Surabaya-(satujurnal.com)
Dimata beberapa kontraktor, Wiwiet
Febriyanto dinilai cukup kredibel dan layak diberi pinjaman. Aset berharga
berupa rumah, tanah dan mobil yang dimiliki mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto
yang terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam operasi tangkap tangan
(OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 16 Juni 2017 ditakar lebih dari cukup
untuk melunasi hutang yang hampir tembus satu miliar rupiah.
Seperti diutarakan Dody
Setiawan, Direktur Operasional PT Akrindo Jaya Sejahtera satu dari lima saksi yang
dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam persidangan di Pengadilan
Tipikor Surabaya dengan terdakwa tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto,
Selasa (24/10/2017).
’’Dia punya banyak aset,’’ kilah Dody saat didesak alasan pemberian hutang yang dilontarkan
Taufiq, penasehat hukum Umar Faruq, terdakwa mantan wakil
ketua Dewan.
Dengan aset yang dimiliki
Wiwiet, Dody tak gamang soal uang Rp 730 juta yang dipinjam mantan
Kadisporabudpar Kota Mojokerto tersebut. Ia pun membeber sejumlah aset berharga milik Wiwiet. Diantaranya tanah yang relatif luas dan tersebar di kawasan Mojosari, Puri,
dan Sidoarjo dengan perkiraan mencapai miliaran rupiah. Juga tanah seluas 815 meter persegi senilai Rp 3,8 miliar di
Gunungsari, Surabaya. ’’Juga ada mobil Fortuner,’’ kata Dody.
Deadline pengembalian
pinjaman pun sudah disepakati, yakni akhir Desember 2017. Wiwiet dikenakan
bunga pinjaman sebesar 2 persen per bulan.
Pemberian pinjaman dalam
jumlah besar itu, menurut Dody, juga tak lepas dari ‘raport’ Wiwiet yang kerap
pinjam dalam jumlah yang cukup besar pula.
’’Tidak sekali ini saja. Sebelum-sebelumnya, juga sering hutang,’’ jelasnya
dengan nada tinggi.
Setiap kali hutang dengan besaran Rp 25 juta
hingga Rp 50 juta, Wiwiet juga selalu konsisten dan mengembalikannya
lengkap dengan bunga.
Namun, secara lugas Dody mengaku
mulai curiga dengan sikap Wiwiet yang
semula hendak membarter hutangnya dengan lima paket proyek senilai Rp 8,1 miliar. Karena, paket-paket proyek yang dijanjikan akan digelar di
P-APBD 2017 itu ternyata tak ditemukan
di laman
lelang SIRUP-LKPP.
Saat melakukan pertemuan dengan Wiwiet dan Irfan Dwi Cahyanto
alias Ipang, Direktur CV Bintang
Persada di
kantor Dinas PUPR 16 Juni, Dody sempat ragu akan menyerahkan pinjaman
tahap dua sebesar Rp 500 juta.
Namun Wiwiet berulangkali menyebut kondisi
sedang bahaya dan akan menjaminkan aset serta jabatannya sebagai kepala dinas.
’’Masak gak percaya. Saya jaminannya. Kursi kepala dinas,’’ imbuh Dody
menirukan ucapan Wiwiet saat itu.
Berbagai alasan yang dilontarkan Wiwiet itulah, Dody akhirnya luluh dan
menyerahkan uang yang telah disimpan di mobil milik Ipang.
Sementara itu, selain Dody, JPU KPK juga lebih banyak
mencecar Ipang ikhwal pemberian dan proses pendistribusian uang.
Ini lantaran Ipang dan Dody mengakui patungan untuk menyalurkan pinjaman kepada Wiwiet.
Ipang menerangkan, Wiwiet juga seringkali menyebut adanya istilah
triwulanan saat hendak meminjam uang.
’’Kata pak Wiwiet, ini bahaya-bahaya.
Triwulanan,’’ ujarnya.
Hanya saja, saat ia mencoba mengorek informasi triwulanan itu, Wiwiet hanya
terdiam.
Wiwiet pun sebenarnya tak meminta Rp 930 juta dari kedua rekanan ini.
Semula meminta Rp 2,5 miliar lalu kemudian turun Rp 1,5 miliar dan akhirnya
disepakati senilai Rp 930 juta.
Selain dua kontraktor, Dody dan Ipang, sidang lanjutan dengan ketua majelis hakim Unggul Warso Mukti
tersebut, JPU juga menghadirkan tiga orang dari kalangan swasta,
yakni Taufiq Fajar alias Kaji, Hanif
Mashudi, dan Agung Harianto. Tiga orang inilah yang berperan sebagai kurir
yang
mendistribusi uang Rp 300 juta kepada pimpinan Dewan yang berujung OTT KPK.
Sidang akhirnya ditunda pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari
kalangan eksekutif dan anggota DPRD Kota Mojokerto.
Seperti
diberitakan, tiga pimpinan Dewan, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani di
kursi terdakwa lantaran terjaring OTT KPK 16 Juni 2017 lalu, bersama Wiwiet
Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto.
Sekitar
pukul 23.30 KPK mengamankan Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN
Kota Mojokerto. Dari dalam mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300
juta. Pada saat yang bersamaan, tim juga mengamankan Wiwiet
Febrianto di sebuah jalan di Mojokerto dan mengamankan uang Rp 140 juta. Kemudian
Tim KPK berturut-turut mengamankan Abdullah Fanani dan Taufik di kediaman
masing-masing. Dari tangan Taufik, tim mengamankan Rp 30 juta. Setelah
menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, keenamnya
diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani pemeriksaan
lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan Taufik, pihak swasta berstatus sebagai saksi. (one)
Social