Surabaya-(satujurnal.com)
Soal komitmen fee proyek Jasmas dan jatah triwulan
anggota Dewan menjadi titik fokus Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya
dengan terdakwa mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto, Selasa
(03/10/2017).
Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus yang dihadirkan
sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Wiwiet Febriyanto
dan tiga pimpinan Dewan tersebut tandas menyatakan tidak tahu-tahu soal
komitmen fee proyek jasmas maupun jatah triwulan.
“Yang saya ketahui adalah proyek jasmas, yang
sebenarnya proyek penataan lingkungan di pos Dinas PUPR. Kalau fee jasmas
maupun jatah triwulan sama sekali tidak tahu,” ujar Mas’ud Yunus menjawab
pertanyaan JPU KPK, Iskandar Marwanto kala mencuatnya komitmen tersebut.
Ia menyebut, Mas Agoes Nirbito Moenasi Wasono, mantan
Sekretaris Daerah Kota Mojokerto sebagai pejabat yang telah melakukan komitmen fee dan success fee ke kalangan Dewan. Hal itu dilangsungkan saat pertemuan di sebuah
hotel di kawasan Trawas, Kabupaten Mojokerto. ’’Pertemuan itu di lakukan
Trawas,’’ ujar Mas'ud Yunus.
Saat pembahasan itu pun, ujar Mas’ud Yunus lebih
lanjut, saya hanya
sebatas mendapat laporan dari Sekda. Saya sendiri tak pernah hadir
dalam setiap proses pembahasan. ’’Saya tahunya dari Pak Nirbito. Dia laporan
soal itu karena saya tidak pernah ikut,’’ katanya.
Mas’ud Yunus menyebut, baru mengetahui soal komitmen fee saat ketiga pimpinan Dewan
bertamu ke ruang kerjanya 5 Juni 2017 lalu. Itu pun terfokus ke success
fee. Dana ini sebagai pelicin agar pembahasan Perubahan APBD 2017 dan Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang bakal
digelar, berlangsung mulus dan tak mendapat ganjalan dari kalangan dewan.
Saat itu, katanya, Ketua DPRD Purnomo yang membuka pembicaraan dan
langsung membicarakan soal success fee tersebut. ’’Saya jawab. Saya belum
menemukan formulanya,’’ ungkapnya.
Jawaban ini dilontarkan Mas’ud Yunus bukan lantaran
memberikan
janji. Namun sebagai bentuk penolakan atas permintaan fee ke
kalangan Dewan.’’Sesama
pejabat, tentu saya harus memberikan jawaban yang halus. Ini bentuk penolakan.
Karena melanggar aturan,’’ bebernya.
Janji yang dilayangkan tim anggaran, dianggap kepala daerah berlatar
belakang kiai ini, semata-mata demi kepentingan pemerintahan. Karena, jika
dewan benar-benar mengganjal pembahasan dokumen Perubahan APBD dan KUA PPAS, maka Dana Alokasi Khusus
(DAK) yang bakal digelontorkan pemerintah pusat ke Kota Mojokerto, bakal
dikepras.
Langkah yang diambil, yakni memanggil memanggil Kepala Dinas
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU PR) Wiwiet Febryanto dan meminta untuk
menemui ketiga pimpinan dewan.
Proses menghubungi Wiwiet melalui ponsel Walikota ini pun, diputar JPU KPK di
ruang sidang. Terdapat 41 percakapan. Terdengar, Wiwiet yang mengaku sedang
berada di kantor, hanya dalam sekejap langsung bertemu di ruang kerja Walikota.
Saat pertemuan empat mata itu, Wiwiet diam-diam merekam pembicaraan
dengan menggunakan ponsel yang kini sudah disita dan menjadi salah satu alat
bukti jaksa KPK.
’’Saya memanggil untuk menyikapi permintaan anggota dewan. Itu saja,’’
papar Mas’ud Yunus.
Penyikapan agar segera dilakukan oleh Wiwiet, dikatakan Mas’ud, agar
pemerintahan kota Mojokerto berlangsung dinamis. Hubungan antara eksekutif dan
legislatif harmonis serta tak mengganggu pelayanan publik.
Mas’ud Yunus bahkan secara tegas menyatakan mengaku dengan tegas jika
dirinya tak pernah tahu-menahu tentang commitment fee jasmas yang sudah
berlangsung cukup lama. Meski pun, saat
itu dirinya sudah menjabat sebagai Wakil Walikota di era Abdul Gani Soehartono.
Keterangan Mas’ud Yunus, mendapat tanggapan dari Wiwiet Febryanto yang
tengah duduk di kursi terdakwa. Wiwiet mengaku tak pernah mendapat perintah
dari Walikota terkait pemberian fee ke kalangan dewan.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, HR Unggul Warso
Mukti dan JPU KPK, Iskandar Mawarto dan Arin K tersebut, juga dihadirkan Puguh,
staf Sekretaris DPRD Kota Mojokerto, dan empat anggota Dewan,
yakni Sonny Basuki Raharjo, Anang Wahyudi, Junaidi Malik serta Choiroyaroh.
Seperti diketahui, Wiwiet Febriyanto, Kepala Dinas PUPR dan ketua dan
dua wakil ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani
terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, 17 Juni 2017 lalu.
KPK mengamankan uang tunai Rp 450 juta dari tangan Wiwiet Febriyanto
dan tiga pimpinan Dewan. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi
tahanan KPK. Wiwiet Febriyanto menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang
di Pengadilan Tipikor Surabaya. Uang yang diamankan diduga berasal dari Ipang
dan Dody Setiawan.
Atas perbuatan terdakwa, ucap JPU KPK dalam surat dakwaannya, merupakan
tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat
(1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat
(1) KUHAP. (one)
Social