Surabaya-(satujurnal.com)
Tiga mantan
pimpinan DPRD Kota Mojokerto, terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi
meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyeret 22 orang anggota Dewan menjadi tersangka.
Ketiganya, Purnomo,
mantan ketua Dewan, Umar Faruq dan Abdullah Fanani, masing-masing mantan wakil
ketua Dewan menyampaikan permintaan itu dalam sidang dengan agenda pembacaan
pledoi, Selasa (28/11/2017).
Dalam nota
pembelaan pribadinya, ketiga mantan petinggi legislatif daerah ini menyebut jika 22 orang koleganya tahu dan menerima
pemberian fee jasmas dari Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto yang
juga terseret kasus suap berujung OTT tersebut.
Purnomo yang paling
awal menyampaikan pembelaan pribadi menyinggung surat dakwaan yang menyebut
keterlibatan semua anggota Dewan.
“Di surat dakwaan
juga disebutkan bahwa pemberian hadiah diperuntukkan kepada Pimpinan DPRD dan
anggota DPRD Kota Mojokerto, dan uang sejumlah Rp 150.000.000,- sudah dibagikan
kepada pimpinan dan aggota Dewan, namun yang dijadikan tersangka hanya pimpinan
DPRD Kota Mojokerto,” lontar Purnomo dalam nota pembelaan pribadi setebal 8
halaman.
Umar Faruq menyebut,
dirinya tidak bernisiatif untuk meminta ‘uang haram’ kepada eksekutif. Meski menjabat wakil ketua Dewan, namun ia
bukan pihak yang berinisiatif untuk meminta ‘uang haram’.
“Permintaan uang
yang dilakukan DPRD terhadap eksekutif adalah tuntutan semua anggota melalui
para ketua fraksi. Dan tuntutan itu diarahkan kepada ketua DPRD Saudara Purnomo
yang pada akhirnya mengikutsertakan saya karena posisi saya selaku wakil ketua
bersama Saudara Abdullah Fanani,” ujarnya.
Saya, katanya lebih
lanjut, telah menjadi bagian bersama-sama anggota DPRD yang menikmati uang yang
diterima atas kesepakatan bersama.
Abdullah Fanani
yang mendapat giliran terakhir, meminta Majelis Hakim yang diketuai HR Unggul
Warso Mukti agar melibas semua pihak yang terlibat.
“Saya mohon kepada
majelis ini untuk dapatnya memproses secara hukum siapa saja yang terlibat dari
peristiwa yang telah menyeret saya sekarang ini, khususnya para anggota DPRD
Kota Mojokerto periode 2014 – 2019, karena mereka juga telah menerima uang,”
cetus Fanani.
Fanani menyebut,
kasus korupsi yang dilakukan secara berjamah itu bukan hanya melibatkan tiga
pimpinan Dewan. “Perbuatan melanggar hukum ini dilakukan atas inisiatif dan
kesepakatan bersama antara 3 unsur pimpinan dengan ketua-ketua fraksi DPRD Kota
Mojokerto sebagai perwakilan anggota,” tukasnya.
Soal desakan tiga
pimpinan Dewan tersebut, Budi Nugraha, JPU KPK enggan berkomentar lebih jauh.
Namun, menurutnya KPK akan menindaklanjuti sesuai putusan hakim.
“Prinsipnya kita
tunggu putusan hakim. Putusan itu yang kita laporkan ke pimpinan (KPK). Kita
tidak bisa berandai-andai. Tapi jika terbukti (anggota Dewan terlibat),
langsung kita tindaklanjuti, seperti dalam perkara Wiwiet Febriyanto, ketika
terbukti dalam putusan ada menyebutkan nama Walikota Mas'ud Yunus (terlibat)
maka kita tindaklanjuti” katanya, usai sidang.
Seperti diketahui,
dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada pertengahan Juni 2017 KPK mengamankan 6
orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto. 4 orang di antaranya berdasarkan
hasil pemeriksaan dan gelar perkara kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Purnomo, ketua Dewan Mojokerto, Umar Faruq dan Abdullah Fanani,
masing-masing waki ketua Dewan dan Wiwiet Febriyatno. Saat itu KPK juga
mengamankan sejumlah uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta.
Keempatnya
menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Wiwiet Febriyanto
dijatuhi vonis sesuai tuntutan JPU KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara,
denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Saat ini baik Wiwiet Febriyanto
maupun KPK mengajukan banding. Sedangkan, 3 tersangka lainnya yang diduga
sebagai penerima suap menjalani proses tuntutan. Mereka dituntut pidana 5
tahun, denda 200 juta subsider 6 bulan dan 3 bulan. (one)
Social