Surabaya-(satujurnal.com)
Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota
Mojokerto, terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi akhirnya memilih melakukan
upaya hukum banding atas putusan majelis hakim
Pengadilan Tipikor Surabaya.
Suryono Pane, kuasa hukum Wiwiet Febriyanto
mengatakan, pihaknya memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan hakim
Pengadilan Tipikor surabaya yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp
250 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis majelis hakim yang diketuai HR Unggul Wardi
Mukti itu sama persis dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam amar putusan yang dibacakan Majelis
Hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti dalam persidangan, Jum’at (7/11/2017),
Wiwiet Febriyanto dinyatakan terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD Kota
Mojokerto.
“Menyatakan terdakwa Wiwiet Febriyanto terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan ‘bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 KUHPidana,” kata HR
Unggul Warso Mukti.
Menurut Pane, pertimbangan hukum yang dibacakan
majelis hakim itu tidak sesuai fakta. “Hanya copy paste, ambil alih begitu saja
uraian tuntutan JPU, padahal uraian tuntutan itu ada yang benar ada yang tidak
sesuai dengan fakta,” kata Pane terkait alasan banding, Jum’at (17/11/2017).
Khususnya, ujar Pane, maksud dan tujuan pemberian
uang ke pimpinan dan anggota Dewan.
“Kalau melihat semua fakta, maksud dan tujuan pemberian uang itu kan tidak berkaitan dengan PENS, APBD, PAPBD dan lainnya, tapi hanya untuk memenuhi fee jasmas,” tukasnya.
“Kalau melihat semua fakta, maksud dan tujuan pemberian uang itu kan tidak berkaitan dengan PENS, APBD, PAPBD dan lainnya, tapi hanya untuk memenuhi fee jasmas,” tukasnya.
Hal itu, kata Pane, sesuai dengan fakta yang terungkap
di persidangan.Berkaitan dengan unsur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf yang terbukti
adalah unsur ‘memberi sesuatu’.
“Jadi kalau unsur pemberian itu terbukti. Tapi
maksud dan tujuan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang
dimaksud pasal itu tidak terbukti,” terangnya.
Kasus OTT Kota Mojokerto, imbuh Pane, beda dengan kasus
OTT Pemprov Jatim dalam kasus suap Kakanwil Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur
terhadap salah satu anggota DPRD Jawa Timur. “Beda, kalau Pemprov itu terbukti,
uang triwulan diberikan terkait evaluasi,” tandasnya.
Dan berdasarkan fakta persidangan, kata Pane
menyebut alasan banding berikutnya, maka
unsur penyertaan sebagaimana di maksud dalam ketentuan pasal
55 ayat 1 KE 1 ( KUHP) tidak terbukti. Karena perbuatan yang dilakukan terdakwa terungkap dipersidangan merupakan
perbuatan sendiri yang dilakukan oleh Wiwiet Febriyanto karena adanya permintaan
dari pimpinan dan anggota DPRD kota mojokerto
dan tidak ada kerja sama dan atau
tidak ada perintah dari Mas’ud Yunus selaku Walikota Mojokerto.
“Sudah dijelaskan oleh Purnomo di persidangan, bahwa
pada pertemuan pertama walikota meminta semua anggota Dewan tiarap, karena walikota
tidak bisa memenuhi. Kedua, Wiwiet Febriyanto tidak pernah lapor uang pemberian
itu, dan tidak pernah memberi tahu walikota. Walikota hanya menjelaskan
pelaksanaan teknis terkait proyek jasmas,” ujarnya.
Yang terbukti, yakni Pasal 64 KUHPidana. “Untuk
pasal 64 tentang perbuatan berlanjut, terbukti. Yakni pemberian uang Rp 150
juta dan Rp 300 juta,” tukasnya.
Sementara terkait status Wiwiet Febriyanto sehubungan banding
yang diajukan hari ini, Pane mengatakan saat ini yang bersangkutan menjadi
tahanan Pengadilan Tinggi Surabaya, berdasarkan ajuan banding yang dilakukan
pihaknya. “Penahanannya sampai dengan tanggal 15 Desember 2017,” imbuh Pane.
Seperti diketahui, selama menjalani persidangan,
Wiwiet Febriyanto ditahan di Rutan Medaeng.
Seperti diberitakan, Wiwiet Febriyanto terjaring
operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama
tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah
Fanani , pada Jum’at (16/6/2017 hingga Sabtu (17/6/2017) dini hari. Sekitar
pukul 23.30 KPK mengamankan Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN
Kota Mojokerto. Dari dalam mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300
juta. Pada saat yang bersamaan, tim
juga mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di Mojokerto dan mengamankan
uang Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut mengamankan Abdullah Fanani
dan Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim mengamankan Rp 30
juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah Jawa
Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan Taufik, pihak swasta berstatus
sebagai saksi.(one)
Social