Sidang Kasus OTT, Purnomo : Semua Anggota Dewan Tahu ‘Uang Bypass’ - SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional

Sidang Kasus OTT, Purnomo : Semua Anggota Dewan Tahu ‘Uang Bypass’

Surabaya-(satujurnal.com)
Mantan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto yang didudukkan di kursi terdakwa , yakni Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani menyatakan keberatan dan menuding keterangan delapan anggota Dewan yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (31/10/2017) sarat rekayasa, jauh dari fakta yang sebenarnya.

“Kalau saksi-saksi mengaku tidak tahu uang lima juta rupiah yang diterima itu asalnya dari mana, itu tidak benar  Yang Mulia,” kata Purnomo, terdakwa mantan Ketua Dewan saat diberi kesempatan majelis hakim menanggapi keterangan para saksi.

Purnomo mengungkap, semua anggota Dewan tahu jika uang Rp 5 juta yang mereka terima berasal dari pemberian Wiwiet Febrianto, kala itu Kadis PUPR.

“Saya sampaikan kalau uang lima juta rupiah itu ‘Uang Bypass’.  Bypass itu sebutan untuk Kantor Dinas PUPR di jalan Bypass,” tukas Purnomo.

Soal jatah triwulan Rp 65 juta yang disebut-sebut para saksi merupakan ide pimpinan Dewan pun disangkal.

“Bukan wacana pimpinan, itu hasil rembuk bareng di Hotel Mercure Jakarta sekitar bulan Mei 2017. Sifatnya informal. Semua saksi hadir  . Termasuk saksi Dwi Edwin,” tandasnya.

Pun fee 8 % dari proyek jasmas, kata Purnomo, diketahui dan disetujui semua anggota Dewan.

“Terkait fee jasmas delapan persen. Hitungannya itu muncul setelah semua pimpinan dan ketua fraksi kumpul di ruang kerja saya untuk mendengarkan paparan Wiwiet Febriyanto soal besaran fee jasmas. Jadi angka itu disetujui semua anggota Dewan,” ucapnya.

Purnomo menyebut,  penerimaan uang tidak resmi sebenarnya sudah berlangsung lama, jauh sebelum dirinya menginjakkan gedung Dewan.

“Soal pendapatan tidak resmi dari eksekutif itu sudah tradisi lama. Para saksi yang dihadirkan diantaranya sudah menjadi anggota Dewan dua atau tiga periode. Pasti tahu soal itu. Makanya kalau mengelak, bahkan mengaku tidak pernah terima uang tidak resmi, sangat tidak logis saja,” lontar Purnomo.

Umar Faruq, terdakwa mantan wakil ketua Dewan pun mengutarakan hal senada dengan Purnomo. Ia pun mengistilahkan ‘dihajar anggota dewan’ untuk menyebut tekanan anggota Dewan terhadap pimpinan Dewan agar mengegolkan perolehan uang tidak resmi dari eksekutif.

“Mana mungkin mereka tidak tahu asal uang itu,” katanya.

Abdullah Fanani, terdakwa mantan wakil ketua Dewan angkat suara soal perilaku anggota Dewan.  

“Tidak saja menekan, mereka terang-terangan menyebut pimpinan Dewan tidak berwibawa. Tidak punya nyali dan sebagainya. Jadi ya sebenarnya kami pimpinan Dewan hanya menampung desakan anggota saja. Tentunya kami juga tidak mau dipojokkan, seolah-olah kami bertiga saja yang berperan dan berinisiatif,” ucap Fanani.
Sekecil apa pun, lanjut Fanani, jika sudah menyangkut kepentingan bersama anggota Dewan, pasti dibicarakan bareng-bareng. “Pimpinan tidak akan pernah melangkah tanpa ada persetujuan semua anggota Dewan. Termasuk soal fee jasmas dan jatah triwulan,” tegas dia.

Ketua Majelis Hakim, HR Unggul Warso Mukti pun meminta ketegasan ketiga terdakwa soal keterlibatan  anggota Dewan tersebut.

“Jadi semua saksi sebagai anggota Dewan ini tahu ya soal fee jasmas, juga jatah triwulan,” lontar dia.

Dalam persidangan yang berlangsung sekitar tiga jam tersebut, delapan anggota Dewan yang dihadirkan sebagai saksi, yakni Riha Mustofa, Udji Pramono, Cholid Virdaus Wajdi, Anang Wahyudi, Junaedi Malik, Darwanto, Dwi Edwin Endra Praja dan Yuli Veronica dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal uang Rp 5 juta yang telah mereka terima namun dikembalikan ke KPK. Juga soal fee jasmas dan jatah triwulan yang diminta anggota Dewan ke eksekutif.

JPU KPK sempat geram dengan pengakuan Anang Wahyudi. Politisi Partai Golkar ini keukeh mengaku tidak tahu jika uang Rp 5 juta merupakan jatah yang diminta Dewan ke eksekutif. Ia pun mengaku tidak menerima secara langsung uang, karena hanya diberitahu oleh Sonny Basuki Raharjo, sejawat satu fraksi.

“Sonny tidak memberitahu uang tersebut berasal dari mana dan berkaitan dengan apa,” kata Anang.

Uang itu pun tidak ia terima langsung namun untuk kegiatan buka bersama partainya dengan anak-anak yatim.  

Pengakuan Anang dinilai JPU KPK tidak logis, nglantur, terlebih ketika Anang mengaku mengembalikan sejumlah Rp 5 juta ke KPK. “Saksi mengaku tidak tahu itu uang apa. Juga tidak menerimanya langsung. Tapi saksi mengembalikan ke KPK. Ini logikanya dimana?,” tanya JPU KPK.

Anang hanya menerawang, tanpa mampu menjawab pertanyaan.

Sementara itu, Mohammad Sahid Taufik, penasehat hukum Umar Faruq menilai saksi yang dihadirkan mengetahui banyak hal soal fee jasmas dan jatah triwulan. Ini terkait pengakuan Cholid Virdaus yang menyebut, Yuli Veronica, Anang Wahyudi dan Dwi Edwin Endarpraja merupakan anggota Dewan yang aktiv dan vulgar meminta realiasi fee jasmas dan triwulan ke pimpinan Dewan.

Seperti diberitakan, tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani di kursi terdakwa lantaran terjaring OTT KPK 16 Juni 2017 lalu, bersama Wiwiet Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto.

Sekitar pukul 23.30 WIB KPK mengamankan Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto. Dari dalam mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300 juta.   Pada saat yang bersamaan, tim juga mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di Mojokerto dan mengamankan uang Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut mengamankan Abdullah Fanani dan Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim mengamankan Rp 30 juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan Taufik, pihak swasta berstatus sebagai saksi. (one) 

Artikel terkait lainnya

Baca juga artikel ini

Copyright © SatuJurnal.com | Portal Berita Mojokerto, Jombang, Surabaya, Jawa Timur dan Nasional