Surabaya-(satujurnal.com)
Pernyataan
Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto soal pengembalian uang
pinjaman ke dua kontraktor untuk urusan suap Dewan yang hampir tembus satu
miliar rupiah dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPK) Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sebagai hal yang luar biasa.
Penilaian
itu muncul dalam persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa
tiga mantan pimpinan DPRD kota Mojokerto, yakni Purnomo, Umar Faruq dan
Abdullah Fanani di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (13/10/2017).
Wiwiet
yang dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa mengaku tidak memikirkan
lebih jauh cara pengembalian uang pinjaman.
“Luar
biasa !,” lontar JPU KPK, Lie Setiawan, menanggapi jawaban Wiwiet.
Dihadapan
majelis hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti tersebut, Wiwiet mengaku
meminjam uang Rp 930 juta dari dua kontraktor, Ipang dan Dodik untuk
membereskan urusan fee jasmas Dewan.
“Saya
memutuskan untuk pinjam uang untuk menyelesaikan komitmen fee jasmas karena
terus ditagih pimpinan Dewan. Saat itu belum terpikirkan bagaimana cara
pengembaliannya,” aku Wiwiet.
Jawaban
yang terkesan ngambang itu justru memicu reaksi JPU KPK untuk terus mengejar
Wiwiet dengan pertanyaan yang dikaitkan dengan nilai prosentase proyek jasmas
yang dilempar ke kontraktor.
“Bagaimana
saksi bisa mengambil langkah meminjam uang dengan angka cukup fantastis itu.
Sedang saksi sendiri mengaku belum memikirkan dari mana sumber pengembaliannya.
Apakah pinjaman itu nantinya akan dikompensasi dengan proyek-proyek,” tanya JPU
KPK.
Taufik,
penasehat hukum terdakwa Umar Faruq mengingatkan, jika uang pinjaman dari dua
kontraktor senilai Rp 930 juta tidak semuanya disetor untuk suap berlabel fee
jasmas tersebut.
“Dari
perolehan pinjaman tahap pertama Rp 430 juta, yang riil diserahkan ke terdakwa
Purnomo, tanggal 10 Juni 2017 di MC Donald, Sepanjang, sebesar Rp 150 juta. Sedangkan
dari pinjaman tahap kedua yang diterima Wiwiet, yang bakal disetorkan ke Dewan
Rp 300 juta,” katanya.
Ia
pun membeber rincian penggunaan uang, seperti yang dipapar Wiwiet di
persidangan sebelumnya maupun yang termaktub dalam BAP yang bersangkutan.
“Dari
uang yang diterima Ipang dan Dodi, Rp 430 juta, Rp 150 juta diberikan Purnomo.
Sedangkan dari sisa Rp 280 juta, Rp 100 juta untuk untuk mencicil temuan BPK
atas proyek GMSC sebesar Rp 1,1 miliar. Sedangkan yang 180 juta untuk mencicil
hutang Wakil Walikota Suyitno kepada Kholik, seorang pengusaha,” kata Taufik
merinci penggunaan uang perolehan hutang tahap pertama tersebut.
Wiwiet
tak membantah rincian itu. Juga dari pinjaman tahap dua Rp 500 juta yang
diserahkan Ipang, oleh Wiwiet dititipkan ke Taufik alias Kaji. Lalu Kaji
menyerahkan ke Hanif, orang yang ditunjuk Wiwiet, Rp 300 juta. Sedianya uang
itu untuk diserahkan ke Dewan, namun berujung OTT KPK.
“Sisa
Rp 200 juta, Rp 170 juta diambil oleh saksi dari tangan Kaji. Sedangkan Rp 30
juta masih dibawa Kaji, rencananya untuk THR Wakil Walikota Suyitno,” kata
Taufik, lagi-lagi dibenarkan Wiwiet.
Purnomo
yang diberi kesempatan majelis hakim mengajukan pertanyaan ke saksi, meminta
Wiwiet mempertegas peruntukan uang Rp 150 juta yang diterima dia. “Saudara
saksi menerima uang ratusan juta dari dua kontraktor, yang kami terima Rp 150
juta. Itu pun disebut uang fee jasmas. Ini tidak benar,” lontar Purnomo,
sengit.
Abdullah
Fanani pun menepis pernyataan Wiwiet yang menyebut angka 12 persen itu
disodorkan dirinya. “Saya tidak pernah membicarakan prosentase,” protes dia.
Dalam
persidangan yang juga menghadirkan saksi, Walikota Mojokerto, Mas’ud Yunus dan ajudan
ketua Dewan, Haris Wahyudi tersebut, Wiwiet tak mengelak jika tebar suap itu
atas inisiatif dirinya. “Walikota hanya menyeruh saya untuk menyelesaikan
teknis jasmas, bukan untuk komitmen fee jasmas maupun triwulan,” tukas Wiwiet.
Seperti
diberitakan, ketiga mantan pimpinan Dewan tersebut duduk di kursi terdakwa
lantaran terjaring operasi tangkap tangan (OTT), bersama Wiwiet Febrianto,
mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, pada Jum’at (16/6/2017 hingga Sabtu
(17/6/2017) dini hari. Sekitar pukul 23.30 KPK mengamankan Purnomo, Umar Faruq
dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto. Dari dalam mobil milik Hanif, tim
menemukan uang Rp 300 juta. Pada saat
yang bersamaan, tim juga mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di
Mojokerto dan mengamankan uang Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut
mengamankan Abdullah Fanani dan Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan
Taufik, tim mengamankan Rp 30 juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di
Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada
Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan
Taufik, pihak swasta berstatus sebagai saksi.
Wiwiet
Febriyanto menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan
Tipikor Surabaya. Uang yang diamankan diduga berasal dari dua kontraktor, Ipang
dan Dody Setiawan.
Penasehat
hukum, Imam Subawe yang mendampingi Purnomo, Samsudin yang mendampingi Abdullah
Fanani dan Taufik yang mendampingi Umar Faruq.(one)
Social