Surabaya-(satujurnal.com)
Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 7 orang saksi dalam persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya dengan terdakwa Wiwiet
Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, Jum’at (29/9/2017).
Ketujuh saksi
yang dihadirkan, yakni mantan ketua dan wakil ketua DPRD Kota Mojokerto,
Purnomo dan Abdullah Fanani, Dwi Edwin Endar Praja, Ketua Fraksi Gerindra, empat
awak Fraksi PDI Perjuangan, Febriana Meldyawati, Gusti Padmawati, Darwanto dan
Suliyat.
Persidangan yang
dipimpin Majelis Hakim HR Unggul Warso Mukti tersebut dibagi dalam dua sesi.
Di sesi pertama,
saksi yang diperiksa yakni Purnomo dan Abdullah Fanani, keduanya berstatus
tahanan KPK dalam kasus OTT yang juga menjerat Wiwiet Febriyanto dan Umar
Faruq. Di sesi ini, juga diperiksa Suliyat.
Saat pemeriksaan
saksi Suliat, JPU KPK, Subari Kurniawan dan Tri Anggoro Mukti dibuat geram. Ia dinilai
JPU KPK mengingkari beberapa hal yang
tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terkait pertemuannya dengan
terdakwa saat penyerahan uang tunai Rp 150 juta kepada Purnomo, mantan Ketua
DPRD Kota Mojokerto, di MC Donald, Sepanjang, 10 Juni 2017.
“Saat terdakwa
menyerahkan uang kepada saksi Purnomo, posisi Saudara dimana,” tanya Tri
Anggoro.
Suliyat spontan
menjawab jika dirinya kala itu tengah tertidur di dalam mobil.
“Saya sempat
terbangun sekejap karena pintu mobil terbuka, tapi saya langsung tidur lagi,”
aku dia.
Sehingga, lanjut
Suliyat, saat penyerahan uang, sama sekali tidak mengetahui.
“Keterangan
saudara berbeda dengan BAP. Yang benar mana,” lontar Tri Anggoro dengan nada
tinggi.
Menurut Tri
Anggoro, dalam BAP, Suliyat menyatakan dirinya mengetahui kedatangan terdakwa.
Bahkan mengetahui soal penyerahan uang yang berujung kasus OTT KPK tersebut.
Tri Anggoro
mengingatkan Suliyat agar tidak berbelit-belit dan tidak mengingkari keterangan yang
dinyatakannya dalam BAP. “Ada konsekwesi hukum jika saudara memberi kesaksian
palsu,” tandasnya.
Terdakwa Wiwiet
Febriyanto yang diberi kesempatan majelis hakim menyatakan pendapatnya meyakini jika saat itu Suliyat
terbangun dan bersalaman dengan dirinya.
“Kalau Pak Wiwiet
merasa salaman dengan saya, ya mungkin begitu. Tapi benar, saya tidak ingat,” kata
Suliyat, berkelit.
Tak hanya itu,
Suliyat juga mengaku tidak tahu ikhwal komitmen fee proyek Jasmas maupun
jatah triwulan. Pun soal uang Rp 5 juta dari aliran dana Rp 150 juta yang ia terima
dari Purnomo. “Kata Pak Purnomo, itu uang rejeki,” elaknya lagi.
Dalam pertemuan
informal antara pimpinan Dewan dengan anggota Dewan di Hotel Santika dan Grand
Mercure Jakarta yang membahas fee Jasmas 8 persen dan jatah triwulan yang akan
disorong ke Walikota Mas’ud Yunus, diakui oleh Suliyat, namun ia mengaku tidak
tahu persis maksud kedua bahasan itu. “Ya saya ada di pertemuan itu, tapi tidak
tahu maksud dari komitmen fee atau triwulan itu,” katanya.
Lagi-lagi JPU KPK
mengingatkan, jika kesaksiannya itu berbeda dengan BAP.
Bahkan, ketika oleh
majelis hakim dipertanyakan ulah para anggota Dewan yang menekan pimpinan Dewan
agar menagih eksekutif merealiasi fee Jasmas dan jatah triwulan, Suliyat
menyatakan jika dirinya sekali pun tidak pernah mengutarakan soal itu.
Purnomo pun
menyebut pernyataan Suliyat tidak benar, seraya mengingatkan jika di suatu
kesempatan ia melontarkan ucapan bernada desakan kepada pimpinan Dewan agar
menagih fee jasmas. “Ah itu hanya guyon Pak Hakim,” kilah Suliyat.
Tak hanya
Suliyat, Febriana Meldyawati, Ketua Fraksi PDI Perjuangan juga mendapat teguran
JPU KPK lantaran dinilai memberi pernyataan yang berbeda di persidangan dan
BAP.
Sementara itu, yang
mengemuka dalam persidangan kali ini terkait pembahasan komitmen fee dan jatah
triwulan yang disorong pimpinan Dewan ke Walikota Mas’ud Yunus. Juga aliran
dana Rp 150 juta yang diterima Purnomo dari Wiwiet Febriyanto yang kemudian
didistribusikan kepada 22 orang anggota Dewan.
Mantan
pimpinan Dewan itu secara tandas menyatakan jika semua anggota Dewan mengetahui
soal komitmen fee jasmas maupun permintaan jatah triwulan per anggota Dewan Rp
65 juta. Namun, kendati mengakui menerima uang Rp 5 juta, kelima saksi yang
dihadirkan mengelak soal fee maupun jatah triwulan. Yang diketahui, hanya
menyetor nama sasaran proyek jasmas senilai Rp 1 miliar.
Seperti diketahui, Wiwiet
Febriyanto, Kepala Dinas PUPR dan ketua dan dua wakil ketua DPRD Kota
Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani terjerat operasi tangkap
tangan (OTT) KPK, 17 Juni 2017 lalu.
KPK mengamankan uang tunai Rp 450
juta dari tangan Wiwiet Febriyanto dan tiga pimpinan Dewan. Keempatnya
ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan KPK. Wiwiet Febriyanto menjadi
tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Uang
yang diamankan diduga berasal dari Ipang dan Dody Setiawan.
Atas perbuatan terdakwa, ucap JPU
KPK dalam surat dakwaannya, merupakan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (one)
Social