua anggota Dewan belum menyerahkan proporsal sasaran jasmas.

Seperti diketahui, Wiwiet Febriyanto, Kepala Dinas PUPR dan ketua dan dua wakil ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, 17 Juni 2017 lalu.

KPK mengamankan uang tunai Rp 450 juta dari tangan Wiwiet Febriyanto dan tiga pimpinan Dewan. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan KPK. Wiwiet Febriyanto menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Uang yang diamankan diduga berasal dari Ipang dan Dody Setiawan.

Atas perbuatan terdakwa, ucap JPU KPK dalam surat dakwaannya, merupakan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (one)



Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional