Mojokerto-(satujurnal.com)
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman
dan Perhubungan Kabupaten Mojokerto, Achmad Rifai, ditahan penyidik Kejaksaan
Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan
penghilangan aset daerah, Rabu (6/12/2017).
Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi
penghilangan aset daerah berupa bangunan Sub Terminal Gondang, di Desa
Pohjejer, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto.
Kasie Intel Kejari Kabupaten Mojokerto, Oktario mengatakan,
tersangka Achmad Rifai merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas
penghilangan aset daerah di tahun 2015 tersebut.
"Tersangka memerintahkan penghapusan aset
daerah. Ia berkoordinasi dengan pihak desa dan pihak lain hingga terjadi tindak
pidana korupsi," katanya.
Rifai dijerat pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Tipikor
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Pengenaan pasal itu pula yang menjadi dasar
penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka. “Upaya paksa (penahanan)
berdasarkan aturan normatif. Ancaman pidananya diatas lima tahun. Juga agar
tersangka tidak menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Kerugian Negara yang timbul akibat penghapusan aset
daerah tersebut menurut Oktario sebesar Rp 641 juta. “Angka itu merupakan hasil
audit BPKP,” imbuhnya.
Tersangka, lanjut Oktario, juga mengembalikan uang
Rp 25 juta. “Uang itu merupakan fee yang diterima tersangka dari pihak lain
terkait kasus ini,” terangnya.
Sementara itu, Kasie Pidana Khusus Kejari Mojokerto
Fathur Rohmah mengatakan, kasus ini berawal dari permintaan Kepala Desa
Pohjejer ke Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan untuk
alih fungsi Sub Terminal Pohjejer menjadi pertokoan.
Sebagai penanggungjawab aset terminal, Kepala Dinas
Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan Achmad Rifai menyetujui
permintaan tersebut.
Pembongkaran dilakukan dengan pertimbangan fungsi
sub Terminal Pohjejer sudah tak lagi maksimal.
Namun, perobohan aset Pemkab Mojokerto itu tanpa
diajukan penghapusan ke Badan Pengeloaan Keuangan dan Aset. Sehingga
mengakibatkan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
“Itu (Sub Terminal Pohjejer) menjadi tanggung jawab
Dishub, pemusnahan dan pemanfaatannya harus mengacu aturan yang ada. Ada aset
negara yang hilang, tapi hilangnya (pemusnahan) sengaja dihilangkan tanpa izin
bupati,” terangnya.
Pemusnahan aset Pemkab Mojokerto tanpa izin,
tentunya mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar.
Menurut Fathur, pembangunan Sub Terminal Pohjejer
menelan uang negara lebih dari Rp 800 juta.
“Nilai bangunan sekitar Rp 641 juta karena ada
penyusutan. Jadi, kerugian negara sekitar segitu karena aset dihancurkan
semua,” ungkapnya.
Fathur memastikan, penghilangan aset negara tanpa
izin tergolong tindak pidana korupsi.
“Aset negara yang dimusnahkan tanpa melalui
prosedur dan tanpa penggantian, itu termasuk korupsi,” tegasnya.
Dalam penyidikan kasus ini, tambah Fathur, pihaknya
telah memeriksa lebih dari 30 orang sebagai saksi. Mulai dari pihak swasta,
Kades Pohjejer dan perangkatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pohjejer
serta sejumlah staf Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan.
“Kadishub (Achmad Rifai) sudah kami panggil dua
kali, masih sebagai saksi,” terangnya.
Pemusnahan Sub Terminal Pohjejer diduga untuk
memuluskan proyek pembangunan pertokoan. Di atas tanah aset Desa Pohjejer yang
sebelumnya berdiri terminal, tahun 2016 lalu dibangun oleh Pemerintah Desa
Pohjejer menjadi pertokoan.
“Pembangunan kios dengan sistem built on transfer.
Dibangun oleh pihak ke tiga, setelah jadi diserahkan ke Pemkab, kemudian
disewakan pihak desa. Untuk sementara, hasil sewa digunakan menutupi biaya
pembangunan,” tandasnya.
Meski sejumlah pihak diduga turut andil hingga
terjadi pemusnahan aset daerah, namun Kejari Mojokerto belum menetapkan
tersangka lain. “Kita lihat nanti di proses penyidikan,” tukas Fathur.
Terpisah, Kholil Askohar, penasehat hukum Achmad
Rifai mengatakan, kasus yang menjerat kliennya bukan merupakan kasus korupsi. “Ini
bukan kasus korupsi. Karena tersangka tidak memperkaya diri sendiri. Dan lagi,
tersangka tidak pernah memberikan referensi maupun mengijinkan pembongkaran
bangunan sub terminal itu,” katanya.
Bahkan, Kholil menyebut sangkaan penyidik Kejari
Mojokerto itu merupakan asumsi. “Itu asumsi saja. Ya nanti kita uji di
pengadilan,” tukasnya. (one)
Social