Walikota
Mojokerto, Mas’ud Yunus menyatakan kesiapannya menghadapi persoalan hukum,
menyusul penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Namun,
orang nomor wahid di lingkup Pemkot Mojokerto ini menepis jika disebut terlibat
dalam pusaran suap yang menyeret mantan Kadis PUPR dan tiga pimpinan Dewan ke
meja hijau. Lantaran ia berkeyakinan tidak pernah memberikan janji kepada
pimpinan dan anggota Dewan.
“Ya
memang begitu lah (tidak terlibat). Saya tidak pernah memberikan perintah,
tidak pernah memberikan janji kepada Dewan. Itu fakta persidangan, tapi
nampaknya keterangan saya itu terabaikan di dalam fakta persidangan,” kata Mas’ud
Yunus kepada wartawan usai melepas ribuan peserta jalan sehat HUT Korpri di
depan perkantoran Pemkot Mojokerto, jalan Gajahmada, Jum’at (24/11/2017).
Menurutnya,
saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam persidangan dengan terdakwa
Wiwiet Febriyanto, diakui terjadi pertemuan dirinya dengan tiga pimpinan Dewan
di ruang kerjanya, 5 Juni 2017. Tiga pimpinan Dewan itu menagih fee jasmas. Ia
pun menyatakan akan memerintahkan Wiwiet Febriyanto menemui mereka. Dan di hari
yang sama, ia memanggil Wiwiet Febriyanto agar segera menemui mereka untuk
membicarakan proyek jasmas.
Rupanya, saat itu Wiwiet Febriyanto diam-diam
merekam pembicaraan dengan menggunakan ponsel. Ekstrak rekaman pembicaraan
diperdengarkan dalam persidangan.
“Ya
sudah lah, itu proses hukum yang kami lakukan. Sebab keyakinan hakim itu lebih
tertuju pada rekaman saudara Wiwiet yang bicara dengan saya, yang merekam tanpa
sepengetahuan saya,” imbuhnya.
Meski
sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini Mas’ud Yunus belum
menjalani pemeriksaan oleh penyidik lembaga antirasuah tersebut.
Status
tersangka diketahui dirinya, Rabu (22/11/2017).
“Saya
pada hari Rabu siang telah menerima surat pemberitahuan untuk status saya
sebagai tersangka. Saya akan menunggu proses lebih lanjut dari KPK,” ujarnya.
Ia pun mengaku sudah menunjuk penasehat hukum. “Saya sudah menunjuk
pengacara, oleh karena itu kemarin saya ndak masuk (kerja) karena harus
bertemua dengan pengacara dari Surabaya,” katanya,
Sementara
itu, dalam siaran pers di laman KPK, Kamis (23/11/2017), Penyidik KPK
menetapkan Mas’ud Yunus sebagai tersangka berdasar pada pengembangan penanganan
perkara dugaan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara terkait pembahasan perubahan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (PABD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota
Mojokerto Tahun Anggaran 2017.
Ia
diduga bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto diduga memberi atau menjanjikan
sesuatu kepada Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Atas
perbuatannya, tersangka Mas’ud Yunus yang diduga sebagai pemberi disangkakan
melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Mas’ud
Yunus merupakan tersangka kelima dalam kasus ini. Sebelumnya, dalam operasi
tangkap tangan (OTT) pada pertengahan Juni 2017 KPK mengamankan 6 orang di
beberapa tempat di Kota Mojokerto. 4 orang di antaranya berdasarkan hasil
pemeriksaan dan gelar perkara kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Mereka
adalah Purnomo, ketua Dewan Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah Fanani,
masing-masing waki ketua Dewan dan Wiwiet Febriyatno. Saat itu KPK juga
mengamankan sejumlah uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.
Keempatnya
menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto
dijatuhi vonis sesuai tuntutan JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara,
denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Saat ini baik Wiwiet Febriyanto
maupun KPK mengajukan banding. Sedangkan, 3 tersangka lainnya yang diduga
sebagai penerima suap menjalani proses tuntutan.
Sedangkan
untuk perkara Mas’ud Yunus, Wiwiet Febriyanto dan tiga pimpinan Dewan, Kamis
(23/11/2017) kemarin diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK di rutan
Medaeng, Sidoarjo. (one)
Social