Mojokerto-(satujurnal.com)
Wiwiet
Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, terdakwa kasus dugaan suap yang
melibatkan tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta
subsidier 6 bulan kurungan.
Ia dianggap JPU
KPK terbukti menyuap tiga pimpinan lembaga legislatif itu terkait komitment fee
proyek penantaan lingkungan atau acap disebut proyek jasmas.
“Menuntut supaya
Majelis Hakim memutuskan , menyatakan terdakwa Wiwiet Febriyanto terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan ‘bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 KUHPidana,” kata
JPU KPK, Iskandar Marwanto saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor
Surabaya, Jum’at (20/10/2017).
Dalam
pertimbangannya, JPU KPK menilai hal-hal yang memberatkan hukuman bagi Wiwiet,
karena perbuatannya tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang
giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi.
“Perbuatan
terbakwa membuat pembangunan kota Mojokerto menjadi terhambat,” ujar JPU KPK.
Sedang hal yang
meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan menyesali perbuatannya.
Selama
persidangan yang digelar pertama 29 Agustus 2017, JPU KPK menyatakan telah
menghadirkan 45 orang saksi dari eksekutif, legislatif dan pihak swasta.
KPK menurunkan
empat untuk menangani kasus yang menjerat Wiwiet Febriyanto dan mantan ketua
dan dua wakil ketua Dewan, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani tersebut.
Keempat JPU,
yakni Iskandar Marwanto, Subari Kurniawan, Arin Karniasari dan Tri Anggoro
Mukti. Sedangkan Majelis Hakim diketuai HR Unggul Warso Mukti.
JPU KPK menilai, dari
dakwaan dan dari fakta persidangan berkaitan dengan pasal ‘perbuatan berlanjut’,
bahwa perbuatan secara melawan undang-undang itu merupakan realisasi
kesepakatan antara terdakwa dan walikota dengan pimpinan Dewan untuk pemberian
tambahan pundi-pundi penghasilan bagi anggota Dewan yang bersumber dari
komitmen fee program jasmas dan triwulan.
“Terdakwa
memberikan sesuatu berupa uang yang dilakukan secara bertahap, yakni tanggal 10
Juni 2017, di parkiran restoran MC Donald Sepanjang sejumlah Rp 150 juta kepada
Purnomo, dan tanggal 16 Juni 2017 di Rumah PAN sejumlah Rp 300 juta yang
diberikan kepada Umar Faruq melalui Hanif Mashudi,” papar JPU KPK.
Selain itu, dari
alat bukti berupa ekstrak rekaman pembicaran antara Wiwiet dengan walikota terkait
permintaan realisasi fee jasmas dan triwulan dengan fakta di persidangan, JPU
KPK meminta agar fakta di persidangan harus diabaikan.
“Karena baik
keterangan saksi walikota dan terdakwa tidak bersesuaian dengan alat-alat bukti
lain yang terungkap dalam persidangan,” ujar JPU KPK.
Dan lagi, rekaman
itu bagi siapa pun, lanjut JPU KPK, akan dimaknai sama, bahwa ada perintah
walikota agar terdakwa merealiasi permintaan Dewan.
Selain pembacaan
tuntutan, KPK menyatakan permohonan Wiwiet Febriyanto sebagai Justice
Collaborator ditolak.
Atas tuntutan
itu, Wiwiet mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada persidangan pekan depan.
Menanggapi
tuntutan JPU KPK, Suryono Pane, penasehat hukum Wiwiet Febriyanto mengatakan,
urain JPU dalam tuntutan bertolakbelakang dengan fakta persidangan. “Karena
terdakwa secara tegas menyatakan di persidangan bahwa tidak ada perintah
walikota untuk memberikan uang fee jasmas maupun triwulan. Dan juta terdakwa
tidak melaporkan atas pemberian itu ke walikota,” katanya.
Uang yang
diberikan Wiwiet, menurut Pane, merupakan uang fee jasmas. “Tidak ada untuk
kepentingan proyek PENS atau berkaitan dengan KUA, PPAS, gedok APBD dan
lain-lain,” tandasnya.
Selain itu, lanjut
Pane, ada fakta lain sebelum perkara OTT, yakni uang Rp 900 juta yang diberikan
terdakwa kepada Rudi, sosok yang mengaku menjadi penghubung KPK.
““Nanti kita
ungkap dalam pembelaan,” tukas Pane.
Seperti
diberitakan, tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan
Abdullah Fanani terjaring operasi tangkap tangan (OTT), bersama Wiwiet
Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, pada Jum’at (16/6/2017 hingga
Sabtu (17/6/2017) dini hari. Sekitar pukul 23.30 KPK mengamankan Purnomo, Umar
Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto. Dari dalam mobil milik Hanif,
tim menemukan uang Rp 300 juta. Pada
saat yang bersamaan, tim juga mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di
Mojokerto dan mengamankan uang Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut
mengamankan Abdullah Fanani dan Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan
Taufik, tim mengamankan Rp 30 juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di
Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada
Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan
Taufik, pihak swasta berstatus sebagai saksi.(one)
Social